Hampir seharian Ali main di rumah Andin. Ya bukan main, sih, tapi ngintilin apa yang dilakuin Andin di rumah. Andin jadi risih, tapi juga terhibur. Karena kalau Ali tidak datang mungkin rumahnya senyap. Ali tadi datang jam 8 pagi, eh sekarang sudah jam 8 lagi. Selama itu, Andin betah diintili tetangganya yang sinting sekaligus mempesona.
Ali bahkan mau disuruh-suruh. Cuci piring, nyapu, ngepel, mengelap kaca sampe beresin kamarnya yang berantakan bak kapal pecah pun disanggupi.
Andin bilang kalau mau tetap di rumahnya, Ali harus mau melakukan apapun yang Andin minta.
Seperti sekarang, saat mereka menonton televisi. Lebih tepatnya, sih, Andin yang nonton sambil makan camilan, sedangkan Ali sibuk mijitin kaki Andin yang bengkak karena kelebihan daging.
"Enak banget sih lu,"
"Iya dong,"
"Gantian dong, abis ini gue yak?"
"Ogah! Gua tendang lu dari sini, mao?"
"Idih ngancem aja bisanya! Dasar badak India!"
"Apa lu congcorang Belanda!"
"Apa lu dugong Malaysia!"
"Elu cicak papua!"
"Elu gajah albino!"
"Elu monyet idung belang!"
"Apa lu!"
"Apa!"
"Apa!"
'Ceklek'
"Papa pulang An.." mendengar suara itu, Andin langsung bangkit. Tak ingat jika di pangkuannya ada setoples makaroni. Jadi deh semua isinya tumpah mmenghambur ke wajah Ali. Sebelumnya Andin memberi tatapan maut pada Ali yang dibalas tak kalah mautnya oleh pria itu.
"Dasar orang lidi! Kurang gizi lu!" belum sempat Ali membalas, Andin sudah melesat ke bapaknya.
"Dasar gajah manja! Kelebihan nutrisi!" liriknya takut terdengar Ardi. Kan berabe kalo sampe kedengeran. Orang anaknya aja udah sangar kek gitu, lah apalagi bapaknya.
"Papa!" Andin langsung berlari dan loncat naik ke punggung papanya yang sedang menutup pintu, melingkarkan kaki di pinggang Ardi dan menopang dagunya di bahu lebar Ardi.
"Aduh! Anak gajah ngapain sih?"
"Kalo An anak gajah, abis itu Papa apa?" Andin memberengut kesal.
"Jeon Jungkook," katanya lalu berlalu sambil terseok seok ke arah ruang tamu sedangkan Andin tetap nemplok di punggung papanya.
"Eh, ada Ali, dari kapan Nak?" Ali tersenyum ramah dan menyalimi tangan Ardi.
"Ehehe, dari tadi Pa,"
"Oh.. Nak Ali udah makan?"
"Jangan ditanya Pa, dia mah kesini pasti numpang makan doangan," samber Andin.
"Apaan sih lu! Ko ngomong suka bener," Ali garuk garuk kepala yang penuh dengan ketombe gegara jadi duta iklan sampo lain.
"Eh turun kamu An, Papa berat nih bukannya salim!"
"Ehehe iya Pa, An turun deh," Andin pun bergerak turun dan kembali duduk di sofa.
"Nak Ali, si Andin mah nggak usah di denger, sesat," Ardi menaik turunkan telunjuknya di depan pelipis, sedangkan yang diajak bicara pun tertawa penuh kemenangan.
"Apaan sih Pa! Suruh siapa masakan Ali enak, kalau nggak juga.."
"Tetep diembat, hahaha," jawab Ardi dan Ali bersamaan. Andin hanya menekuk mukanya dan melipat tangan depan dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elephant On Cloud
Teen FictionAku tau semua ucapanmu hanya sekedar mempermainkan aku, tak lebih dan aku pun tak boleh berharap lebih. kau yang agak sinting, sangat menyebalkan, perilakumu, kegilaanmu, semua hal tentangmu, dan hal konyol tentang dunia kita. Membuat aku menyimpulk...