10. U

681 77 3
                                    

Yoongi dan adiknya sudah berada di dalam bis umum. Seperti yang dibilangnya semalam, dia akan pergi ke sekolah adiknya terlebih dulu. Melunasi semua bayaran yang sudah menunggak berbulan-bulan.

Bahkan lebih. Tetapi, Yoongi sudah pakai seragam sekolahnya juga. Jadi, dia bisa langsung berangkat ke sekolah setelah selesai mengurus administrasi sekolah adiknya.

Seperti biasa. Tidak ada yang istimewa baginya. Berangkat pagi, pulangnya siang. Setelah itu langsung lagi berangkat kerja, pulang larut nanti. Ibunya pun sama. Hari ini sudah mulai berjualan.

Uang gaji Yoongi masih sisa untuk membeli bahan-bahan dagangan ibunya. Tidak banyak. Tapi, cukup. Selain itu, sisanya lagi tinggal membayar hutang dan cicilan ibunya. Entah cicilan kontrakan, ataupun cicilan apa itu. Yoongi tidak mengerti pengeluaran sang ibu. Yang dia tahu, hanya bekerja. Banting tulang.

Berangkat pagi, pulang malam. Setelah dapat gaji, uang itu diberikan kepada sang ibu. Lalu, sisanya ia simpan untuk membayar tunggakan sekolahnya dan adiknya.

[ ]

"Hyung?" panggil sang adik. Lelaki itu masih duduk di sebelah kakaknya.

Yoongi masih memejamkan matanya sedari tadi. Mungkin faktor kelelahan, atau kurang tidur. "Hm?" suaranya serak. Berat seperti menahan kantuk.

"Semalam tidur jam berapa? Kelihatannya hyung kurang tidur."

Yoongi membuka mata, "Tidak lama kau masuk kamar, aku langsung tidur." jawabnya singkat.

"Aku tidak percaya. Pasti menulis lagu lagi hingga dini hari kan?" tebak sang adik.

Oh, adiknya tahu betul kebiasaan buruk kakaknya. Kalau tidak meninggalkan makan, pasti melupakan waktu istirahatnya. Selalu begitu jika masih ada sedikit waktu senggang.

Padahal, sudah dibilang berkali-kali. Jangan suka begadang. Entah sudah ibunya, adiknya, sahabatnya, bahkan Yewon sekali pun. Sudah sering menasehati makhluk itu. Tapi tetap saja keras kepala. Kalau sudah sakit, baru mau mendengarkan.

"Jangan sok tahu, Jeon!" pekik sang kakak yang kembali memejamkan matanya.

Oke, Yoongi berbohong lagi.

"Hyung, nanti tidak terlambat?"

Yoongi menghela nafasnya kasar. Mencoba menahan amarah pada sang adik yang pagi-pagi begini sudah cerewet bertanya hal tidak penting sama sekali dan tidak memerlukan jawaban. "Jeon, kau bisa diam tidak? Tenang sedikit mulutmu. Aku risih, tahu!"

Jungkook terkekeh. Suka saja lihat kakaknya marah begitu. Jahil ya? Memang niat awal sebenarnya si adik begitu. Membuat kakaknya marah, dan akhirnya bisa melupakan pikiran suntuk yang penuh di dalam otaknya sekejap.

Dia tahu kakaknya jarang menghibur diri. Sekalinya menghibur diri, itu pun juga berfikir. Seperti---membuat lagu. Menurut orang lain, itu hal yang banyak mengorbankan tenaga dan pikiran, bukan? Bagi Yoongi, tidak. Itu namanya menghibur diri.

Kurang genius apa lagi ?

.

.

.

.

.

.

.

Sampai.

Mereka akhirnya sampai di sebuah sekolah yang cukup dibilang elit. Bangunan megah, tekhnologi canggih, disertai murid-murid yang berkelas atas, membuat Yoongi dan sang adik menjadi bahan perhatian di sepanjang jalan menuju ruang petinggi. Padahal, mereka memakai seragam sekolah biasa. Tidak lusuh-lusuh amat juga. Tapi, kenapa mereka itu pandai sekali kalau sudah urusan menilai orang lain?

How To Be Your Girlfriend? [REVISI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang