"Siapa anda?"
Kristal tersenyum, "Saya Kristal, kekasih Maxim." ucapnya bangga.
Elena mengangkat kedua alisnya, "Anda mengaku sebagai kekasih Max?, saya juga ingin mengatakan, kalau saya kekasih Max."
Elena mencibir. Mau memecah belah ia dan Max? Tidak tahu saja, bahkan kalau wanita ini mengaku sebagai istri Max, Elena akan tetap mengejar Max.
Kristal mengetatkan rahangnya. Sialan, ia kira Elena hanya gadis kecil.
"Kamu tahu, seminggu ini Max ada di mana?" Kristal tersenyum bangga.
"Well... kami menghabiskan satu minggu yang panas. Bagaimana Max menggeram puas setiap kali ia 'datang'."
Elena masih tersenyum. "Sudah selesai bicaranya?"
Kristal semakin kesal. Merogoh sesuatu ke dalam tas. Melempar ke depan Elena.
Beberapa lembar foto tersebar.
Elena menghela nafas. Terlalu capek mengikuti permainan wanita aneh ini.
Berdiri meninggalkan Kristal yang masih tercengang atas reaksi Elena.
---
Elena hanya gadis kecil yang memiliki hati rapuh.
Siapa bilang ia tidak ter profokasi?
Di depan Kristal. Elena berusaha untuk setenang mungkin. Agar saingannya tidak menganggapnya lemah.
Begitu menghilang dari hadapan Kristal. Elena meluruh, jongkok menyembunyikan wajahnya.
"Hiks... Max..." sekarang ia tahu kemana perginya Max seminggu ini.
---
Kristal kembali mendatangi Max.
"Mau apa lagi?!" kali ini Max tidak akan jatuh ke dalam jebakan wanita licik, Kristal.
"Hanya berdagang." Kristal menyerahkan sebuah 'tab'.
Max menerima. Ada video di dalamnya.
Sarah di dalam sebuah ruangan. Ada empat orang mengelilingi dengan pistol laras panjang.
Jelas niat Kristal adalah mengancam Max.
"Aku tahu Sarah sangat berharga untukmu. Kamu juga tahu, kalau aku wanita yang 'nekat'? Aku tidak peduli dengan nyawa orang lain jika mereka tidak cukup berharga."
"Apa maumu?!"
Kristal terkekeh. "Cukup simpel. Datang ke gereja besok."
"Kau juga boleh mencoba untuk melarikan diri. Hanya saja mungkin aku tidak akan puas hanya dengan satu nyawa. Gadis bernama Elena bisa saja aku bunuh saat itu juga."
---
Elena menatap Max yang hanya diam sejak ia pulang.
"Max?" Elena menyentuh pundak Max. Menggoyangkan ketika tidak ada sahutan.
"Elena?" Max tersentak kaget.
"Kamu kenapa, Max?"
Max menggeleng. Ditatapnya wajah Elena.
Sudah berapa kali ia menyakiti gadis kecilnya?
Berapa kali Elena menangis karena kecewa?
Haruskah Max mengecewakan Elena lagi?
Kenapa sulit sekali untuk mereka bersatu? Seolah alam bahkah berusaha memisahkan mereka.
"Aku mencintaimu, Elena." bisik Max.
---
Elena tahu ada yang tidak beres dengan Max.
Ada yang sedang Max sembunyikan.
Max menghilang lagi. Sejak pagi buta, ketika Elena terbangun,tidak mendapati Max di sisinya.
Elena takut.
Mencari Max di tempat biasa mereka kunjungi. Tempat-tempat yang mungkin Max datangi.
Tidak ada.
Sampai satu pesan dari nomor tak dikenal.
'Jika ingin bertemu Maxim. Gereja klasik jalan utama.'
Meski ragu, Elena datang. Setidaknya memastikan Max akan baik-baik aja.
Gereja terlihat semarak. Ada hiasan bunga putih di beberapa sudut.
Elena melangkah kaku.
Membuka pintu tinggi. Elena bisa melihat bahwa dekorasi di dalam ruangan lebih semarak.
Putih mendominasi. Indah.
Elena tidak bisa melangkah lebih jauh. Kedua kakinya terpaku. Air mata sudah meluruh jatuh menuruni pipi.
Di ujung sana. Di depan Altar.
Ada Max berjas mahal. Berdiri berhadapan dengan seorang wanita yang Elena tahu bernama Kristal.
Dua orang itu saling bertukar cincin. Setelah itu mereka berciuman.
Elena memalingkan wajah.
Max menikah?
Elena mungkin pernah mengatakan bahwa ia tidak peduli jika Kristal adalah istri Max. Maka ia akan tetap mengejar cinta Max.
Tapi sejujurnya. Ketika Max menikah..... maka saat itu adalah waktu untuk Elena berhenti.
Berhenti mencintai Max.
Elena melangkah menjauh. Meninggalkam gereja dan segala perjuangannya.
'Selamat tinggal, Max.'