Pagi ini suasana rumah minimalis Andin sedang Damai, tentram, aman, dan nyaman. Papa Ardi sedang ada jadwal untuk menghadiri seminar, ya gitu deh orang sibuk mah, katanya dia jadi motivator di luar kota.
Liburan seperti ini jadi waktu emas buat Andin bermanja ria dengan kasur. Matanya sungguh sulit terbuka, meski cahaya matahari menerobos masuk, tapi matanya tak peduli.
Andin masih ngorok ria meski sudah jam 11 siang. Tingnong! Tingnong! Tingnong! Tingnong! Tingnong!
Bunyi bel beruntun sangat mengganggu kedamaian Andin. Dirinya terusik dan menggerutu tak jelas. Ingat! Dia belum bangun dari pagi, dan tamu sial itu telah membangunkan seekor gajah tidur.
"Anji- oh Tuhan ku cinta dia, ku sayang dia, rindu dia, inginkan diaa.. Gila! Sinting banget sih dia! Pasti si curut, mau gua gibeng apa tuh orang," Dia bersungut-sungut sambil menuruni kasurnya dan berjalan gontai ke pintu tanpa cuci muka dulu. Bodo amat dikata masih ada belek, yang penting bukan mau ketemu Lee Jongsuk.
'Tingnong! Tingnong! Tingnong! Tingnong! Tingnong!'
"Duh sabar kek! Iya iya gua samperin nih! Demi ale-ale yang segernya nggak abis abis, gua sembur juga tuh orang!" Andin berteriak sambil berjalan ke arah pintu.
Siapa sih yang berani begitu selain tetangganya yang gila.
Tingnong! Tingnong! Tingnong! Dan saat akan bunyi keempat, sang empunya rumah sudah bukan pintu. Bersamaan dengan itu, sebuah sendal melayang ke arah perut Ali yang rata.
"Aww!"
"Berisik! Ngapain sih lu?" Andin naik pitam mengetahui tebakannya tepat. Sedangkan Ali hanya menunjukkan cengiran.
"Good morning my gembrot girl, nih!" Ali menyodorkan sebuah kotak besar berbungkus kan koran. Ckckck niat banget emang.
Andin sedikit luluh melihatnya. Dia pun menurunkan tangannya yang tadi berkacak pinggang.
"Buat siapa? Perasaan gue nggak manggil kurir gila dah, hoam.." Andin meregangkan sandinya yang kaku. Lalu garuk-garuk perut khas orang baru bangun tidur.
Ali masih mempertahankan posisinya. Ya, nyengir sampai matanya menyipit. Itu saja mampu membuat wajah Andin menghangat.
"Apaan sih cengar cengir lu! Salah obat?" tangan Andin bergerak ke kening Ali yang masih mempertahankan posisinya, lalu beralih ke lututnya sendiri untuk menyamakan suhu badan mereka.
"Eh lu sakit kuning apa yak? Gaje banget, ini buat siapa sih helooo?!"
Ali kini sudah bergerak lagi, wajahnya menunduk memperhatikan tangannya yang mengangkat. Di situ terpajang manis jam hitam yang memeluk tangannya.
Lama sekalu dia terpaku melihat jam itu. Andin sampai cemburu dibuatnya. Eh nyebut lu! Masa cemburu ama jam tangan?
Wajahnya pun terangkat kembali lalu nyengir. "Lo mau tau buat siapa?" Andin mengangguk polos.
"Tunggu sesaat lagi,"
"Eh geblek! Dasar toge ketoprak lu!" Andin bersiap untuk menutup pintu dan kembali ke alam mimpi. Kalau saja si kunyuk tidak datang, dia pasti jadi jalan sama Lee Jongsuk.
"Tunggu! Tunggu!" Ali menarik rambut Andin hingga kepalanya terangkat ke belakang.
"Sakit Bebek!"
"Lagian perawan tua masih molor! Ini tamu kaga dibolehin masuk?" Ali menunjukkan puppy eyes-nya. Andin serasa ingin muntah melihat itu. Nggak tahu kalo perempuan lain, kayanya kejang-kejang deh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elephant On Cloud
Genç KurguAku tau semua ucapanmu hanya sekedar mempermainkan aku, tak lebih dan aku pun tak boleh berharap lebih. kau yang agak sinting, sangat menyebalkan, perilakumu, kegilaanmu, semua hal tentangmu, dan hal konyol tentang dunia kita. Membuat aku menyimpulk...