Pukul enam pagi, Yoongi dan Ibunya sudah duduk manis di meja makan. Selesai mandi, pria itu segera bersiap-siap ke sekolah. Jika ibunya tidak menyuruh sarapan, mungkin Yoongi akan pergi begitu saja. Justru itu, Ibunya sangat bawel menyuruhnya makan. Orang seperti Yoongi, mana kepikiran dirinya sendiri?
Ruang makan itu tidak terlalu luas, hampir dan bahkan sederhana. Ah, mari kita beri gambaran seperti ini; dalam rumah keluarga Min Yoongi, jauh dari kemewahan. Bangunan tradisional yang mendominasi dari kayu dan pintunya terbuat dari kaca. Ya, seperti rumah tradisional Korea pada umumnya. Tidak terlalu besar, namun sangat nyaman ditempati.
Dalam ruangan itu terdapat tiga ruangan. Ruang tamu dan ruang keluarga menjadi satu, setelah ruang tamu ada ruang makan serta tiga kamar tidur sederhana di tengah dan di belakang ada dapur, juga kamar mandi. Tidak terlalu luas, bukan? Tapi, jangan salah. Halaman rumah itu sangat rindang.
Banyak pepohonan dan berbagai jenis tanaman hias di sana. Ibunya suka mengoleksi tumbuh-tumbuhan sejak saat muda. Dan ruang makannya, tidak ada kursi. Melainkan hanya duduk lesehan di lantai yang digelar karpet tipis. Setiap pagi, Yoongi terkadang disuruh menyiram tanaman dan dapat merasakan embun pagi yang menyegarkan tubuhnya.
♛┈⛧┈┈•༶
"Bu, Jungkook ke mana?" Yoongi memutuskan menurut pada Ibunya untuk memilih sarapan terlebih dahulu.
Wanita itu mengambil satu sanduk nasi serta lauk ke mangkuk Yoongi. "Dia berangkat duluan. Ada kelas tambahan lebih pagi, katanya." Yoongi hanya mengangguk.
"Ada apa, Yoon?"
"Oh, tidak. Aku cuma tanya." Kemudian, Yoongi mulai menyuap nasi yang sudah disanduk Ibunya.
"Yoon?"
Panggil Ibunya, membuat Yoongi menghentikan acara makannya sejenak dan menatap sang ibu. Dia tahu, kali ini Ibunya ingin berbicara serius, sebab terlihat dari raut wajahnya.
"Hm?"
"Maaf, Ibu cuma memasak ini. Persediaan makanan tinggal sedikit, Ibu juga tidak punya simpanan lagi, Yoon." Ujar Ibunya.
Pria itu hanya menghela napasnya kasar. Sulit sekali sebenarnya menerima kenyataan ini. Karena jujur, Yoongi sudah lelah menerima nasib. Tuhan jarang bersikap tak adil padanya. Mengapa cobaan yang seberat ini hanya menimpa Yoongi?
Sudah, tidak baik menyalahkan takdir, kan? Ibunya pernah bilang, semua akan berubah dan berakhir baik jika kita tidak mengeluh.
"Tidak apa, Bu. Yoongi suka semua, asalkan itu masakan Ibu. Tidak sarapan pun, Yoongi tidak mengapa."
Ibunya gemas melihat tingkah sang anak. Putranya selalu berhasil membuatnya menjadi tenang hanya dengan kalimat sederhana.
Wanita itu tersenyum seraya mengusap kepala Yoongi. "Yoon, lama-lama kamu jadi seperti Ayahmu."
Yoongi mengerutkan dahi. "Kenapa?"
Perlahan, genggaman Ibunya membuat telapak tangan Yoongi kian menghangat. Genggaman yang selalu membuatnya nyaman.
"Dulu, Ayahmu selalu bersikap manis pada Ibu. Seperti kamu."
Yoongi menyeringai. "Ck, kenapa tiba-tiba suasananya jadi menyedihkan seperti ini?"
Menaruh sumpitnya di meja, Yoongi ikut menggenggam tangan Ibunya. "Bu, tanpa Ibu bilang lagi, aku akan menjadi sosok pengganti Ayah."
"Pria yang selalu melindungi dan menjaga Ibu. Pria yang selalu ada di sisi Ibu. Dan aku juga berjanji, akan membuat Ibu selalu bahagia. Karena Ibu adalah wanita istimewa bagi Yoongi, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be Your Girlfriend? [REVISI] ✔
FanfictionMencintai seorang Min Yoongi harus senantiasa memiliki kesabaran yang luar biasa. Pria yang menderita kelainan "Social Phobia", kecil kemungkinan untuk bisa didekati. Sikapnya yang cuek dan masa bodo, membuat gadis yang berniat mendekatinya perlahan...