12. G

651 68 1
                                    

Malam harinya, berjalan seperti biasa. Sang adik dan ibunya tengah menunggu Yoongi pulang bekerja. Ini sudah pukul sepuluh malam. Mereka tahu, pasti pria itu lagi-lagi ambil lembur.

Adiknya baru saja selesai belajar. Mempersiapkan diri untuk ujian tengah semester minggu depan. Kelewat rajin, memang. Dari ujung hari sudah sibuk belajar, mencerdaskan otaknya yang bodoh itu.

"Bu, ibu tidur duluan saja. Biar Yoongi hyung aku yang menunggunya. Ibu baru saja pulang dan langsung membuat adonan kue untuk jualan besok. Dan itu sungguh melelahkan." ujar sang adik pada ibunya.

Wanita paruh baya itu tersenyum, seraya mengusak kepala sang anak. "Ibu tidak apa, Kook."

"Kenapa ibu sama seperti Yoongi hyung kalau dinasehati? Keras kepala sekali. Selalu menolak jika dibilang untuk kebaikan ibu sendiri." Jeda,

"Sudah bu, istirahat duluan saja. Aku juga masih harus mengerjakan tugasku ini. Dan mungkin masih lama." sahut Jungkook.

Ibunya menghela nafas, "Kau yakin tidak apa, nak?"

Sang anak tersenyum, seraya mengangguk pelan menatap ibunya. Pupil mata itu mengecil. Memperlihatkan gigi kelinci disana.

"Ya sudah, ibu tinggal istirahat tidak apa ya? Tunggu hyung mu pulang. Jangan sampai kau yang tertidur duluan." ujar sang ibu.

"Iya, bu."

Sekarang, ibunya sudah masuk ke dalam kamar. Hanya ada sang adik disitu yang masih menunggu kakaknya. Sesekali Jungkook menguap, namun rasa kantuk itu harus ia lawan. Ingin rasanya merebahkan tubuhnya di sofa. Memejamkan matanya sejenak.

Dia bahkan hampir tertidur. Namun, terkejut dan sontak terbangun karena tiba-tiba ada yang membuka pintu rumahnya. Ya, itu Min Yoongi. Kakaknya baru saja pulang. Selarut ini.

"Kenapa belum tidur?" tanya sang kakak.

Jungkook menghela nafasnya kasar, "Apa lagi? Tentu saja menunggu hyung."

"Oh, ya sudah. Aku sudah pulang, tidur sana." perintah kakaknya.

Lagi-lagi Jungkook menguap, "Aku masih ada tugas, hyung. Dan juga ada sesuatu yang ingin ku bicarakan pada hyung."

"Masalah uang lagi?"

Jungkook mengangguk pelan seraya menghela nafasnya kasar, "Ya begitulah. Apa lagi masalah di sekolahku selain uang?"

Yoongi menyusul. Dirinya membanting kepalanya di sofa, tepat disamping sang adik. Menghela nafasnya kasar, seraya mengusak rambutnya frustasi. Pusing, sungguh. Yoongi benar-benar tidak kuat menghadapinya.

Harus bagaimana sekarang?

Mau bekerja sekeras apa lagi dirinya?

Yoongi putus asa. Tidak tahan menjalani semuanya. Tidak sanggup menggantikan posisi sang ayah, seperti yang ia janjikan. Hidupnya selalu susah seperti ini. Tidak ada yang istimewa sama sekali. Yoongi bosan.

Bosan hidup, bosan bertahan, bosan bertahan dengan semuanya. Hidupnya selalu penuh dengan penekanan dan penderitaan sedari dulu. Bahkan, ketika beranjak dewasa hingga sekarang, yang Yoongi tahu hanyalah kerja keras. Miris, bukan?

"Ah! Kenapa sekolahmu itu selalu uang, uang, dan uang? Tidak tahu, sekarang aku sudah pusing begini?" lirih Yoongi.

Jungkook bangkit. Menatap lekat sang kakak sekarang, "Mau bagaimana lagi, hyung? Siapa yang keras menyuruhku masuk di sekolah itu? Hyung kan? Padahal, aku inginnya masuk di sekolah biasa saja. Tapi, hyung selalu memaksaku masuk sana! Sudah tahu kita miskin. Kalau susah, ya jangan memaksa keadaan.."

How To Be Your Girlfriend? [REVISI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang