Vote dan komen kalian sangat berharga gaes!
Happy reading*****
Sebuah mobil berhenti di parkiran SMA Surya Aksara. Pintu pengendara terbuka menampilkan cowok berpakaian rapi layaknya murid teladan dengan predikat juara umum berturut-turut. Kaki yang berbalut sepatu converse dengan paduan hitam dan putih itu turun berlahan.
Seolah ada efek slow motion yang mendramatisir ketika ia menarik seluruh tubuhnya keluar dari mobil. Saat ia memakai kacamata hitamnya, angin berhembus menerbangkan rambut yang bermodel cepak sisir samping yang sebelumnya sudah ia rapikan, membuat mata para siswi hanya tertuju padanya.
Itu yang selalu Devan khayalkan setiap kali baru tiba di sekolah.
"Heh! Kesambet Mbak Kiki baru tau rasa lo!" Davin memukul bahu abang kembarnya saat sadar Devan sedang melamun.
Mbak Kiki yang mereka maksud adalah kuntilanak penunggu pohon mangga di belakang sekolah. Sesekali mereka pernah mendengar suara "Kikikiki!" dari arah pohon, itu sebabnya Mbak Kiki menjadi julukannya.
Devan tersadar dari lamunan. Ia memang sudah terbiasa seperti ini, bahkan ia pernah berkhayal menjadi salah satu personel BTS agar memiliki penggemar lebih banyak lagi. Atau yang lebih parah, ia berkhayal memiliki kemampuan teleportasi agar bisa pergi ke bulan dan mengubah namanya menjadi Devan Neil Amstrong.
"Gue maunya kesambet Indy, bukan Mbak Kiki!" Jawab Devan saat melihat Indy yang sedang meletakkan sepedanya.
"Bucin, lo!"
"Bodo amat!" serunya kemudian berlari menuju gadis itu.
Sementara gadis itu melangkah cepat karena sadar ia sudah terlambat beberapa menit. Berulang kali ia memperhatikan kelasnya dari kejauhan, berharap Bu Rumi belum masuk.
Karena masih banyaknya orang yang berjalan di koridor sekolah, Indy tidak menyadari bahwa sejak di parkiran tadi Devan sudah mengikutinya.
Devan melangkah dengan gesit melewati gerombolan orang-orang yang juga berjalan terburu-buru karena terlambat. "Air panas! Air panas!" seru Devan agar orang-orang itu sedikit bergeser.
"Gud mowning princess Jasmine!" katanya saat berhasil berdiri di depan Indy dan menghambat langkah gadis itu.
Indy melotot melihat Devan di depannya. Kali ini, ia menggeser tubuh cowok itu dengan tangannya, tetapi usahanya gagal. "Ck! Devan, please, pelajaran pertama Bu Rumi."
Devan menghela nafas. "Siapa suruh telat? Makanya jangan begadang mulu, badan udah kayak lidi masih aja suka begadang!"
"Ish!" Indy masih berusaha mendahuli Devan sementara cowok itu masih saja menghalangi.
"Gue tau, lo enggak bisa tidur karena mikirin gue, 'kan?" Ucapan Devan membuat alisnya bertaut. "Gue rela, deh, nggak lo pikirin asal lo tidur tepat waktu!"
"Geer banget, sih!"
"Wajar, dong, geer sama Bebeb sendiri!"
Lagi-lagi Indy menghela nafas, ia menangkupkan kedua tangannya di depan wajah cowok itu. "Please ...."
"Iya-iya. Aku nggak bakalan ninggalin kamu kok, Beby ...," katanya dengan deretan gigi yang ia tampilkan.
"Bukan itu!" Indy menjeda ucapannya sebentar, ia menarik nafas dalam-dalam sebelum mengucapkan ini. "Gue turutin apapun yang lo mau asal biarin gue masuk ke kelas, sekarang!"
Devan terdiam, matanya melirik ke atas dengan satu jari berada di dagu seolah sedang berpikir keras. "Deal!" seru Devan.
Dengan gerakan cepat, Indy berjalan gesit melewati cowok itu.
"Ye! Enggak secepat itu juga kali, Beb. Masih juga kangen!" serunya setelah Indy melangkah, "belajar yang bener, biar pinter kayak ratu Issabela."
Ia merapikan letak tas ranselnya sembari berjalan menuju kelas. Ia melangkah dengan santai di koridor-koridor yang sudah mulai sepi. Devan tau bahwa dirinya terlambat, tetapi menurutnya itu bukanlah masalah.
