10 | Cinta yang sebenarnya

73 17 4
                                    

Kalo ada typo kasi tau, ya. Happy reading!

****

"Yang nganter lo tadi, Tirta anggota Band Utuh bukan, sih?"

"Kok bisa, sih, lo dianter sama dia?"

"Lo selingkuh, ya?"

"Wahh gila! Nggak nyangka gue orang selugu elo bisa selingkuh juga."

Kantin masih sepi saat mereka baru saja sampai di tempat itu, tetapi pertanyaan bertubi-tubi yang Anna lontarnya membuat Indy merasa suaranya penuh mengisi ruangan.

Sejak melihat Indy diantar oleh laki-laki tampan tadi, Anna tidak akan berhenti bertanya jika tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, karena setiap pertanyaan yang gadis itu lontarkan hanya dibalas dengan gelengan kepala tanpa bersuara.

Gadis itu sama sekali tidak pernah tahu bahwa teman sebangkunya itu adalah adik kandung dari salah satu personil band favorite-nya. Ia hanya tau jika gadis itu memiliki kakak yang menjadi model majalah.

"Jawab kali Ndy! Berasa ngomong sama triplek gue," ucapnya dengan nada kecewa. Ia meneguk minuman yang ada di depannya karena merasa tenggorokkannya sudah kering akibat berbicara tanpa henti tadi.

Gadis itu sontak menoleh membuat Anna terdiam. Satu ide terlintas di otaknya. "Kalo emang dia selingkuhan gue kenapa?"

Mata Anna melebar seketika. Jawaban Indy benar-benar membuatnya terkejut. "Lo? serius?"

"Menurut lo, gue bercanda?" satu alis Indy terangkat berusaha membuat Anna yakin dengan ucapannya.

"Masa, sih?" Ia masih menatap Indy tidak percaya dengan kerutan samar di dahinya. Bagaimana mungkin ia bisa percaya bahwa temannya itu berselingkuh, sementara memiliki satu pacar saja sangat sulit?

Indy mengangkat bahunya sebentar. "Gue disuruh putus sama Kak Devan," katanya dengan nada sendu. "Dan papa gue minta gue pacaran sama Tirta." Sorot matanya berubah sendu demi membuat temannya itu percaya.

Penjelasan Indy membuat Anna percaya. Ia ikut prihatin dengan temannya itu. "Yah, sayang banget. Padahal, kan, lo udah cocok banget sama Kak Devan."

Setelah mengatakan itu, Anna tidak lagi bersuara karena menganggap jawaban Indy sudah cukup memuaskan. Indy memang berhasil membuat Anna diam, tetapi suara-suara dari kepalanya justru membuatnya menyesali segala ucapannya tadi.

Ia pernah mendengar, bahwa ucapan adalah doa. Itu sebabnya sekarang Indy justru merutuki dirinya sendiri. Jauh dari lubuk hatinya, ia sama sekali tidak ingin itu terjadi.

Indy melirik ponselnya saat satu notifikasi masuk. Ia berharap pesan itu berasal dari Devan, karena sejak pagi tadi cowok itu tidak ada mengirimkan pesan seperti biasanya.

Tepat setelah pemikiran itu terlintas, sosok Devan muncul di ambang pintu kantin. Mata mereka sempat bertemu sebentar sebelum Indy memilih pergi memesan makanan.

"Gue pesan makanan dulu, ya," ucapnya pada Anna.

Entah kenapa, saat mata mereka bertemu tadi, ia langsung teringat dengan ucapan papanya  tadi malam. Ia menghela napas pelan, saat hatinya justru bimbang memilih antara menuruti perkataan papanya tau justru membantah untuk kali ini demi perasaannya.

Sementara Devan justru dihampiri kebingungan saat sadar gadis itu menghindarinya. Ia melihat Anna kemudian duduk tepat di depannya. "Gue mau nanya dan lo harus jawab jujur!" kata Devan seketika.

Munculnya Devan secara tiba-tiba dan ucapan tanpa jeda membuat gadis itu terkesiap.

"Oke, gue anggap lo setuju," kata Devan lagi sebelum gadis itu bisa menjawab. "Lo tau siapa cowok yang nganter Indy tadi pagi?"

All About JasmineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang