Elena mengayuh sepedanya. Mulai pagi ini, Elena berangkat sekolah dengan mengayuh sepeda.
Menurut Elena, dengan mengayuh sepeda, Elena bisa belajar mandiri.
Alasan lainnya karena Elena sudah bosan pakai mobil. Yang paling penting, Max menyukai cewek mandiri!
Sebenarnya Elena pengen kerja paruh waktu. Tapi gak dibolehin sama Papa.
Pernah waktu itu, Elena iseng kirim lamaran ke beberapa perusahaan. Dan alhasil Papa Raga marah. Ternyata perusahaan itu adalah kolega Papa. Kata Papa Raga, 'Uang jajan kamu kurang? Sampai harus kerja segala?', duh kalau diingat-ingat Elena merinding.
Mau ngelamar jadi pelayan kafe? Huh.... Hampir seluruh kafe di kota ini adalah milik Papa Raka.
Miris kalau seperti ini nasib Elena. Mau berjuang jadi mandiri saja gak bisa. Ketiga Papanya melarang keras Elena untuk kerja.
Diijinkan berangkat sekolah dengan bersepeda. Itu pun karena Elena merengek sama Mama.
Kalau Mama sudah 'bertitah', apa daya ketiga Papa Elena.
Elena terkekeh mengingat betapa kesalnya Papa gak bisa membantah Mama.
"Tolong....."
Elena mengerem sepedanya. Melihat sekeliling.
"Tolong!..."
Elena memarkirkan sepedanya di pinggir. Ia sendiri bergegas mencari sumber suara.
Tidak jauh dari tempat Elena. Seseorang sedang dikeroyok oleh sekitar enam orang.
Orang yang dikeroyok adalah Gema. Sahabat Elena.
"Woi.... Main keroyok aja." Elena melangkah mendekat. Tanpa rasa takut, karena enam orang bertubuh tinggi kekar berbanding dengan Elena yang bertubuh mungil.
"Anak kecil... Jangan ikut campur." ucap salah satu dari enam orang itu.
Mata Elena meredep.
Hal yang paling Elena benci adalah ia dikatai 'anak kecil'. Karena kata itu adalah jarak yang memisahkan ia dan Max.
Mengangkat pandangannya, Elena tersenyum penuh permusuhan.
Jika saja orang-orang ini tidak menyentuh garis dasarnya. Mungkin Elena akan sedikit memberinya belas kasih. Karena sekarang mereka sudah menyinggung hati kecilnya, bersiaplah hancur di tangan mungil Elena.
"Elena... Lari... Pergi..." teriak Gema.
"Tenang saja, Gema. Mereka tidak akan bisa menyakitiku."
Enam orang itu tertawa mengejek Elena.
Elena menarik tangan orang terdekat. Menariknya hingga tersungkur.
Orang berikutnya mendapat tendangan bertubi dari Elena.
Elena selalu bisa berkelit ketika orang-orang itu ingin menangkapnya. Bahkan tidak ada yang bisa menyentuh ujung bajunya.
Tubuh Elena memang mungil. Tapi ia sudah mengantongi sabuk hitam karate.
Setiap serangan yang Elena berikan selalu mengenai titik fital.
Keadaan berubah arah.
Enam orang tersebut sudah tergeletak di tanah. Ada yang memegangi kakinya. Ada juga yang mengerang kesakitan menahan selangkangannya. Ada yang meratapi tangan mereka yang terkilir.
Enam orang tersebut saling melirik. Bersiap mengeroyok Elena.
Beberapa langkah jaraknya. Elena tiba-tiba menjatuhkan diri. Mengerang dan menangis kesakitan.