Cerita ini hanya fiktif
Untuk Karakter masih milik Masashi Kishimoto ya,,,
Selamat membaca ❤
.
.
.
Sebelumnya.......
Rintik hujan semakin deras di kota yang terletak di pulau Honshu. Hinata masih menatap Naruto dengan tangan pria itu memegang lembut pipinya. Kecupan ringan yang Naruto daratkan di pipi membuat Hinata tersipu malu. Penegasan Naruto membuatnya tersihir. Seuntai kalimat manis dimana Naruto akan kembali memperjuangkan cintanya. Sorot matanya yang lembut seolah berkata bahwa hanya dialah wanita berharga yang selalu disebut dalam benaknya. Kebersamaan dan cinta mereka di masa lalu tidak akan bisa dilupakan benar-benar telah berbekas. Nama Hinata di dalam hatinya.
"Tolong bawa aku ke makam ayahmu dan anak kita. Aku ingin memulai semua dari sana"
***
Mentari pagi bersinar. Dari jauh, mata bening Hinata memandang sosok pria yang terlihat tengah khusyuk berdoa. Kedua tangannya terlipat dengan tatapan yang penuh penyesalan dan pengharapan dalam doa, mengetuk pintu hatinya. Buah hati yang berada disebelahnya mencoba mengikuti gerakannya dan didapati beberapa kali menengok ke arah ayahnya.
Seperti yang Naruto pinta kemarin, Hinata membawa pria itu ke peristirahatan terakhir anak dan ayahnya. Hinata sengaja menunggu sedikit jauh membiarkan Naruto leluasa berdoa untuk kedua cinta Hinata. Dan keberadaan Boruto disana untuk menemaninya.
Sayup-sayup angin yang berhembus bagai membawa suara lirih Naruto agar tak sampai pada gendang telinganya. Dan kejauhan membuat Hinata tak bisa membaca bagaimana wajah Naruto sekarang. Hanya Tuhan yang mengetahui kalimat apa yang sekarang pria itu katakan.
Angin berhembus mengibaskan helai pirang milik kedua lelaki disana. Duduk bersama putranya, Naruto meletakkan sebuket bunga untuk masing-masing putra dan ayah mertuanya. Sedari menapakkan kaki, matanya tak luput dari kesedihan kala menatap dua nisan yang terletak berdampingan.
"Boruto, beri salam pada kakak dan kakek mu" gumam Naruto lirih.
Boruto mengangguk dan memamerkan gigi susunya.
"Halo kakak dan halo kakek. Apa kabar?"
"Maaf aku baru datang kemari, ayah" sesal Naruto sedih. Pria itu mengusap nisan berwarna hitam dengan rasa penyesalan.
Bahkan meski tak secara langsung bertatap muka, keberadaannya seakan sebuah dosa disini. Naruto malu dengan kelakuannya sendiri. Enam tahun yang lalu Naruto dengan tegas mengatakan bahwa akan memberi hari bahagia untuk putri satu-satunya. Tapi dia melanggar janji kepada ayah mertuanya. Bukan bahagia yang Hinata terima namun sebuah kesakitan. Janji itu raib, hingga perbuatanya berimbas pada kondisi kesehatan ayah mertuanya begitu juga pada sang jabang bayi.
"Banyak yang sudah terjadi. Aku tau kau pasti geram melihatku dari atas sana. Aku minta maaf"
Air mata yang tak diinginkan jatuh perlahan menetes melewati pipinya. Kata-kata yang sudah ia susun rapi seakan tercekat di kerongkongannya. Air mata adalah simbol bagaimana perasaan Naruto tergambar.
Boruto termangu tatkala tangan lebar sang ayah terus mengusap lembut nisan kakeknya. Air hangat ikut menumpuk di pelupuk mata Boruto ketika melihat ayahnya yang menangis. Boruto merasakannya, sebuah kesedihan mendalam yang entah karena apa terlihat di guratan wajah Naruto.
"Aku datang kemari bersama cucu kedua ayah. Maaf ya dia sangat mirip denganku" kekehan kecil keluar dari bibir Naruto.
Dia menatap Boruto lekat hingga menimbulkan kebingungan di benak sang anak. Setelah mengusap rambut pirang Boruto, pandangannya kembali menatap batu nisan milik ayah mertuanya.
"Maaf aku mengingkari janjiku dulu pada ayah. Aku telah gagal sebagai seorang suami dan ayah. Jika saja ayah masih hidup, ayah pasti akan memukul ku kan. Tidak, ayah pasti menginginkan kematian ku kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
If Time Return
FanfictionTAHAP REVISI (The End) *Hurt Dia hadir dan kemudian pergi. Andai aku bisa mengulang kembali, andai aku bisa menjadi seseorang yang penting untuknya lagi. Semuanya hanya jika, jika aku tak pernah melukai hati dan cintanya. "Boruto, dia anakku kan?" "...
