Sebuah awal

6.3K 452 27
                                    

Cerita ini hanya fiktif
Untuk Karakter masih milik Masashi Kishimoto ya,,,
Selamat membaca ❤
.
.
.

Mata itu tak lagi bersinar. Berganti duka dan kian kelabu. Sunyi menjadi temannya, penuh sesal adalah luka yang berharap waktu bisa menyembuhkannya. Dari dosa tak termaafkan yang telah lelaki itu lakukan.

----------

Suara tangisan sesenggukan Boruto mulai mereda. Naruto terus mengusap pelan pucuk kepala pirang sang anak dengan sayang. Sejak mengetahui sang mama terbaring sakit, bocah lelaki itu terus menangis dan membuat Naruto sedikit kewalahan. Tak berselera makan meski Naruto sudah merayunya. Sesuap nasi tak mau anak itu cerna karena terus menerus menangis. Pria dewasa itu akhirnya terpaksa mengiming-imingi es krim di malam yang dingin agar Boruto mau makan malam.

"Mama pasti sembuh kan, paman?" Tanya Boruto untuk kesekian kalinya. Naruto membalasnya tersenyum "pasti" katanya meyakinkan.

Boruto kembali pada aktifitasnya menatap pintu kamar yang sedikit terbuka. Tangannya mengatup dan berdoa untuk kesembuhan sang mama. Naruto kembali menyunggingkan senyumannya.

Ya, Naruto memutuskan untuk membawa Hinata beserta Boruto ke apartemen pribadinya di Osaka ketimbang repot membawa Hinata ke rumah sakit. Keadaan akan semakin gawat jika orang-orang terdekat Hinata tau apa yang terjadi padanya. Mereka hanya akan membuat gaduh rumah sakit dan yang paling parah memukul Naruto. Dan juga Naruto belum siap mengutarakan siapa dirinya di hadapan sang putra.

Naruto kembali memandang nanar pintu kamarnya. Tepat didalamnya Hinata masih terbaring lemah dan tak sadarkan diri. Lagi, Naruto memandang sosok Boruto lekat. Anak manis dan juga tampan dengan ciri fisik menyerupai dirinya pantas jika Sasuke saja curiga. Boruto hampir 99% menduplikasinya. Naruto yakin Hinata pasti merasa cemburu mengetahui Boruto mirip dengannya- dan juga benci.

"Paman, Boruto ngantuk" ujar Boruto mengucek pelan matanya yang mulai memerah. Pandangan anak itu mulai menyipit, Naruto sadar jika jam tidur anaknya sudah terlewat. Ini hampir jam 10 malam dan Boruto terus menunggu Hinata agar segera sadar.

'Anak ya' batin Naruto merasa sesak sekaligus gembira. Pria itu belum mengakui kebenarannya. Ingin sekali rasanya Naruto katakan 'jangan takut ayah disini'. Namun Naruto tak berhak. Boruto pun juga pasti sangat membenci dirinya, sama seperti Hinata. Naruto mengingat jelas tatapan kebencian yang Hinata sematkan tadi sore padanya. Mata itu tak lagi sama seperti dulu. Dan Hinata pasti tak akan membiarkan Boruto tau siapa ayahnya. Pintu maaf Hinata sudah tertutup rapat untuknya.

"Boruto tidur saja ya. Besok pasti mama sudah bangun" kata Naruto sabar membelai surai pirang yang menyerupai dirinya. Tersemat rasa rindu yang kian membuncah saat tau jika kini Naruto telah menjadi seorang ayah.

Anak lelaki itu diam dan menunduk.
"Andai ayah tidak pergi, mama pasti tidak akan sakit begini"
Boruto menyapu pipinya yang lagi-lagi basah.
Mengingat keberadaan sang ayah yang tak tau dimana membuat Boruto geram dan juga terselip rindu. Ayahnya tak ada saat ia membutuhkannya bahkan Boruto tak tau siapa namanya. Hanya pamannya Toneri yang selalu ada untuk Boruto.
Membicarakan ayahnya membuat Boruto pasti akan menangis. Kepergian ayahnya membuat sang mama kerja keras demi membiayai hidupnya.

Tak sekali, Hinata sudah sering jatuh sakit akibat bekerja demi menghidupi Boruto. Segala pekerjaan dilakoni hanya untuk memberikan kehidupan yang layak bagi anaknya. Hinata rela hidup menderita asal anaknya bahagia.

Naruto bungkam. Elusannya berhenti ketika anaknya merindukan sosok figur seorang ayah yang selama ini tak menemaninya.

"Hanya jika, jika ayah kembali apa Boruto senang?"
Tatapan mata Naruto kosong. Menunggu jawaban apa yang akan Boruto katakan. Naruto dapat menebak Boruto pasti membencinya.

If Time ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang