18. I

567 47 6
                                    

Yoongi sudah sampai di sebuah halte yang tak jauh dari rumahnya. Suasana malam ini, sangat membuat dirinya kedinginan. Mengingat, musim dingin sebentar lagi akan tiba.

Angin bertiup kencang, menyapu dingin seluruh tubuhnya. Sepi, gelap, itulah yang dia rasa. Ini sudah pukul setengah dua belas malam. Artinya, tidak ada lagi manusia yang melakukan aktifitasnya.

Waktu untuk istirahat bagi mereka. Oh, tentu saja tidak bagi Yoongi. Entah mengapa pikirannya menjadi kacau dengan gadis yang baru dikenal---ah, ralat. Maksudnya baru ditemuinya itu. Yoongi selalu mengingat senyumannya.

Senyuman yang manis, sangat membuat hati pria itu kembali tenang. Senyuman yang entah mengapa membuat Yoongi merasakan sebuah kenyamanan. Sentuhan lembut itu tentu terekam jelas di otaknya.

Baiklah, Yoongi tidak mau lagi mengingat hal itu. Tahu namanya saja belum. Bagaimana dirinya bisa dengan mudah luluh hanya sebuah senyuman sederhana itu?

Mungkin saja hanya sebuah senyuman seorang pelayan untuk pelanggannya, kan? Tapi kenapa rasanya Yoongi ingin sekali tahu namanya?

Yoongi masih berjalan pelan menelusuri jalan yang sunyi. Benar-benar hancur pikirannya. Yoongi merasa jadi pria yang tempramental sekarang.

Ingin rasanya jika sampai rumah, ia menceritakan semua perasaannya kepada sang adik. Yoongi betul-betul tidak mengerti apa yang ia rasakan. Ingin meminta saran dengan adiknya.

Karena, hanya adiknya yang selama ini paling mengerti hatinya. Ada, ibunya. Hanya saja, Yoongi merasa risih jika menceritakan soal ini padanya.

Mungkin, karena Yoongi adalah lelaki, dan ibunya adalah seorang perempuan. Jika masih ada Jungkook yang sesama laki-laki, kenapa tidak cerita saja ke adiknya?

Oh, itu tentu sedikit membuat Yoongi merasa tenang dibanding bercerita kepada ibunya. Bukankah begitu?
.

.

.

.

.

.

.

Sampai.

Yoongi sudah sampai di depan pintu rumah. Dilihatnya, lampu ruang tamu masih menyala. Mungkin, Jungkook atau ibunya masih terjaga dan menunggu pria itu pulang? Tapi, buat apa?

Bahkan, sering kali Yoongi menasehati sang adik dan juga ibunya untuk tidak perlu menunggu sampai dirinya pulang. Adiknya harus sekolah esok hari, kan?

Begitu pun dengan ibunya yang harus bangun dan memasak pagi-pagi untuk bersiap berdagang di tempat biasa.

Yah, tapi sudahlah. Yoongi benar-benar bosan menasehati dua mahkluk itu. Tanpa berlama-lama, Yoongi perlahan membuka pintu. Dilihatnya ada sang adik yang masih fokus membolak balikan buku paketnya. Dia masih belajar.

Iya, selarut ini. Bahkan dibilangnya sudah tengah malam, dan dia masih sibuk memutar otaknya. Wah, dia benar-benar tidak ingin menyusahkan kakaknya yang sudah menyekolahkan dirinya hingga saat ini.

Apapun itu selagi dirinya masih mampu, dia akan selalu memberikan yang terbaik untuk sang kakak. Membuat kakaknya bangga mempunyai adik sepertinya. Begitulah Jeon Jungkook.

[ ]

"Jeon, kenapa belum tidur?"

Jungkook menoleh, "Hyung sejak kapan masuk?"

Sungguh, pria Jeon itu betul-betul kaget melihat sang kakak yang entah sejak kapan sudah duduk di sebelahnya.

Bahkan sudah membanting kepalanya di sandaran sofa.

How To Be Your Girlfriend? [REVISI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang