Ponsel Max berdering ditengah rapat.
Raga, Raka, Riki dan benerapa orang lainnya menatap ke arah Max.
Saat ini sedang rapat persiapan pembangunan sebuah resort baru.
"Dari Elena, Papa..." Max meringis.
Raga melambaikan tangan. Angkat saja jika itu dari Elena.
---
Max dan trio R berlarian di sepanjang koridor rumah sakit.
Max menerima telepon di tengah rapat tadi. Dikabarkan bahwa Elena akan melahirkan. Trio R dan Max berlari keluar, bahkan tanpa sempat membubarkan rapat.
Sila dan Sarah berdiri di depan ruang persalinan.
"Bagaimana Elena?"
"Masih di dalam."
Berulang kali menatap pintu ruang persalinan. Jantung mereka berpacu menunggu.
Begitu mendengar tangis bayi. Mereka bernafas lega. Bahkan Max reflek mendekat ke pintu.
---
Dua bayi mungil. Laki-laki.
Askara Raskal.
Alaska Raskal.
Max menatap sekilas pada dua anaknya. Lebih memilih untuk mendekat ke Elena yang masih terbaring lemah. Menghujani seluruh wajah Elena dengan ciuman penuh terima kasih.
Terima kasil Elena karena melahirkan cintanya.
Terima kasih untuk selalu bertahan di sisinya.
"Terima kasih sayang."
"Kamu tidak ingin menggendong anakmu?" Elena berkata lemah.
Si kembar sedang digendong oleh kakek mereka.
Max memeluk Elena. "Biarkan mereka dengan kakek dan neneknya."
Elena mendengus.
---
Awal-awal mengurus bayinya, Elena kewalahan. Bahkan ketika si bayi menangis Elena justru ikut terisak.
Beruntung Max dan Sila tidak ikut panik. Ada juga Sarah dan trio R ikut membantu.
Dua bulan pertama Elena dan si kembar tinggal di rumah Sila dan trio R.
Bulan ketiga Elena kembali ke rumah Max.
---
Empat bulan usia si kembar.
Elena membaca sebuah buku cerita di depan dua boks bayi.
Si kembar, Aska dan Alaska, tertawa setiap kali Elena memasang wajah lucu.
Pemandangan ini adalah yang dilihat Max ketika pulang.
"Oh... Ayah udah pulang." Elena berdiri begitu menyadari keberadaan Max. Berlari seperti anak kecil menghampiri Max. Melompat ke peluka Max seolah ia koala.
"Besok si kembar akan dijemput neneknya, menginap semalam di rumah utama." bisik Max tepat di depan bibir Elena.
---
Si kembar di bawa ke rumah kakek neneknya.
Tinggallah Max dan Elena berdua.
Max menatap Elena yang hanya diam nonton tv.
"Kenapa Max?" tanpa mengalihkan tatapan dari tv.
Max berdecak sebal. Engangkat Elena dalam gendongan dengan mudah.
"Max! Lepas!" Elena memukul dada Max.
"Kamu sudah mengacuhkanku selama satu jam, Nena."
Elena memutar matanya jengah. "Lalu?.... Kamu mau apa membawaku ke kamar?"
Max menyeringai, "Membuat adik untuk si kembar."
Max gila. Si kembar baru Empat bulan.
Elena berjuang melepaskan diri. Tapi sia-sia. Elena masih kalah dan pasrah.
Tangan Max gemetar ketika membuka kancing baju Elena. Beberapa kali tergelincir dan gagal.
Ini terjadi setiap kali Max akan 'menjarah' Elena. Karena terlalu takut akan menyakitinya.
Sama-sama telanjang.
Elena telentang. Dadanya naik turun. Bibirnya terbuka menghirup udara yang terasa panas.
"Max..." desah Elena.
Max menatap mata Elena. Mereka sama-sama mendamba.
"Aku merindukanmu, Nena..." Max mengendus dagu Elena. Menjilat setiap inci rahang halus sang istri.
"Ssshhhh...." Elena memejamkan mata. Merasakan sensasi panas melingkupi kedua payudaranya.
Max meremas kuat. Memelintir puting kemerahan Elena.
"Oh... Max percepat." Elena menggesek kedua pahanya. Terasa gatal dan becek.
Max merangkak naik. Menghembuskan nafas ke telinga kiri Elena.
"Sabar sayang..."
Mengulurkan lidah. Menjilat daun telinga dan mengulum.
Elena semakin menggeliat. "Ahh...Max..."
Elena mengangkat kedua kakinya, melilit ke pinggang Max. Bergerak menggesek penis Max.
"Hmmm..." Max menggeram. Menarik kepalanya, menatap Elena. "Kamu nakal sayang."
Elena menarik Max mendekat. Berbisik di depan bibir, ketika ia bicara bibirnya menyentuh bibir Max.
"Kamu suka." Elena semakin keras menggesek penis Max.
Keduanya kembali berciuman. Saling mendominasi. Beberapa kali Elena memohon untuk dilepaskan karena kekurangan oksigen.
Max membiarkan sesaat sebelum menyerang kembali dalam ciuman panjang.
"Aahhhh.... Maxhhh..." Elena menengadah. Punggung melenting ke atas hingga payudaranya menjulang tinggi. Kedua tangan terentang meremas seprei kuat-kuat.
Max memainkan jarinya di vagina Elena. Memijit klitoris, menarik dan memelintir. Membuat Elena semakin meracau.
Wajah Elena merah padam. Bahkan tubuhnya juga memerah.
Puas mengamati Elena yang menahan gairah. Max mencelupkan dua jari masuk ke vagina Elena.
"Aaahhhh...."
Max menarik jarinya keluar.
Elena tersentak kecewa. Dia hampir 'datang'.
Max terkekeh. "Jagan menatapku seperti itu sayang." Max mengecup kening Elena. "Aku ingin kamu terpuaskan dengan penisku, bukan jariku."
Max memposisikan penisnya di depan vagina Elena. Mendorong dengan sekali sentakan.
"Beri aku seorang putri, sayang." Max menarik penisnya hampir keluar sepenuhnya, menyisakan kepala penis, mendorongnya lagi. Tarik. Dorong.
"Aahhh.... Ohhhh.... Shhh...Max... Pelahn..."
---
Desahan terus mengalun. Kedua tubuh saling terjalin erotis. Keringat melumuri tubuh mereka. Tidak ada yang merasa lelah. Keduanya justru bergerak semakin tak terkendali.
Fajar sudah menyingsing. Keduanya masih terjalin. Max medorong pinggulnya terus menumbuk vagina Elena. Sedangkan Elena menyambunya dengan desahan.
"Max..." suara Elena serak berteriak semalaman.
Max bergumam menyahut. "Hampir sampai."
Elena tidak tahu kapan Max selesai. Teriakan terakhir membawa gelombang orgasme dan Elena pingsan setelahnya.