Play | Gryffin with Elley Duhe - Tie Me Down |
Tahu, tapi diam.
Baik, tapi munafik.* * *
Cangkir cokelat itu sesekali diseruput oleh cewek bersurai hitam kecokelatan. Mata biru gelapnya menatap lurus, tepatnya ke rumah besar yang berada di seberang sana.
"Bisa kita serius?" setelah sekian lama membisu, akhirnya salah satu di antara mereka membuka suara. Mereka sedang duduk di balkon.
Melvin melirik sekilas cewek di sampingnya, lalu mematikan ponselnya dan menyimpannya di meja kaca.
"Yakin mau diseriusin?" tanya cowok itu, ia mulai menyeruput secangkir kopi yang dari tadi belum ia sentuh.
"Jangan bercanda dulu, Mel. Ini serius." Suara Zira terdengar tegas, ia sudah muak main-main dengan cowok itu.
Melvin menaruh cangkir kopinya, lalu menatap cewek di sampingnya. "Gue dengerin."
Zira mengangkat kepalanya, menatap langit malam yang dilapisi gumpalan awan, tanpa ada bintang. Ia melipat bibirnya ke dalam.
"I'm done." Zira bangkit dari duduknya, pergelangan tangannya langsung ditahan oleh cowok itu.
"Kurang jelas?" tanya Zira. "I'm done, Mel. I'm done with you."
Cengkeraman di pergelangan tangan Zira melonggar. Melvin menatap cewek itu dengan ekpsresi yang sulit diartikan.
"Gue kira lo bakal bahas gebetan gue," ujar cowok itu. Melvin kira cewek itu mengajaknya duduk di balkon untuk meminta penjelasan mengenai gebetan cowok itu, yang tak lain adalah Zira.
"Itu terserah lo mau ngegebet gue, hak lo buat suka sama gue." Zira menarik tangannya dari Melvin. "Tapi lo gak bisa maksa gue lagi."
Melvin berdiri dari duduknya, ia mensejajarkan tingginya dengan cewek itu. "Gue tadi bercanda. Jangan dibawa serius kayak gini."
"Jangan ngelak lagi, Melvin. Gue tau lo. Tiga tahun gue kenal lo." Zira menatap dalam cowok itu. "Dan tiga tahun pula lo nyimpen rasa sama gue, kan?"
"Ngawur lo." Melvin tekekeh.
"Terserah lo mau anggap gue lagi ngelantur." Zira menjeda ucapannya sebentar dan kembali berucap, "Dari kelas sepuluh sampai sekarang lo masih aja bangkunya di belakang gue. Setiap kali ada ulangan, bangku lo gak pernah jauh dari gue, dan lo juga sering ngasih gue contekan. Lo juga diem-diem nyari tau tentang gue dari sahabat-sahabat gue, lo sering ke lapang basket tempat ibu gue jualan. Asal lo tau aja ibu gue selalu ngebangga-banggain lo setiap kali dia pulang dagang. Gue gatau sedeket apa lo sama ibu gue."
"Gue tau dan gue diem dari dulu." Zira menarik napasnya. "Gue selalu mikir, kalo selama ini bukan Om Hendra yang milih gue buat jadi tunangan palsu lo, tapi lo sendiri yang milih gue."
Zira tak berbohong. Ia peka, tapi ia memilih bungkam. Zira tak menunggu Melvin mengungkapkan perasaan secara serius, malahan ia mencari beribu-ribu alasan untuk menolaknya jika suatu saat nanti cowok itu mengungkapkannya.
Dari awal, Zira tahu ini jebakan. Dan Melvin mengambil kesempatan itu. Oke. Zira memutuskan masuk ke perangkap cowok itu untuk menjadi tunangan palsunya. Bukan karena hutang ibunya-C'mon itu alasan yang sangat klasik, tapi itu juga ada sangkutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLASSIC [END]
Fiksi RemajaHaha. Satu kata itu mampu mewakili bagaimana konyolnya hidup ini. Semesta selalu saja memberikan kejutan. Di kehidupan yang penuh drama ini, kita dituntut untuk pandai berakting. Seperti sekarang... Kejutan besar dan sangat klasik sedang menimp...