37 - Dua hati

726 81 47
                                    

Play | Jazz - Penipu Cinta |

Be quite and follow her anywhere.

* * *

Belum sempat Ghea dan Mauren meminta penjelasan mengenai foto yang hari itu ditunjukkan oleh Nidya, sedangkan dua sosok yang ada di dalam foto itu sudah tiga hari tak sekolah tanpa keterangan.

Mereka jadi beranggapan Zira menghilang karena tak mau menjelaskan fakta yang sebenarnya kepada mereka. Padahal tak sepenuhnya dua cewek itu percaya dengan foto itu bisa saja hanya editan semata.

Tak hanya Zira yang hilang. Melvin juga menghilang tanpa keterangan. Membuat kedua cewek itu merasa kalau itu semuanya benar.

Hampir setiap hari chairmate-nya Zira alias Nidya uring-uringan. Cewek itu jadi sensian dan semakin tak tersentuh. Raut wajahnya murung setiap hari. Moodnya semakin turun saat tahu Gino juga sudah tiga hari tak sekolah.

Nidya beranggapan bahwa Gino sakit, tapi setelah mendatangi rumah cowok itu, ia bertemu dengan bunda Gino. Wanita itu menjelaskan bahwa Gino sedang pergi ke luar kota. Fitri tak memberi tahu kota mana yang sedang disinggahi oleh anaknya, padahal niat Nidya akan menyusul cowok itu.

Nidya semakin terperosok ke lubang kegalauan yang tak berujung. Kepalanya pusing karena kebanyakan negatif thinking. Setiap saat ia berpikir bahwa ketidakhadiran Zira dan Melvin ada kaitan erat dengan Gino.

Nidya keluar dari kelas dengan gontai. Di otaknya hanya ada nama Gino, Zira, dan Melvin. Ketiga nama itu yang terus berputar-putar di kepalanya disertai sederet kalimat bahwa mereka sedang bersama dan berada di tempat yang sama.

"Lebay banget lo." Nidya tak tahu suara itu tertuju pada siapa, ia tak peduli.

"Gue aja yang diputusin Melvin, terus dia tunangan sama si cabe gak segitunya. Lah elo baru aja ditinggal tiga hari udah kayak gini. Gimana kalo si Zira bener-bener ngegaet dua cowok itu sekaligus, ya? Mati kali lu." Suara cewek itu kembali terdengar di telinga Nidya.

Nidya berhenti melangkah, ia menatap datar cewek yang dari tadi berceloteh. Sosok Maudy yang selalu tampil cantik dan anggun itu sedang menatapnya dengan bibir pink yang melengkung ke atas.

"Mau lo apa?" tanya Nidya sinis.

Sejak ketiga orang yang selalu dipikiran Nidya hilang, Maudy jadi sering mendekatinya. Setiap hari, tepatnya pulang sekolah Nidya selalu mendengar bacotan cewek itu yang selalu ia abaikan.

"Sakit, ya. Cowok lo lebih milih sahabat lo sendiri," sahut Maudy membuat tubuh Nidya seketika menghangat dengan cepat.

"Lebih sakit ditinggal karena cowok lo tunangan sama cewek lain," balas Nidya sengit.

Maudy tertawa kecil hingga matanya sedikit menyipit. "Sialnya, ceweknya sama."

Nidya berbalik, kakinya mulai bergerak untuk meninggalkan tempat. Buat apa ia meladeni cewek itu? Buang-buang waktu saja.

"Mau kerja sama?" tawar Maudy sambil menyejajarkan langkah mereka.

Nidya terdiam sesaat, menatap cewek itu yang sedang tersenyum licik, tampak mengesankan. Ia kini paham mengapa belakangan ini cewek cantik itu mendekatinya.

"Boleh dicoba."

* * *

"Dari kapan, Co?"

Zira menahan napasnya yang hendak ia keluarkan. Kepalanya diam, tapi matanya bergerak ke sana-sini memikirkan jawaban yang pas.

"Dari kapan apa?" tanya balik Zira, sebenarnya ia tahu maksud pertanyaan yang cowok itu ucapkan.

CLASSIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang