Max berjalan di belakang trio R. Lebih tepatnya ketiga ayah mertua.
Ya... akhirnya Max dan Elena resmi menikah pagi tadi.
Tidak ada kesulitan selama persiapan pernikahan. Bahkan meminta restu pada trio R, yang Max kira akan sangat sulit, nyatanya trio R justru yang mendesak pernikahan dilakukan segera mungkin.
Satu minggu. Waktu yang diberikan trio R untuk Max mengurus semuanya.
Selama satu minggu Max harus berpisah dari Elena. Baru bertemu di atas altar.
Setelahnya, trio R langsung mengatakan ingin 'bicara'.
Di sinilah sekarang Max berada. Sebuah ruangan. Sangat akrab untuk Max. Ruangan ini adalah ruang kerja Raga. Tempat paling sering Max datangi.
Trio R melempar masing-masing sebuah map.
Melihat itu, kepala Max seolah mulai berasap.
"Ini kepemilikan beberapa perusahaan, ada kafe, dan juga beberapa hotel. Mulai sekarang kau akan mengelola mereka." ucap Raga.
Max menghela nafas. Tahu hal ini pasti terjadi.
"Tuan...." panggil Max, tapi langsung dapat pelototan tidak suka dari trio R.
Berdeham, Max memperbaiki panggilan, "Papa..."
Trio R mengangguk puas.
"Saya ingin membawa Elena tinggal di rumah saya. Meski kecil, tapi rumah itu adalah rumah yang dibeli dari hasil kerja keras saya."
Max menatap trio R terlihat enggan.
"Elena adalah istri saya. Menafkahi Elena menjadi tanggung jawab saya. Ada beberapa usaha kecil yang saya punya, meski tidak sebesar uang jajan yang kalian berikan, tapi saya tidak akan membuat Elena menderita."
"Kamu ingin membawa kabur anak dan cucu saya?!" Riki menggebrak meja.
"Saya tidak membawa kabur Elena."
Raka menarik Riki kembali duduk. Mengingatkan untuk tetap tenang.
"Kita tanya Elena saja. Dimana ia ingin tinggal, maka kita tidak akan memaksa." ucap Raka.
---
Hati Max hampir jatuh karena khawatir.
Elena berlari menghampirinya.
"Elena.... pelan... kamu lagi hamil."
Pluk.
Elena tertawa begitu Max menangkapnya dalam pelukan.
"Hehehe.... Aku lupa." kilah Elena. "Max...."
"Hm?" Max mengusap kepala Elena. "Apa?"
"Aku ingin makan asinan."
Max menangkup kedua sisi pipi Elena. Menatap mata bulat cantiknya. "Aku cari sekarang." Max senang.
---
Butuh dua jam untuk mendapatkan asinan yang diinginkan Elena.
Max membawa dalam pelukan. Sangat hati-hati.
"Elena..." panggil Max.
Langkah Max terhenti. Dilihatnya Elena sedang duduk dikelilingi ketiga papanya.
Ada dua mangkok bakso. Satu sudah habis, satunya tinggal setengah dan sedang dimakan oleh Elena.
Max melirik asinan di tangan. Beralih melihat dua mangkok bakso. Manatap Elena yang terlihat puas dengan bakso yang dimakan.
"Elena... asinan ini..."
"Aku kenyang Max, kamu makan sendiri ya?"
Dua jam yang Max habiskan untuk mencari asinan. Sia-sia.
Kejadian seperti ini bukan hanya sekali dua kali. Yang pasti entah kenapa ketiga papa Elena selalu selangkah di depan Max.
"Rumah kita sudah siap, besok kita pindah."
---
Kehidupan Max dan Elena berjalan harmonis. Setiap perkembangan si kecil juga baik.
Hanya saja, ketika usia kandungan Elena delapan bulan, Max menjadi teramat sangat sibuk. Selalu pulang diatas jam delapan malam. Kadang pulang lewat tengah malam.
Elena sering mengingatkan Max untuk memperhatikan kesehatan dirinya sendiri juga.
Seperti malam ini, jam sudah menunjukan satu dini hari. Max belum pulang.
Elena dengan perut besarnya menunggu di ruang tamu. Di sebelahnya ada Sarah yang duduk sambil menahan kantuk.
"Elena, kita tidur ya? Ayah pasti pulang." bujuk Sarah.
Elena menggeleng. Tangannya mengusap perut buncitnya.
"Tidak Sarah. Aku harus bicara dengan Max."
Satu jam kemudian. Max pulang.
Max masuk menenteng jas. Kemeja puyihnya sudah digulung hingga sebatas siku. Rambutnya tidak tertata serapih ketika berangkat. Dasi menggantung longgar. Yang paling membuat Elena sedih adalah kantong hilam di bawah mata Max. Jelas Max sangat lelah.
"Max..."
"Kita bicara besok Elena..."
"Kita bicara sekarang! Kamu pasti berangkat pagi besok."
Tes.
Air mata meluruh jatuh.
"Max berhenti menyiksa tubuhmu. Kamu butuh istirahat." Elena mengusap pipi Max. Bahkan tulang pipi terlihat jelas. "Kamu masih manusia Max."
"Aku tidak apa Elena." Max memeluk Elena, sedikit sulit karena terhalang perut besar Elena.
"Kamu tidur saja Sarah." pinta Max.
Sarah mengangguk dan pergi ke kamarnya.
Selama beberapa bulan terakhir Max harus mengurus semua perusahaan yang diserahkan Raga waktu itu. Tanggung jawab Max sebagai pewaris kerajaan juga tidak bisa dilepaskan begitu saja. Jadilah Max mengurus keduanya bersamaan.
Tapi mulai besok Max akan menyerahkan kerajaan Denmark ke paman William. Karena pamannya itu sudah kembali dari komanya.
"Kamu harus istirahat Elena, jangan menungguku pulang lagi."
Elena mencubit perut Max. Melapaskan pelukan.
"Kamu tidur di kamar tamu." titah Elena.
Max membulat, menggeleng. Meraih tangan Elena yang sayangnya langsung ditepis.
"Sayang.... Elena sayang... Nena..."
Bagaimana Max bisa istirahat kalau tidak memeluk tubuh istri tercintanya.