17 - Freak out

1.2K 208 49
                                    

Play | Halsey - Without me |

Jika ada orang yang benar-benar ngalihin seluruh atensinya kepadamu. Tolong, pertahankan orang itu.

* * *

Zira berdiri dan melangkahkan kakinya dengan cepat meninggalkan Gino yang masih duduk dengan kedua tangan memegang kue.

Air matanya tak tanggung-tanggung menyeruak keluar dengan sangat deras. Hatinya seperti diiris tipis-tipis, tapi bagimana lagi ego-nya masih berkuasa penuh di benaknya.

Ponselnya sedari tadi bergetar, itu pasti telepon dari anggota keluarganya. Mereka pasti sangat khawatir karena sudah tengah malam begini ia masih ada di luar.

Zira duduk di motornya yang terparkir di basement hotel, ia merongoh ponselnya, hendak mematikannya. Tapi layarnya menampilkan panggilan masuk dengan nama Melvin.

Ngapain cowok itu selarut ini meneleponnya?

"Lo ngapain di hotel? Bukannya rumah nenek lo di Kampung Sukasari?" sewot Melvin ketika panggilan terhubung.

Tentu saja Melvin tahu di manapun Zira berada selagi cewek itu membawa ponselnya dengan keadaan aktif. Jangan heran, Melvin sangat melek tentang teknologi. Mungkin juga, ponsel Zira telah disadap oleh cowok itu.

Zira masih enggan mengeluarkan suaranya, ia menahan isakan tangisnya agar Melvin tak mendengarnya.

"Gue udah nyampe Tasik." Samar-samar Zira mendengar suara radio yang menemani keheningan di dalam mobil Melvin.

"Mel." Suara Zira bergetar, ia akhirnya terisak.

"Lo kenapa?"

Mengapa dirinya selalu seperti ini? Kenapa ia selalu tak bisa mengendalikan emosinya?

Ingin sekali ia memaki-maki dirinya sendiri. Mengapa hanya karena Thuska dirinya seperti ini? Mengapa dirinya tak bisa mengeluarkan sepatah kata kepada sahabat kecilnya itu?

Sekecewa itu kah dirinya pada Gino?

Atau

Secinta itu kah dirinya pada Thuska?

"Zira-" panggilan diputus secara sepihak. Cewek itu memasukan ponselnya ke saku celana dengan asal. Tak lama kemudian motornya keluar dari basement hotel.

Sepanjang perjalan, tatapannya sangat kosong, wajahnya pucat. Zira tak peduli sekarang jam berapa, ia tak peduli jika dirinya dirampok oleh preman, setahunya Tasik tak sekeras Jakarta.

Zira sudah berusaha keras menahan air matanya agar tak mengganggu fokus saat berkendara, tapi tetap saja air matanya berlinang. Ditambah lagi angin malam yang berhembus kencang, membuat matanya perih. Kepalanya terasa sangat berat, pandangannya perlahan mengabur.

Hendak menepi, tapi ia terlambat. Suara klakson mobil dari lawan arah terdengar begitu nyaring, disusul dengan suara benturan.

Setelah itu ia tak dapat mendengar ataupun melihat apa-apa lagi.

* * *

Melvin melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, tak jarang ia mengecek ponselnya setiap menit untuk mengetahui titik koordinat posisi cewek itu.

Bukan tanpa sebab ia ketar-ketir seperti ini. Melvin sangat tahu bagaimana karakter cewek itu. Apapun bisa cewek itu lakukan ketika sedang bersedih. Bahkan nyawa cewek itu sendiri sering menjadi taruhannya.

CLASSIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang