Salah satu dari tiga asisten rumah tangga membukakan pintu saat bel rumah terdengar berbunyi. Ada seseorang yang datang. Yang jelas bukan Tuan rumah maupun Nyonya rumah. Karena mereka sedang sibuk mengurus bisnis masing-masing di luar Negeri.
"Pulangnya larut betul, Non?" tanya asisten rumah tangga kisaran paruh baya ini. Beliau sudah bekerja cukup lama nampaknya. Terlihat dari caranya berbicara dan bersikap dengan Leta. Karena jarang kedua asisten rumah tangganya berbasa-basi dengan Leta. Bukan enggan. Hanya saja bagi mereka, Leta cukup galak sebagai Nona Muda dan juga agak ketus. Walau sebenarnya Leta sedang berusaha mengurangi sikap buruknya yang satu itu.
"Iya nih, Bi. Tadi dapet wejangan penting dari duo ribet itu," jelas Leta menyebut kedua sahabatnya duo ribet. Sebutan yang sudah sangat di hafal Bibi Sekar sejak dulu.
"Mba ganteng sama Mas cantik itu ya?" tany Bibi Sekar sambil mesem-mesem.
"Hah? Gimana, Bi?" tanya ulang Leta. Memastikan pendengarannya kalau ia memang tak salah dengar.
"Eh nganu, maksud Bibi... Mba cantik sama Mas ganteng itu ya?" tanya Bibi Sekar di akhiri cengiran. "Sinten seh jenenge?" lanjut Bibi lagi dengan pertanyaan, bahasa andalannya kumat.
"Asila sama Jovian, Bi," jawab Leta yang mulai paham Bahasa Jawa walau kedua orang tuanya tidak ada yang berdarah Jawa. "Bibi, udah butuh istirahat tuh," saran Leta.
"Iya habis ini Bibi istirahat, Non. Bibi nunggu Non pulang baru istirahat. Ngga tenang Bibi kalau Non belum pulang," jelas Bibi Sekar, yang memang sudah menganggap Leta seperti keponakannya sendiri. Sangat perhatian.
Leta tersenyum. Bibinya yang satu ini memang sangat baik, kuat, dan tangguh. Salah satu dari sekian asisten rumah tangga yang kuat menghadapi kejudesan dan kegalakan Leta dari dulu, bahkan sampai sekarang. Meski sudah terhitung jarang. Bibi pun pamit menuju ke kamarnya dan Leta naik ke lantai dua. Menuju kamarnya.
KLIK.
Pintu kamarnya tertutup. Leta menggeletakkan tas model shoulder bagnya di lantai dan menghidupkan lampu kamarnya. Dia memandang seisi kamarnya. Menyimak dan memperhatikan dengan saksama benda-benda yang ada di dalam kamarnya.
Begitu banyak pernak-pernik dan barang-barang mewah disini, meski hanya sebuah figura pun harganya bukan main-main. Begitupun lemari pakaian, meja riasnya, tempat tidur, televisi, ac, boneka, dan lainnya.
Apa yang kurang dari hidupnya? tidak ada. Semua lengkap dan ada. Apa yang diinginkan, Papa dan Mama pasti akan menurutinya. Tanpa terkecuali, termasuk sebuah kendaraan pun. Lantas kenapa dia masih mencari perhatian di luar sana dari seorang Sugar Daddy? Yang notaben adalah suami orang???
Leta menghela nafas. Berat. Ia tak menemukan jawabannya sama sekali. Matanya kembali liar memperhatikan isi kamarnya. Ada fotonya dan Yastha di dalam sebuah figura. Terpampang manis di tembok kamarnya. Mereka berdua nampak bahagia, tergambar jelas dari foto tersebut. Dengan latar taman, Yastha menggendong Leta di punggungnya.
"Berat," ucap Yastha saat itu ketika menggendong Leta. Meski begitu, ia berhasil menaikkan Leta ke punggungnya.
Leta memukul punggung Yastha pelan.
"Uuu kamu! Aku ini udah diet tau! Lagian aku naik cuma tiga kilo dari berat semula, empat puluh lima kilo!"
"Berarti sekarang beratmu empat puluh delapan?" tanya Yastha menoleh ke belakang, masih menggendong Leta.
Leta mengangguk.
"Kamu bahagia ya sama aku? Sampe naik begitu berat badanmu!"
"Sangaaaaaaat!!!" ucap Leta merentangkan tangannya, membuat Yastha oleng dan tergopoh. Wajahnya semi panik, hampir saja Yastha terjatuh dan Leta segera memegang pundak Yastha. Mereka pun tertawa bersamaan.
CEKREK!
Fotografer berhasil mengabadikan momen indah itu.
Hhhh...
Leta menghela nafas lagi. Lebih berat dari yang tadi. Bahagia ya... pertanyaan Yastha terus terngiang di telinganya. Kamu bahagia ya sama aku???
Leta menutup telinganya. Menutup kedua matanya rapat. Menenggelamkan kepalanya di antara kedua tangannya lalu menggeleng.
AAAAAARRRGGHH!!!
Teriak Leta sambil tangannya menghamburkan barang-barang yang ada di meja riasnya dan meja belajarnya. Ia kalap saat ini, bersamaan dengan rasa bersalah yang hinggap. Semua kebaikan dan raut wajah Yastha terbayang otomatis tanpa di komando. Termasuk senyum itu dan tawanya
. Makin membuat Leta mengamuk tak karuan dan semakin tenggelam di dalam perasaan bersalah. Ia menangis dan meraung sejadinya.Kenapa, kenapa ia begitu jahat???
Leta tak seharusnya merasa kurang! Papa dan Mamanya seorang pengusaha terkenal. Papa pengusaha cafe dan Mamanya pemilik boutique terkenal se-Jakarta. Sasikirana Davina, yang biasa dipanggil Mama oleh Leta dan Naresh Chandra, yang biasa dipanggil Papa oleh Leta tentu tidak akan percaya anaknya menjadi salah satu simpanan dari sekian banyak Om-Om di Indonesia.
Anak tunggal yang mereka sayangi, cintai, dan didik selama ini, semasa dewasanya memilih untuk menjadi calon pelakor. Meski sebenarnya murni, Leta tidak ingin menjadi pelakor. Hanya ingin menjadi Sugar Babby saja. Semua bukan perkara uang, hanya perkara sebuah kasih sayang yang ingin Leta dapatkan dari orang lain. Meski entah mengapa, Leta menginginkan pria yang sudah cukup dewasa.
Bagaimana bila istri Om Brady tau tentang ini? Bagaimana bila anaknya Om Brady juga tau? Astaga. Entah dianggap apa sudah aku ini, selain wanita brengsek!
ARGH!!!
Leta duduk bertekuk lutut di kasur bagian kaki. Ia menangis sejadi-jadinya. Make-upnya sudah tak berbentuk. Ia begitu kuat menangis dan menghancurkan. Tak apa, tidak akan ada yang mendengar. Sebab kamar ini di desain kedap suara sejak awal. Meminimalisirkan keberisikan yang akan terjadi dan terdengar hingga luar. Seperti saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUGAR BABY's STORY: 5 DAYS
Teen FictionSetelah menjalin hubungan selama setahun secara LDR tanpa pernah bertemu, akhirnya Leta memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Brady. Bukan, tanpa alasan. Sebab Brady adalah suami orang dan Leta tau itu adalah hal yang salah. Namun, keputusa...