dua nol🍂

1.1K 134 36
                                    

Sebuah kudapan dan secangkir teh hangat telah tersaji didepan Sehun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah kudapan dan secangkir teh hangat telah tersaji didepan Sehun. Pria itu kontan mengalihkan perhatian dari tabletnya kearah sesuatu yang baru saja disuguhkan kepadanya itu. Senyum cantik milik Irene menyusul kemudian.
“Makasih, Rene,” ucapnya menarik pigura.

Yang diangguki oleh si wanita. Mengambil tempat duduk persis dihadapan Sehun.
“Aku pikir kamu sibuk banget, nggak taunya fast respon gini,” vokal Irene terkekeh pelan diakhir kalimat.

Sehun turut melakukan hal yang sama. Tertawa kecil sambil mengelus-elus pahanya karena entah mengapa tiba-tiba permukaan telapak tangannya menjadi basah.

Sepertinya Bapak Aldebaran tengah gugup.

“Ya... Lagian di kantor juga kerjaan nggak terlalu banyak, ada sih cuman kerja tim, timnya belum lengkap kayaknya masih nunggu nanti baru kumpul,” jelas Sehun.

Irene membuka mulutnya mengangguk paham. “Itu tehnya diminum, kuenya juga dimakan.”

“Ya. Makasih.” Sehun memenuhi tawaran Irene. Pria itu menyeruput tehnya sedikit dan bergerak untuk mencicipi kue yang sepertinya kelihatan enak itu.

“Jadi, ini mulai dikerjain kapan?” Irene menengadah memandang seisi tokonya. Wanita itu berniat merubah wallpaper dan letak beberapa perabotan supaya terlihat sedikit menarik.

“Besok atau lusa udah mulai bisa,” jawab Sehun. “Rene, kuenya enak,” nilainya kemudian.

“Hah? Oh, alhamdulillah deh kalau enak.” Irene mengudarakan suara tawanya pelan. “Abisin aja. Kalau mau nambah boleh hahaha.”

Sehun menunduk malu. Tapi, tangannya tidak berhenti menyuapkan kue tersebut kedalam mulutnya. Padahal sebelumnya ingatkah kalian bahwa Bapak yang satu ini tidak suka makanan yang terlalu manis?

Lain lagi ceritanya sekarang.

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

“Mama kamu sekarang dimana?”

Pemuda dengan netra segaris itu menatap lurus kearah genangan air luas disana. Ditangannya dia memegang ranting pohon.
“Hhh luar negeri. Amerika, ikut suaminya.”

Dalam diamnya dia memperhatikan, Heejin pun tidak akan pernah mengira bahwa Hyunjin juga merasakan apa yang dia rasakan kini. Hidup dan tinggal hanya bersama satu orang tua.
“Nggak apa-apa, seenggaknya masih bisa ketemu kan suatu hari nanti?” vokalnya yang mengundang atensi milik Hyunjin.

“Nggak tau, Hee. Gue udah nggak pernah liat Mama lagi.” Hyunjin mendesah pelan.

Sepasang sepatu yang ujungnya ternodai oleh tanah yang basah itu bergoyang sedikit. Heejin kembali ingat pada almarhum Ayahnya yang tidak akan pernah bisa dia jumpai wujudnya, mungkin nanti bisa saat dikumpulkan pemilik semesta di alam akhirat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝘽𝙪𝙠𝙖𝙣 𝘾𝙞𝙣𝙩𝙖 𝘽𝙞𝙖𝙨𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang