BUKET BUNGA

12.4K 263 2
                                    

Matahari nampak sudah meninggi. Sinarnya nampak terik menyinari. Panasnya bukan kepalang, tak usah ditanya. Dihari Senin ini, banyak orang masih berkutat dengan pekerjaannya. Namun, ada juga yang libur atau meliburkan diri seperti Leta. Hari ini dia absen masuk dengan alasan sakit.

Leta, seorang karyawan tetap di perusahaan Logistik, berposisikan Customer Service. Di kantornya terkenal humble pada saat ini walau awalnya terkenal ketus di kalangan teman-teman kerjanya, tapi tidak dengan para customernya. Beberapa kali kena teguran atasan mengenai sikapnya, lambat laun Leta berusaha merubahnya.

Mengapa Leta tidak bekerja di perusahaan milik Papa atau Mama saja? Alasannya karena Leta tidak ingin terus bergantung dengan orang tuanya. Ia ingin mandiri, berdiri di kakinya sendiri. Agar Leta juga tau rasanya memulai sesuatu dari nol dan arti sebuah perjuangan.

"Ayo dong weh bolos kerja!" hasut Leta pada Asila dan Jovian di telefon group pada Whats App mereka, saat Leta setengah jam yang lalu baru bangun dari tidurnya dan sadar dari pengumpulan nyawa.

"Ngga ah! Lagi deadline ini gue, Njir! Lagian hari Senin, hari pertama kerja, orang disuruh bolos! Diomelin bos gue nanti, Njir!" saut Jovian.

"Lha, bangke! Lo kan kerja di perusahaan sendiri. Bos lo kan bokap lo sendiri, Njir!" ucap Leta.

"Ya tetep ajalah, Let. Namanya tanggung jawab," sanggah Jovian.

Leta terdiam di skak begitu. Tanggung jawab ya? Berarti dia tidak tanggung jawab???

"Lo gimana, Sil?" tanya Leta pada Asila yang sejak tadi terdiam.

"Ada banyak pesenan gue. Banyak banget! Takut rasanya berubah karena beda takaran bumbunya," jawabnya. Asila merupakan satu pebisnis muda sekaligus pemilik usaha catering dan aneka makanan pastry. Soal rasa jangan ditanya. Karena Asila lulusan kuliah Pastry dari universitas terbaik di Jakarta.

"Kan banyak karyawan lo disitu," rengek Leta. Egois dan kekanakannya keluar.

"Ya tetep ajalah, Sil! Gue takut rasanya berubah karena takarannya ngga pas," jawab Asila.

"Lagian, Let. Kan gue sama Asila udah nemenin lo Sabtu kemarin. Kita bela-belain bolos demi lo yang lagi galau karena pria matang dan suami orang," celetuk Jovian.

Leta manyun. Sayang, kedua sahabatnya tidak bisa melihat itu.

"Jalan-jalanlah keliling Jakarta, geulis!" saran Jovian.

"Anjir. Bosan amat! Kalau bete keliling Jakarta, ini keadaan dilema juga disuruh keliling Jakarta. Kurang kenyang apaaa gue tinggal di Jakarta disuruh keliling Jakarta mulu!" sungut Leta disaut tawa oleh Asila dan Jovian.

"Udah ah udah. Gue masih banyak kerjaan. Happy Monday ya, Letaku sayaaang," ucap Asila lalu menutup panggilan telefon groupnya.

"Gue juga pamit deh ah. Bye, tunggalku!" ucap Jovian lalu menyusul untuk menutup telefon group.

Grrrrr!

Leta berwajah masam memandang telefon genggamnya. Rasa kesal dan bosan bertambah, datang bersamaan.

"Non,"

Tak ada sautan.

"Non..!" panggil Bibi Sekar agak keras dan kini berhasil membuyarkan lamunan Nona Mudanya. Leta segera menatap Bibi Sekar dengan agak panik dan salah tingkah. "Kenapa ngelamun aja? Pamali melamun di meja makan pas lagi makan siang. Dimakan dulu Spaghettinya. Keburu dingin," usul Bibi Sekar khawatir.

"Hah? Ngga papa, Bi. Tadi lagi melamun aja. Sedih, Bi. Asila sama Jovian ngga mau diajakin madol," curhat Leta lalu memasukan sesuap spaghetti ke mulutnya.

"Opo toh madol, Non? Bibi ora ngerti," tanya Bibi Sekar dengan raut wajah bingung.

"Bolos, Bi," jawab Leta sambil mengunyah Spaghetti.

"Oalaaah bolos toh. Non, jangan sedih-sedih. Itu matanya jadi sembep gitu. Ono' lingkaran matane meneh. Di deloke ora cantik lah, Non," ucap Bibi Sekar tanpa malu-malu, alias to the point.

Ajaib. Leta tidak marah, melainkan terkekeh. Spaghettinya telah ditelannya setelah ia kunyah barusan. "Iya, Bi.. iyaaa. Makasih lho bilang saya cantik," ucap Leta lalu tersenyum dan Bibi Sekar ikut tersenyum.

"Seriusan tau. Jadi, kacau gini penampilan si Non. Mana rambut semerawut. Sini Bibi benerin ya rambutnya biar tambah cantik," ucap Bibi Sekar lalu merapihkan rambut sepunggung berwarna kecoklatan asli sejak lahir milik Leta dengan poni yang mulai memanjang, tetap dari samping kiri, Bibi Sekar membenarkan rambut Leta. Menyampirkan rambut Leta ke sela dua daun telinga Leta.

"Makasih banyak, Bibiiii,"

"Nggih, Non,"

"Non Leta, ada kiriman buket bunga," ucap seorang asisten rumah tangga dari belakang kursi Leta sambil membawa buket bunga. Perawakannya masih muda. Dengan rambut panjang di ikat tanpa poni, kulitnya cokelat khas orang Asia. Ia nampak gerogi dan ketakutan. Hampir saja buket bunga di tangannya terjatuh. Ia pun memberikan buket bunganya kepada Leta.

Sambil menerima buket bunga itu, Leta bertanya, "Dari siapa, Bi Ningsih?"

"Ng anu.. Tuan Brady," jawab Bi Ningsih cepat dan gugup sambil berdiri di samping Leta. Daster panjang semata kaki dan lap tersampir di pundak kanannya.

"Ooohh.. yaudah, Bi. Makasih ya," ucap Leta lalu tersenyum. Bibi Ningsih senyum kagok. "Eh udah makan siang belum? Kalau belum makan aja dulu. Nanti sakit kamu," saran Leta membuat Bibi Ningsih berwajah terkejut. Tidak akan menyangka akan mendapatkan saran sedemikian rupa dari Nona Mudanya.

"Iya, Non. Sebentar lagi saya makan siang. Nanggung beberes di belakang, Non. Belum selesai," jawabnya kemudian tersenyum. Leta ngangguk-ngangguk, lalu Bibi Ningsih berpamitan untuk pergi ke dapur.

Leta yang memperhatikan kepergian Bibi Ningsih dari ruang makan ke dapur, kebingungan melihat tingkah Bibi Ningsih yang kegirangan dengan senyum yang terus mengembang.

Segitu senangnya kah gue tanyain? Emang gue judes banget apa ya sama mereka??? Ya Tuhan. Ampuni hambamu ini... batin Leta.

"Non, Bibi balik kerja lagi ya. masih banyak kerjaan. Kamar Non juga belum di beresin. Kan Non baru bangun,"

"Yaudah, Bi. Makasih banyak ya Spaghettinya. Bibi emang paling bisa diandelin buat urus segala keperluan saya," puji Leta. Tulus.

"Yo mestilah, Non. Wong Bibi wis sui neng omah iki. Mosok yo pancen ora paham keperluan Nona Tunggal?" ucap Bibi Sekar dengan wajah bangga.

Leta tertawa. "Bibi bisa aja! Asal jangan telat makan aja ya," saran Leta. Bibi Sekar mengangguk kemudian tersenyum. Pamit menuju kamar Leta untuk membersihkan kamar Nona Mudanya. Leta kini sibuk dengan buket bunga mawar di tangannya. Spaghettinya tak lagi menarik perhatiannya. Padahal saat baru bangun tidur tadi, ia merasa sangat lapar.

"Ah, Brady... bahkan setelah putus pun, makhluk mempesona itu masih bersikap manis. Mengiriminya sebuket bunga besar seperti biasa," ucap Leta. Ia lalu meneliti lagi buket bunganya. Ia tau, pasti ada terselip kartu ucapan disini.

Ketemu.

Leta segera membacanya.

Senyummu adalah candu. Walau sesak, ku nikmati dalam setiap dekapan rindu.

Oh, God!!!

SUGAR BABY's STORY: 5 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang