10

6.1K 252 4
                                    

Trio R mendengarkan cerita dari Gema dan Sarah.

Setiap kata yang mereka dengar, semakin erat kepalan tangan mereka.

"Om... maaf, saya tidak bisa mencegah Elena." sesal Gema.

"Saya juga minta maaf... kekacauan ini karena saya." Sarah menunduk sedih.

Trio R tidak mau bicara. Yang ada di otak mereka hanya bagaiman cara menemukan putri mereka.

Sila sudah menangis tersedu. "Putriku yang manis, Elena..."

---

"Nona Elena..." Max mengusap kepala Elena.

"Hm." Elena berbalik memunggungi. Menarik selimut sampai ke leher. Kembali tidur.

Max menghela nafas.

"Nona... bangun..."

Elena berdecak sebal. "Max... jangan panggil aku 'nona'!"

"Elena..." panggil Max.

Tersenyum, berbalik kembali menghadap Max. Elena menyibak selimutnya dalam sekali gerakan.

Tubuh polos semalam.

Max melotot. Sedetik kemudian berbalik. Muka memerah hebat.

"n-nona... Elena... pakai baju."

Dengan santainya Elena turun dari ranjang. Tersenyum nakal. "Bukankah kamu sudah melihat semuanya, Max?"

Max menggeleng, berusaha menjaga pikirannya tetap jernih.

Meninggalkan Max, Elena berlenggang ke kamar mandi dengan santainya.

---

"Kita ke mana?"

Elena membuka isi dasbor. Mengamati dan menyentuh apa saja yang menurutnya menarik.

"Ini mobil kamu, Max?" tanya Elena lagi.

Mobil yang rapih. Tidak terlalu banyak pernak-pernik. Sangat khas dengan gaya Max.

"Hm." Max tetap fokus menyetir.

"Max... pinjam ponsel kamu."

Max menoleh dan mengernyit, tapi masih mengulurkan ponselnya ke Elena.

"Nomor papa, kamu namain apa? Ohh... aku tahu, pasti 'Tuan Raga'. Harusnya tuh kamu namain Papa Raga. 'kan kamu calon mantu."

Max lebih memilih membiarkan Elena meracau sendiri.

"Papa...." Elena berseru senang setelah telepon tersambung.

"Nena sayang.... kamu di mana?!"

Elena menjauhkan teleponnya. "Papa..."

"Nena... kamu sama Max? Kok bisa? yang culik kamu Max?!"

"Ish... bukan lah Papa..." mengalirlah cerita versi Elena tentang penculikan, yang sedikit dilebih-lebihkan.

---

"Dimana ini?"

Elena mengikuti Max yang sudah lebih dulu keluar dari mobil.

Sebuah rumah sederhana dengan hamparan bunga tulip di pelataran rumah.

"Di sini... tempat dimana aku dibesarkan."

Elena menoleh. Max terlihat seolah sedang mengenang masa-masa kecilnya.

Max kecil tidaklah tinggal di istana megah. Ia hanya tinggal di rumah sederhana ini.

Max meraih tangan Elena. Menariknya mendekat ke rumah sederhana itu.

Sambil berjalan. Max terus menceritakan semua yang pernah ia lalui.

Bagaimana seorang Max kecil akan duduk sendiri melihat matahari terbenam. Atau menikmati makan malam yang dingin sendirian.

"Hidupku tidak sesempurna milikmu, Elena..." Max meremas jemari Elena. Betapa ia sangat gelisah saat ini.

"Max..." Elena meraih pipi Max dengan sebelah tangannya yang bebas.

"Kamu selalu sempurna di mataku, Max ku sayang."

Max memejamkan mata. Menikmati lembut tangan Elena di pipinya.

"Terima kasih Elena." Max tersenyum tulus.

Sedangkan Elena terpesona dengan senyum Max.

Entah siapa yang memulai, atau mereka sama-sama menginginkannya. Bibir keduanya mendekat, saling mengisi kekosongan.

Max menahan tengkuk dan pinggang Elena. Memperdalam ciuman.

Ciuman yang mendominasi dari Max. Bagaimana ciuman itu mengutarakan seluruh isi hati seorang Max. Cinta yang penuh kelembutan. Dalam dan hangat.

Elena menggigil. Air mata meleleh turun ke pipi. Tapi ia tidak peduli, masih terus ingin merasakan bibir Max.

---

"Max?"

Elena rebahan di atas tubuh Max. Tangan Max melingkar erat di perut Elena. Nafas hangat Max bisa ia rasakan di puncak kepalanya.

Setelah ciuman cukup panas di teras rumah. Max melepaskan Elena.

"Max... kenapa tadi tidak kita lanjutkan? Aku mengijinkanmu, Max. Aku ingin dihamili."

"Elena... jangan mulai lagi. Aku tidak ingin lepas kontrol." Max mengeratkan pelukannya. "Aku sudah berjanji akan menjagamu, Elena. Jadi jangan pancing aku lagi, tolong."

Elena berbalik menghadap Max. Tangan bertumpu di dada bidang Max.

"Max... katakan... katakan semua isi hatimu." Elena memohon.

Max menatap mata Elena.

Mengambil rambut di pelipis Elena yang berantakan. Menyelipkan ke belakang telinga Elena.

Mendekatkan keningnya ke kening Elena.

"Aku mencintaimu, Elena." ucap Max.

"Katakan lagi Max..."

Elena tidak ingin menangis. Elena ingin terus menatap mata Max.

"Aku mencintaimu."

"Lagi... Katakan lagi..."

"Aku mencintaimu."

"Sekali lagi..."

"Aku sangat mencintaimu, Elena."

"Hiks....Max..." Elena tersedu, menangis.

Cinderela?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang