Cerita ini hanya fiktif
Untuk Karakter masih milik Masashi Kishimoto ya,,,
Selamat membaca ❤
.
.
.Aku hanya ingin perhatiannya. Sejak aku kecil, aku hanya ingin kasih sayangnya. Karena ayah adalah pahlawan yang ku kagumi.
"Ayah!" Teriak ku nyaring sembari berlari. Langkah kaki ku percepat saat pintu berbahan dasar kayu hampir sampai ku raih. Mataku berbinar saat memasuki tempat sunyi nan sepi. Tempat dimana ayahku betah berada lama disana.
Aroma buku tua tercium saat aku membuka pintu pelan. Aroma mawar yang terasa manis masuk ke rongga hidungku. Mataku masih saja kagum melihat tumpukan buku berbaris rapi di sekitar dinding. Ayahku adalah seorang pria yang gemar mengoleksi buku-buku tua. Sejarah dan sastra adalah buku yang paling banyak berada di ruang kerjanya ini. Buku bagaikan seorang teman yang selalu menemani, meski terkesan bersikap dingin namun ia tetaplah pria dengan sejuta karisma yang dimiliki.
Disinilah dia berada. Seorang pria dewasa yang setiap hari ku panggil sebagai ayah duduk sendiri. Aku mulai mendekatinya dan tak sedikitpun membuatnya bergerak memperhatikanku. Rasa kecewa mulai bermunculan tapi segera ku tepis.
Ayah masih dengan aktifitasnya membaca tiap bait yang tertulis di lembar kertas putih."Ayah" panggilku sekali lagi.
Hanya gumaman kecil dan tanpa menoleh, ayah masih tetap tak mau mengalihkan mata birunya untuk sekedar memandang anaknya.Wajahku masih tetap sama, ceria dan bahagia.
"Ayah lihat!" Kataku menunjukkan lembar kertas putih.
Ayahku akhirnya beralih pandang meski sekilas. Satu lembar kertas ulangan ku hari ini dengan nilai sempurna. Kerja keras ku kerahkan, siang dan malam aku belajar, aku ingin memperlihatkan kemampuanku kepada ayah."Ayah, Naruto berhasil dapat nilai bagus" celotehku memperjelas. Ku tunjukkan dengan jelas nilai ku di hadapannya berharap sebuah pujian atau usapan di kepala bisa ku peroleh.
Tak lama, senyumanku mulai terhapus. Ayah sama sekali tak bergerak sedikitpun. Dadaku serasa diremas sama seperti nasib lembar ulangan ku yang perlahan membuat tanganku terjatuh dan kecewa. Dia lebih tertarik pada lembaran kertas yang tak pernah ku mengerti isinya.
Tak menyerah, aku mengambil robot mainan yang ibu belikan untukku. Sebuah hadiah yang ku dapat di hari spesial ini.
Aku meletakkan mainan itu di meja dan ku dekatkan dengan lengannya.
"Ayah ayo kita bermain. Naruto ingin ke taman-""Diam lah Naruto!"
Gebrakan di meja membuat tubuhku kaku mendadak. Aku ketakutan.
Matanya nyalang memandang mainan di meja kerjanya. Ayahku melemparkan robot mainan itu ke segala arah.
Tubuh robot itu remuk dan hancur sama seperti perasaanku saat ini."Ayah mendidik mu untuk belajar bukan bermain!" Sentaknya marah. Ayahku kembali duduk pada kursi kerjanya. Napasnya memburu kasar, ayah kecewa kepadaku.
Aku menundukkan kepalaku makin dalam. Air mata sampai di pelupuk mataku. Mata berwarna sapphire yang ibu bilang serupa milik ayahku. Ku gigit keras bibirku untuk menahan isak tangis dan rasa sakit.
Sejak saat itu aku tersadar. Aku hanyalah anak yang membutuhkan kasih sayang ibu dan ayah. Sejak kecil aku di didik ketat oleh ayah. Dikekang, tak boleh bermain, dan hidup serba di atur. Bagai sebuah robot. Sekolahku, temanku, dan semua hal di hidupku telah direncanakan matang olehnya. Aku adalah anak yang tak boleh menentang perintahnya.
Meski mata itu selalu menatapku dingin dan tak pernah bersikap lembut, aku tak pernah membencinya. Hari ini ketika umurku tepat 10 tahun, aku hanya ingin menghabiskan malam bersama keluarga. Kenangan seperti yang selalu Sasuke ceritakan dengan bangga. Hanya ada kami bertiga dengan lilin melingkar di atas kue coklat serta kecupan sayang di kedua pipiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
If Time Return
Fiksi PenggemarTAHAP REVISI (The End) *Hurt Dia hadir dan kemudian pergi. Andai aku bisa mengulang kembali, andai aku bisa menjadi seseorang yang penting untuknya lagi. Semuanya hanya jika, jika aku tak pernah melukai hati dan cintanya. "Boruto, dia anakku kan?" "...