Elena berdiri di depan pintu apartemen Max.
Sedikit takut untuk masuk. Banyak kenangan buruk terjadi di tempat ini.
Hari ini Elena memberanikan diri untuk menemui Max.
"Lagian Max gak keliatan tiga hari ini. Ditelepon gak mau angkat." Elena menggerutu sambil memasukan kode apartemen Max.
Klik!
Elena bernafas lega. Kode nya belum diganti.
Begitu masuk. Apartemen sepi.
"Apa Max gak di sini ya?"
Elena mengedarkan pandangan. Memeriksa setiap ruangan.
"Ya Tuhan." Elena terkesiap.
Mendekat ke sisi ranjang di kamar Max.
"Max?" Elena menepuk pipi Max. Membangunkan lelaki itu.
Max terduduk di lantai, dengan kepala terkulai di ranjang. Ia tidur atau pingsan? Elena masih mencoba membangunkan.
"Hm." Max mengerutkan keningnya.
"Max bangun! Ya Tuhan... tubuhmu panas banget." Elena menarik Max, merebahkan tubuh besar ke kasur dengan susah payah."Elena..." ucap Max lirih. Bahkan kedua matanya masih terpejam.
"Aku di sini."
Elena panik. Di carinya obat penurun demam di kotak persediaan obat milik Max. Beruntung masih ada obat penurun panas.
Membantu Max minum. Elena memastikan Max meminum dengan benar.
"Elena?" Max membuka matanya sedikit.
"Aku telepon dokter ya? Badan kamu panas banget."
Max menarik rangan Elena hingga terduduk kembali.
"Tidak perlu. Tetap di sini."
---
Elena tidur dengan posisi duduk. Punggung bersandar di kepala ranjang. Sebelah tangan terus dipegang erat oleh Max sepanjang malam.
Pagi hari. Elena bangun.
Max masih tertidur.
Setelah memastikan suhu tubuh Max turun. Elena ke dapur menyiapkan makanan.
Jangan bayangkan Elena memasak bubur. Elena sama sekali gak bisa masak. Jadi ia hanya memesan bubur take out. Menatanya ke pering.
"Max... bangun."
Tidak susah membangunkan Max.
"Makan dulu ya?" Elena meletakan mangkok bubur ke nakas. Membantu Max untuk duduk.
"Ngapain nona di sini?"
Elena melirik Max. Kemudian mengambil mangkok bubur. Mengaduk-aduk.
Max diam menunggu Elena menjawab pertanyaannya.
"Kamu gak ingat?"
Max menggeleng.
Elena tersenyum nakal. "Semalam.... kita melakukannya."
"Melakukan apa?" Max melotot. Sialan ia benar-benar tidak ingat.
"Hahaha.... kamu takut banget sih? Kalau diingat-ingat, kenapa aku gak lakukan aja semalam? 'kan kamunya lagi lemah gitu. Gak menyebalkan seperti sekarang."
Max bernafas lega. Setidaknya ia tidak melakukan hal gila dengan nona mudanya.
"Makan dulu... Aaaa..." Elena mengangkat sendok ke depan mulut Max.
"Aku bisa makan sendiri." Max mengambil sendoknya, tapi masih kalah cepat dengan Elena.
"No no.... Aku mau suapin kamu."
"Nona..."
"Diam Max!"
Max menatap kesal pada Elena. Menghela nafas. Membuka mulutnya. Menerima suapan dari Elena.
"Nah... Kalau nurut gini 'kan tambah cakep."
"Nona..." Max memprotes. Kupingnya memerah. Berharap Elena tidak melihatnya.
Elena terkekeh.
---
Sore hari suhu tubuh Max sudah kembali normal. Berkat perawatan penuh kasih dari Elena.
"Saya antar pulang, non Elena."
Elena yang masih duduk di sofa ruang tengah. Sedang menonton tv. Reflek menoleh ke Max yang sedang berdiri.
Elena hampir lupa. Bahwa kebahagiaan sesaat ini sudah berakhir.
"Max... boleh aku minta sesuatu? Sebagai ucapan terima kasih karena sudah merawatmu?"
Max ragu, mengangguk kemudian.
Elena berdiri di depan Max. Mengalungkan kedua tangannya ke leher Max. Sedikit berjinjit.
Menatap kedua mata Max.
"Cium aku, Max." bisik Elena penuh keputusasaan.
Max gamang. "Tidak, nona."
Elena Tersenyum, "Aku tahu kamu akan mengatakan itu, Max. Karena itu... biar aku yang menciummu."
Detik Elena selesai mengatakannya. Bibir mereka sudah bertemu.
Elena memejamkan mata. Menggerakkan bibirnya menyesap bibir atas Max.
Lama Elena mencium bibir Max. Dan Max tidak pernah membalasnya.
Hati Elena retak. Pelahan Elena melepaskan bibirnya, membuka mata dan bertemu dengan manik mata Max.
"Maaf..." ucap Elena. Ia melepaskan kedua tangannya. Berbalik memunggungi Max.
"Seharusnya aku tidak memaksa." Elena mengusap ujung matanya. Entahlah, penolakan Max terlalu menyakitkan kali ini.
Tap!
Max membalik Elena. Meraih tengkuknya. Melumat bibir Elena.
Elena membulat.
Ciuman Max tidak lembut. Tidak juga kasar. Setiap pagutannya, menghisap bibir Elena kuat. Lembut dan tegas.
Tangan Max menekan kuat tengkuk Elena. Memperdalam ciumannya.
Berusaha keras menjaga tangannya untuk tidak turun ke bawah.
Max menelusupkan lidahnya ke dalam mulut Elena. Menggoda lidah lembut Elena.
"Hmmm..." Max menggeram. Mulut Elena sangat manis.
Max kehilangan semua akalnya. Yang ada sekarang ia ingin terus menikmati bibir Elena. Menghisap dan menyesap.
Elena memukul dada Max. Ia butuh nafas.
Max melepaskan bibir Elena.
Mengamati bagaimana Elena membuka mulutnya menghirup udara rakus.
Pipi merona merah. Bibir sedikit bengkak. Dan mata yang meredup sayup.
Max mengagumi pemandangan indah di depannya.
Tangan Max kembali mendorong Elena mendekat.
Sekali lagi memagut bibir Elena.
"Max..."