Wanita dengan rambut berwana merah mengetuk sebuah pintu.
Max yang sudah hampir tidur mendengar ketukan di pintu hotel yang ia tempati.
Baru pagi tadi Max sampai di Spanyol. Begitu landing, Max langsung mengurus perusahaan tuan Raga. Menghadiri rapat yang cukup alot.
Berkat kecakapan Max, rapat selesai dengan keputusan yang menguntungkan pihak perusahaan Raga.
Setelah itu. Max harus mengikuti jamuan makan.
Baru satu jam lalu. Max bisa merebahkan tubuhnya di kasur.
Tapi sekarang, entah tamu dari mana yang mengganggu istirahatnya.
"Siapa?" Max menatap wanita di depannya.
Wanita berambut merah tersenyum. Menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Tersipu malu melihat Max yang hanya mengenakan celana boksernya.
"Saya Gress.... Saya datang atas permintaan tuan Squid."
Max mengernyit. Wanita di depannya berbicara sangat pelan setengah mendesah.
"Masuk." Max membuka pintu lebar. Mempersilahkan wanita itu masuk.
Jelas bahwa wanita itu datang dengan tujuan tertentu. Ingin merayu Max? Hahahaa.... Dia berhasil.
Max berjalan di belakang Gress. Mengamati pantat yang berlenggok menggoda.
"Tuan?..." Gress menoleh. Mendapati Max yang berdiri sangat dekat.
"Max... panggil saja Max."
Max menarik pinggang Gress. Sebelah tangannya meremas pantat yang sedari tadi menggodanya.
"Max... Kau sangat manis." Gress tersenyum senang. Meraba dada polos Max.
Max terkekeh. Mendekatkan bibirnya ke telinga Gress. Menghembuskan nafasnya lalu menjilat kuping Gress.
"Kita lihat.... apa kau akan terus mengatakan kalau aku pria 'manis'?"
Max mengangkat tubuh Gress ke pundaknya. Posisi kepala di bawah. Membanting ke atas kasur.
Gress membulat melihat Max memainkan sebuah tali. Ia reflek mundur menjauh.
"Max?"
"Mau mundur?, kau datang kemari untuk melayaniku 'kan? Kalau gitu lakukan."
Selesai mengatakan itu. Max mengikat kedua tangan Gress. Menutup matanya dengan kain hitam.
Mengambil gunting. Menggunting seluruh pakaian Gress.
"Max?..."
Max melepas celana boksernya. Mengocok penisnya sendiri. Memasang pengaman.
Bles!
"Aaaa!!!" Gress tegang. Ia kesakitan. Penis Max masuk tanpa peringatan. Tanpa persiapan.
Detik ini Gress menarik semua kata-katanya tentang Max.
Max tidak manis.
Max adalah iblis.
"Ampun... Tolong lepas..."
Max tidak mempedulikan. Ia terus menggenjot pinggulnya. Meraih kenikmatan sendiri.
Gress manangis kesakitan. Meski ia mendesah. Seluruh tubuhnya sakit. Bahkan vaginanya mengeluarkan darah karena Max sangat brutal.
"Sudah.... Ampun... Cukup Max."
Gress berakhir pingsang.
---
Max berpakaian kembali. Jas lengkap.
Melepas ikatan di tangan Gress. Max menatap Gress yang masih pingsan. Tanpa rasa kasihan. Max melempar setumpuk uang. Dan pergi.
Raut wajahnya datar. Orang tidak akan bisa menebak apa yang Max pikirkan.
Max mendatangi resepsionis. "Beri aku kamar baru."
---
Di rumah Pradiga.
Elena mondar-mandir memegang ponselnya.
Berulang kali menghubungi Max. Tapi tidak diangkat.
"Kamu kemana, Max?"
Elena menggigit jarinya. Max jauh di Spayol. Dan Elena tidak tahu apa yang Max lakukan malam-malam gini?
Max lelaki dewasa. Apa yang dilakukan orang dewasa?
Elena menggeleng. Mengenyahkan pikiran negatifnya.
Mencoba menghubungi Max sekali lagi.
"Ya?"
Hampir saja Elena menjatuhkan ponselnya.
"Max? kau belum tidur?"
"Harusnya itu pertanyaan saya. Nona belum tidur?"
Elena menggeleng.
Sedetik kemudian ia menepuk jidat.
Bodoh!
Mana mungkin Max bisa melihatnya menggeleng.
"Tidak. Aku tidak bisa tidur. Kau sedang apa Max?"
"Sedang tidur."
Elena menggigit bibirnya, "Tidak ada wanita lain 'kan?"
Tidak ada jawaban dari Max.
Elena bingung.
Max memanggil melalu video.
Elena mengangkat. Melihat wajah Max di layar ponselnya.
"Tidak ada wanita lain." ucap Max.mengedarkan ponselnya ke seluruh kamar hotelnya.
Elena tersenyum lega.
"Selamat tidur Max. Aku mencintaimu."
"Hm."