Gadis bertubuh kurus itu menatap langit yang sudah terlihat cerah, kemudian senyum tipis tercetak sebelum ia memilih bergerak menuju parkiran sekolah.
Bel pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, tetapi koridor SMA Surya Aksara masih dipenuhi oleh siswa siswi yang menunggu hujan reda.
Dengan gesit kakinya melangkah lebar agar segera sampai ke rumah, dan agar tidak ditunda karena harus bertemu dengan pacar yang memiliki otak sedikit miring dari manusia normal.
"Hallo, Ibu negara!"
Gadis dengan nama lengkap Indyra Jasmine itu menghela nafas saat sadar dirinya sudah tak bisa menghindar dari cowok di depannya ini.
"Negara apaan? Negara api?" katanya kemudian berusaha melewati tubuh cowok itu.
Melihat sang pacar yangterburu-buru, Devan menghalangi langkahnya. "Eits, enak aja kamu Beby, negara cinta kita berdua, dong!"
"Awas, Dev, gue mau cepat. Kasihan anak-anak kalo nungguin gue kelamaan," katanya sembari melangkah cepat menuju sepedanya meninggalkan cowok tinggi yang berusaha menyamakan langkah dengannya.
Anak-anak yang Indy maksud adalah anak didiknya yang dia ajarkan setiap tiga hari dalam seminggu.
Devan berdecak, kemudian menahan tangan gadis itu cepat.
"Eh-eh, lepasin Dev, udah jam berapa ini." Gadis itu berseru panik.
Cowok itu menghela nafas sebelum tersenyum ke arah gadis dengan warna kulit cerah di depannya. "Cinta, kamu lupa ini hari Rabu?" ujar Devan dengan manis.
Indy terdiam, kemudian menyengir lebar setelah sadar. "Tapi tetep aja harus pulang cepat."
"Ck, sekali-kali, kek, jalan bareng gue."
Selama lima bulan mereka berpacaran, bisa terhitung hanya beberapa kali mereka pergi bersama. Itu karena Indy yang terlalu fokus mencari uang tambahan dengan mengajar anak-anak di sekitar rumahnya.
Sejak naik di kelas sebelas dan sejak ekonomi keluarganya melemah, ia rasa sudah saatnya ia tidak terlalu bergantung dengan orang tua. Ia memanfaatkan kemampuan otak yang ia punya untuk membuka les private untuk anak-anak tingkat SD.
Indy mendorong sepedanya tanpa menjawab pertanyaan Devan.
Ia mengikuti langkah Indy yang berjalan ke luar pagar. Devan mempercepat langkahnya dan mengambil alih kegiatan gadis itu yang tadinya mendorong sepeda.
"Kita makan, yuk, lihat tuh badan lo kurus banget kayak enggak makan dari lahir." Ia mengangkat tangan gadis itu. "Ini juga kulit putih banget kayak ayam tiren."
Indy memukul bahu Devan. "Enak aja! mau gue aduin ke Mama, ya?" gadis itu mengangkat alisnya. "Biar dipecat dari daftar calon menantu."
"Kok kamu gityu, syih. Tega banget sama kembarannya Kim Tae-hyung," balasnya dengan nada dramatis.
Bersama selama lima bulan yang lalu, bukan berarti Indy pasrah dengan kelakuan Devan yang seperti itu. "Najis gue ...." gadis itu membuang muka ke lain arah, "kenapa coba gue mau sama orang kayak begini."
"Gue tau!" seru Devan seketika, "pertama, gue ganteng. Kedua, gue ganteng, ketiga, gue ganteng!" katanya saat gadis itu menoleh, "iya, 'kan?"
Indy menaikkan alisnya. "Berteman sama Kak Danu bener-bener enggak ngebuat lo ketularan coolnya, apa?"
"Stop!" katanya dengan telunjuk yang berada di depan bibir Indy, "masa kamu tega, sih, beb sama-samain babang sama es lilin."
Indy menghela napas pelan mendengar jawaban Devan. Tetapi, meskipun begitu, candaan Devanlah yang membuatnya tetap bertahan di sisinya.
"Eh, es lilin mah elo Ndy. Udah kecil, dingin lagi!"
Mendengar ucapan Devan ia sontak mencubiti perut cowok itu hingga ia mengaduh di sela-sela tawanya.
Indy memanyunkan bibirnya. "Perasaan gue enggak pendek-pendek amat, deh," katanya setelah puas mencubiti Devan.
Anggukan dari Devan jelas terlihat sembari memperhatikan tubuh Indy. "Gawat Ndy!" serunya seketika. "Lo bener-bener harus banyak makan. Pokoknya jangan sampe lo kayak pohon toge, udah kurus, pendek lagi!"
Indy berdecak. "Ish, Devan! Ngeselin banget, sih!"
Tidak ada yang salah dengan ucapan Devan. Ia benar, gadis itu memiliki tubuh yang terlalu kurus dan kulit yang pucat. Itu artinya kata kurus akan menjadi nama panggilan khas dari cowok itu.
Sudah terbiasa memang jika Indy mendengar panggilan itu, tetapi, satu hal yang tidak pernah Devan ketahui, ia selalu kepikiran dengan setiap perkataan yang pacarnya lontarkan.
Mereka berdua berbelok ke kanan. Jalanan sepi, ditambah dengan wangi petrichor yang menambah kesan romantis perjalanan mereka menuju rumah Indy yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari sekolah.
Indy mengadahkan kepala ke atas, menatap mentari yang mulai terlihat cerah. Kemudian menatap Devan dengan heran. Satu hal yang baru ia sadari, sejak tadi cowok itu masih menggunakan jas hujan.
"Ngapain masih pake jas hujan?"
Devan menunduk sebelum senyum tercetak seketika. "Ndy, lo tau enggak apa fungsi jas hujan?"
"Ngelindungin diri dari hujan, lah," jawabnya cepat.
"Kalo nama jas hujan yang cuma punya gue?"
Alis gadis itu bertaut. "Apaan, sih?"
"Jas mine," katanya yang membuat Indy semakin bingung.
"Jas mine?"
Devan tersenyum sebelum menjawab. "Iya. Indyra Jasmine. Yang berhasil lindungin gue dari hujan godaan para cewek."
A/N:
Gimana? Geli gak tuh liat Devan? Wkwk
Gpp pendek, kan masih prolog.
Insyaallah di chapter berikutnya bisa lebih panjang.
Semoga suka sama Devan dan Indy dalam cerita ini❤️
Semoga tetap sayang sama aku hehe
Dan semoga kita sama-sama bisa bertahan sampai ending:)
Regard
~Khai
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Jasmine
Teen FictionSpin off 'ZIA' Ini tentang dia yang merasa bahagia dan luka bersamaan. Namanya Indyra Jasmine, cewek serba pas-pas an yang memiliki tubuh kurus dan kulit putih pucat. Orang-orang selalu bilang dia nggak pernah pantas punya pacar tampan dan terkenal...