Falco Yang Selalu Ada

8 0 0
                                    

Kinara melangkahkan kakinya menyusuri taman kota. Sore ini sepertinya dia ingin menghirup udara yang segar. Dia ingin menyegarkan otaknya kembali, setelah beberapa hari ini dipaksanya untuk bekerja seharian penuh. Taman kota sore ini nampak ramai dipenuhi anak-anak dan juga beberapa remaja. Ada yang main sepeda, basket, sepak bola, bahkan ada yang berdua-duaan dengan pasangannya. Kinara hanya tersenyum melihat pasangan remaja itu, masih kecil udah tau yang namanya pacaran, sedangkan dia udah kelas XI, belom pernah kayaknya dia merasakan gimana rasanya punya pacar.

Kinara baru saja akan melangkahkan kakinya, namun pemandangan didepannya membuatnya terdiam. Dia berusaha melihat dengan jelas pemandangan didepannya itu, bahkan Kinara berkali-kali mengucek matanya, hanya untuk sekedar memastikan bahwa yang dilihatnya itu nyata dan bukan khayalan. Di depannya nampak Evelin, Manda, Marvin, Reno, dan Jerry sedang bersepeda bersama. Raut wajah mereka nampak memancarkan kebahagiaan, terlebih Evelin. Wajah bahagia itu, tiba-tiba saja membuat Kinara serasa ingin muntah, dia muak melihat wajah itu.

"Kali ini lo berhasil merebut mereka dari gue!" geram Kinara.

Kehadiran Kinara tanpa sengaja disadari oleh Marvin. Dia kemudian memacu sepedanya menghampiri Kinara.

"Hai Ra," sapa Marvin santai, seolah-olah nggak pernah ada yang terjadi diantara mereka selama ini.

"Hai," balas Kinara acuh. "Lagi santai ya."

"Iya nih, nyegarin pikiran, kan habis ujian kemarin." Marvin masih saja bersikap santai, dia nggak tau Kinara rasanya sudah seperti kompor yang siap meledak.

"Hai Ra, suka kesini juga?" Jerry berdiri disampingnya. Manda, Evelin, dan Reno masih sibuk bersepeda bersama.

Kinara meliriknya sebentar, sejak kapan cowok ini sok akrab dengannya. Seingat Kinara kenalan langsung dengan Jerry pun dia nggak pernah, dasar SKSD, batin Kinara kesal. Dia akhirnya tak menghirukan sapaan Jerry. Karena merasa tak dianggap akhirnya Jerry berlalu meninggalkan Kinara dan Marvin.

"Lama nggak ngobrol bareng lo Ra," kata Marvin tiba-tiba. "Gue kangen."

"Kalian kan udah nemuin teman baru, jadi lupa ama teman lama," sindir Kinara tanpa sekalipun memandang wajah Marvin.

"Lo masih benci dia Ra?"

Kinara mendelik. "Selalu, selalu Vin, dan gue yakin kalian tau itu!"

Marvin menghembuskan nafasnya. Sebenarnya dia memang tau bagaimana bencinya Kinara pada Evelin. Tapi Evelin nggak bisa juga dia salahkan. Mereka sekelas, otomatis mereka akan akrab, nggak mungkin dia menjauhi Evelin hanya karena Kinara membencinya. Itu alasan yang nggak masuk akal.

"Gue, Manda, dan Reno, udah sepakat untuk nggak membenci dia lagi. Nggak adil rasanya Ra, yang punya masalah lo bukan kita."

"Gue tau, gue juga paham, makanya gue nggak dekatin kalian lagi."

"Tapi lo masih nganggap kita sahabat kan Ra?"

Kinara tertawa kecil. Pertanyaan yang bodoh menurutnya.

"Sahabat? Maaf Vin, gue nggak pernah nganggap kalian sahabat. Sahabat gue hanya Arvi, kalian hanya sekedar teman buat gue. Sahabat dan teman punya arti berbeda menurut gue."

Marvin terlihat akan berkata lagi, namun tiba-tiba Evelin datang menghampiri dia dan Kinara. "Vin, balik yuk, udah mau gelap soalnya, kan malam kita masih mau nongkrong di kafe sahabat."

Kinara membuang muka melihat Evelin berdiri begitu dekat dengannya. Evelin juga hanya menatapnya sinis. Kinara tau arti dari tatapan itu adalah bahwa 'lo liat gue bisa rebut teman-teman lo dan buat mereka berpihak pada gue' kurang lebih begitulah.

"Ya udah," kata Marvin. "Ra, gue balik ya." Kinara tak merespon. Evelin dan Marvin berjalan menghampiri Reno, Manda, dan Jerry, kemudian mereka meninggalkan taman itu diiringi tatapan tajam Kinara.

"Sialan lo!" umpat Kinara. "Lo silahkan rebut mereka, gue masih punya Arvi dan juga teman-teman dikelas IPA-1. Gue yakin, lo nggak akan pernah bisa rebut mereka dari gue!"

¨

"Bakso satu bang!" pesan Kinara pada penjual bakso pinggir jalan. Sedari tadi berjalan Kinara merasakan perutnya berteriak minta diisi.

"Arvi mana? sendirian aja," komentar penjual bakso yang memang langganannya ini.

"Lagi pacaran," sahut Kinara sambil mencampurkan berbagai bumbu ke baksonya. Penjual bakso hanya mengangguk mengerti. Sedang asyik-asyiknya makan bakso tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang. Suara yang sangat dikenalnya.

"Boleh gue temanin?"

Kinara menoleh. "Falco!" Falco tersenyum dan mengambil tempat duduk disamping Kinara. "Lo kok tau gue disini?"

"Nggak sengaja," kata Falco.

"Mau makan?" tawar Kinara.

Falco menggeleng. "Gue cuman mau nemanin lo makan." Kinara tersenyum dia merasakan lagi getaran aneh dihatinya. "Gue liat lo tadi ama mereka, ngomongin apaan?"

Kinara menghentikan makannya, dia tau maksud Falco, pasti Marvin dan yang lain yang dimaksudkannya. Huh! Ngapain juga Falco mengingatkan lagi tentang mereka, bikin hilang nafsu makan aja, keluh Kinara.

"Kinara, gue salah ngomong ya?" tanya Falco saat menyadari perubahan raut wajah Kinara sesaat setelah pertanyaannya tadi.

"Ah nggak kok Fal, gue cuman malas aja bahas mereka."

"Udah lepasin aja, lo masih ada Arvi, anak-anak IPA-1, dan"

"Dan?"

"Dan gue," sambung Falco. "Gue bakal selalu ada buat lo Ra. Lo bisa anggap gue teman terbaik setelahsetelah Arvi."

"Lo emang terbaik kok." Kinara tersenyum. "Udah siap buat class meeting nanti kan Fal?"

"Siap dong Ra. Kita pasti bisa bawa kemenangan untuk pak Edo."

"Harus!!" Mereka berdua tertawa bersama.

OMOIDE (KENANGAN) ENDWhere stories live. Discover now