Elena tersenyum puas.
Akhirnya ia bisa menyelesaikan roti yang ia buat sendiri.
Membungkusnya dengan rapih. Tinggal membawa ke tempat Max.
---
Apartemen mewah di tengah kota.
Elena membuka pintu dengan mudah. Kode apartemen sudah ia hafal. Karena memang, Elena sering main ke tempat itu.
Kaki Elena melangkah sangat pelan. Berniat memberi kejutan.
Berdiri di depan pintu kamar Max. Elena menarik knop pintu.
---
Dunia Elena seolah runtuh.
Di depannya.
Max sedang bergumul dengan jalangnya. Mencipta erangan penuh kenikmatan.
"Aaahhh...."
"Hmmm... Ohhh..."
Elena mematung. Air mata sudah meluruh jatuh.
"Max..." lirih Elena.
Max menoleh. Mata mereka bertemu.
Max terkejut dengan kedatangan Elena. Detik mereka melakukan kontak mata. Detik itu juga penis Max langsung ciut. Hilang semua hasratnya.
"Kalian selesaikan. Aku tunggu di ruang tengah." Elena ingin memaki. Elena ingin mencaci.
---
Max mengusir jalangnya.
Menghampiri Elena.
Canggung. Tidak ada yang mau bicara.
Max bingung. Kenapa harus dirinya merasa bersalah?
"Maaf..." baru kali ini Max meminta maaf.
Elena tersenyum tapi tidak dengan matanya.
"Selamat ulang tahun, Max."
Elena menyerahkan kotak kue ke tangan Max. Mengecup sebelah pipi Max.
Dan pergi.
Yah... Elena tidak bisa berpura-pura baik-baik saja lebih dari ini.
Elena tersakiti. Hatinya sakit. Cinta yang selalu ia perjuangkan tidak pernah bersambut.
---
Setelah kepergian Elena.
Max hanya duduk bengong memandang kue yang dihias cukup berantakan. Terlihat tidak rapih.
Max memotong kue itu. Memakannya potong demi potong. Sampai tak bersisa.
"Elena..." Max menyandarkan tubuhnya ke belakang. Kepalanya menengadah. Sebelah tangannya menutupi matanya.
Tidak ada yang tahu bahwa sekarang air matanya meluruh keluar.
Elena terlalu baik. Sedangkan Max adalah jelmaan iblis penuh dosa.
Elena adalah cahaya. Selalu membawa kehangatan. Sedangkan Max adalah kegelapan.
Dari segi manapun tidak ada kecocokan.
Max tidak akan pernah membiarkan Elena jatuh dalam dunianya yang suram.
Max menghapus air matanya kasar. Kembali ke kamar.
Di dalam kamar. Berdiri di depan lemari pakaian. Max mendorong lemari yang cukup berat, hingga tercipta sebuah pintu.
Ruang rahasia.
Di dalamnya ada berbagai macam barang.
Semua itu adalah nbarang-barang pemberian Elena untuk Max. Mereka tersusun rapih.
"Elena..." disinilah tempat Max menyimpan seluruh rahasianya.
---
Elena berlari dari gedung apartemen Max.
Sampai di depan. Sopirnya sudah menunggu.
"Non Elena kenapa?"
"Max membuatku menangis. Katakan sama Papa." Elena mengusap ingusnya. Biarkan ketiga papanya tahu. Biar Max diberi pelajaran.
"Bawa aku ke danau tempat biasa, pak Asep."
"Non Elena gak akan bunuh diri 'kan"
"Ish ya nggak lah. Aku cuma mau ke tempat lebih tenang itu aja."
"Baik Non."
---
Sesuai dugaan Elena. Pak Asep melapor ke ketiga papa Elena.
Trio R mendatangi Max.
"Ada apa tuan?"
"Selama ini kami membiarkan kamu bersikap sesukamu." ucap Raka.
"Elena menangis." Raga menatap Max penuh sesal.
"Itu adalah kesalahan terbesarmu." Riki menerjang Max. Meraih kaos Max. Memberi pukulan ke rahang Max, hingga sudut bibirnya berdarah.
Belum cukup. Raka dan Raga bergantian memukulnya.
Max hanya diam. Ia butuh ini. Biarkan rasa sakit menghukumnya.
"Bawa dia ke rumah sakit." ucap Raga.
Max babak belur. Kaki patah, tulang rusuk juga. Wajah yang sudah tidak bisa dikenali.
Riki mencibir, tapi masih membantu Raka membawa Max.
---
Sebuah danau.
Elena duduk di tepi. Menghela nafas. Kadang tangannya melempar kerikil ke air danau.
Elena kembali merenung.
Haruskah ia berhenti mengejar Max?
Huhh.
Kembali melempar kerikil ke danau.
Berhenti?
Elena terkekeh mengejek diri sendiri.
"Hiks... Kau jahat Max!"
"Nona muda dari keluarga Pradiga. Menangis menyedihkan. Tidak akan pernah ada yang menyangka."
Elena menoleh ke samping. Di sana berdiri seorang cewek cantik. Berpakaian sederhana. Memegang sebuah sapu.
"Kau?" Elena menunjuk cewek itu.
Cewek itu adalah kakak kelas Elena. Dia adalah gadis sederhana setahu Elena. Dengan paras yang teramat cantik, menjadikan gadis lain iri padanya.
Elena ingat. Karena memang wajah cewek itu sangat mudah dikenali.
Melihat cewek itu membawa sapu. "Kau sedang apa?" tanya Elena.
"Tentu saja bekerja." ucap cewek itu. Dia bekerja paruh waktu menjadi petugas kebersihan. Malam hari ia juga harus bekerja di sebuah kafe sebagai pelayan.
Elena tentu tidak akan mengerti bagaimana menjadi 'orang miskin'.
"Oh... Siapa namamu?" tanya Elena.
Cewek itu menatap Elena cukup lama, seolah ragu. "Sarah... itu namaku." setelah itu dia pergi.
Elena mengernyit bingung. Sesaat tadi Elena merasakan kalau Sarah membencinya?
---
Elena pulang disambut ketiga papanya dan Mama.
"Darimana, sayang?" Sila mengelus kepala Elena.
Elena memeluk Sila.
"Tidak Ma... Boleh Elena minta segelas coklat hangat?"
"Tentu sayang. Tunggu di sini, kau akan dapatkan coklat hangatmu segera."
"Terima kasih Ma..."
Trio R tidak mengungkit masalah Max. Mereka tahu, putrinya pasti sedang tidak ingin bicara tentang manusia brengsek itu.
---
Di rumah sakit. Ruang VIP. Terbaring Max masih tak sadarkan diri.
Wajah terbalut perban. Sebelah kaki yang di gips.
Inilah yang ia dapatkan karena berani membuat Elena menangis.