Lebih masalah lagi kalo Indy direbut sama cowok lain.
Alisnya menyatu saat menyadari pintu kelasnya yang tertutup. Ia melirik tulisan yang berada di atas pintu kelas, dan itu memang benar kelasnya, ia pikir ia salah memasuki kelas seperti waktu itu.
"SPADA! SELAMAT PAGI! ASSALAMUAIKUM PENGHUNI IPA 3! YUHU EVERYBODY! KENAPA PINTUNYA DITUTUP?"
Teriakan Devan tersebut membuat Bu Kokom yang berada di dalam kelas terkejut hingga air mineral yang ia minum tumpah mengenai baju kemejanya.
"WOI! KOK NGGAK ADA YANG NYAUT? LAGI PUASA NGOMONG? ATAU LAGI PADA PENGAJIAN?"
Seisi kelas berusaha menahan tawa saat mendengar ucapan cowok itu. Bu Kokom yang tadi duduk kini berdiri dan membukakan pintu untuk siswa yang sebentar lagi akan mendapat hukuman.
Melihat pintu di depannya terbuka, Devan langsung masuk sambil berucap. "Alhamdulillah, gue kira isinya jin semua. Gue, 'kan nggak bisa denger suara jin," katanya tanpa sadar siapa yang tadi membukakan pintu untuknya.
"Heh!" bentak Bu Kokom.
Seketika tubuhnya berbalik. "Eh, Bu Cocom sehat? Kapan balik dari rumah sakit?" Devan bergerak mendekat dan mencium punggung tangan guru bertubuh gempal itu.
"Kamu doain saya masuk rumah sakit? Terus kenapa kamu panggil saya Bu Cocom?" Bu Kokom membulatkan matanya dengan tangan berkacak pinggang.
"Punten, Bu. Kirain Bu Cocom udah lahiran," katanya tanpa dosa, "Bye the way, on the way, Bu Cocom itu panggilan sayang saya ke Ibu."
"Siapa yang bilang saya lagi hamil?"
Devan menyengir sambil melihat tubuh Bu Kokom dari atas ke bawah. "He-he, enggak ada, Bu. Tapi karena badan Ibu makin gendut saya kira lagi hamil."
Bu Kokom menggelengkan kepalanya. "Bener-bener, ya, kamu!"
"Kan saya udah minta maaf, Bu. Kan masih saya kira, Bu," katanya dengan penekanan saat mengatakan 'saya kira'
Bu Kokom bersedekap dada, kemudian menatap mata Devan tajam. Kalau sudah beginj, Devan tidak akan berani melawan serangan macan.
"Sekarang, kamu ke lapangan lari lima belas putaran."
Kepala yang tadi menunduk, kini kembali mendongak. "Sejak kapan Bu Cocom jadi guru olahraga?" Belum sempat Bu Kokom menjawab, ia kembali melanjutkan, "tapi saran saya mending Ibu tetap jadi guru prakarya, deh. Biarin aja Pak Ruslan yang pusing mikirn murid yang bolos pelajaran olahraga."
"Maksud kamu apa?"
Devan menghela nafas. "Gimana, sih, Bu. Ibu, 'kan guru prakarya, harusnya kasi hukuman yang sesuai. Ini malah suruh saya olahraga pagi-pagi."
"Oke!" ucap Bu Kokom seketika. "Kamu lari, atau bikin seribu candi dalam sehari?"
"Hah?"
"Karya, 'kan?" kedua alis Bu Kokom terangkat.
"Nanti, deh, Bu kalo pacar saya berubah jadi Roro Jongrang."
A/N:
Bu Cocom emang selalu sabar kalo ngadepin siswa sejenis Devan.Sampe sini, udah paham apa yg mau aku sampein?
Yap, insecure!
Masalah yg paling banyak dialami kaum cewek.
Banyak yg mau aku sampein dan semoga bisa sampai dengan mudah ke kalian.
Sama kayak nulis Zia yg seolah ciptain obat buat aku sendiri, di sini aku juga harap begitu.
See u❤️
Khai
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Jasmine
Ficțiune adolescențiSpin off 'ZIA' Ini tentang dia yang merasa bahagia dan luka bersamaan. Namanya Indyra Jasmine, cewek serba pas-pas an yang memiliki tubuh kurus dan kulit putih pucat. Orang-orang selalu bilang dia nggak pernah pantas punya pacar tampan dan terkenal...