16-FAREL SAKIT

283 29 9
                                    

"Ngapain?" Ucapnya dingin.

"Ayo bicara dulu, lo salah paham" jawabnya

Gadis itu mengambil nafas dalam dalam, ia rasa pasokan udara dalam tubuhnya seakan akan hilang begitu saja. Berjam jam ia bersenang senang tapi semuanya hilang dalam sekejab. "Bangsat" umpatnya

"Lo boleh pergi, gw rasa tadi udah jelas"

Si ketua basket menatap nanar punggung gadis mulai berjalan menuju dapur menemui sang ibunda. Gadis itu, gadis yang dengan lancang membuat jantungnya berdetak kencang, gadis yang setiap hari membuat tidurnya kurang nyenyak, dan ternyata gadis itu sudah lama menyukainya. Kenapa ia baru menyadarinya sekarang?. Ini sudah cukup jauh untuk mengetahui semuanya, dan ini sudah menjadi konsekuensi kalau mereka akan menjauh. Selamanya.

"Ngga, Gw bukan pengecut, gw bisa dapetin Rani. Gw bisa!" Gumannya. Ini belum terlambat untuk mengungkapkan semua perasaannya. Dia hanya perlu berbicara empat mata, saling menyalurkan rasa, menjadi sepasang kekasih lalu menikah. Ini gampang, tinggal beberapa langkah lagi.
.
.
.
.
.

"Bun, liat Farel?"

Beberapa saat setelah mengajukan pertanyaan kepada sang ibunda, tapi siempu masih bungkam dan belum menjawab pertanyaan putri bungsunya. Justru beliau masih berkutat dengan dapurnya.

Rani menjadi bingung, kenapa semuanya seakan berbeda? Seakan akan semua yang ada didekatnya menjadi jauh. Rasanya mereka jijik untuk mendekatinya, berbicara saja enggan.

"Bun?"

"Apa lagi sih,BUNDA ITU LAGI MASAK JANGAN GANGGU DONG!"

Byurrrr

"Aww"

Entah sengaja atau tidak, Bunda yang sedang memegang air panas tibatiba saja menyiramkannya kearah Rani. Spontan Rani yang merasa badannya tersiram air panas berteriak "BUNDA! BUNDA KENAPA SIH?" Nafas anak itu tersenggal senggal.

Yang benar saja, dia bahkan tidak berteriak, menyentuh bundanya saja tidak tapi kenapa beliau langsung berteriak, terlebih menyiramkan air panas ke tangan kiri Rani. Untung hanya tangan kiri dan sedikit terkena kaki. Tapi ya sama saja, air yang baru mendidih disiram begitu saja, bukankah ini tindak penganiayaan?

"KAMU YANG KENAPA! FAREL KECELAKAAN!"
"DAN KAMU JUSTRU ENAK ENAK AN MAIN SAMPE SORE, FAREL NYARIIN KAMU SAMPE KE RUMAH TEMEN TEMEN KAMU TAPI GAADA YANG TAU"
"MOTORNYA RUSAK, TANGAN FAREL RETAK, INI SEMUANYA GARAGARA KAMU! SEKARANG KAMU MAU APA? GABISA NGAPA NGAPAIN KAN? SEDANGKAN MINGGU DEPAN FAREL ADA TANDING VOLI. KAMU BISA NYEMBUHIN TANGAN FAREL DALAM WAKTU SEMINGGU?!"

Rani tersentak kaget, kecelakaan? Retak? Rusak?. Bahkan tangan Rani yang tersiram air panas seolah menjadi mati rasa. Pandangannya kosong. Lagi lagi semua karena dia, sehina apa Rani dimata mereka?

Tapi tunggu, sebelum dia bolos tadi Rani sempat mengirim pesan kepada Farel agar dia pulang terlebih dahulu, dia juga sudah meminta izin kepada sang kakak. Tapi whatsapp yang dia kirim hanya dibaca, bahkan tadi waktu membersihkan kamar Dimas dia mengecek hpnya tidak ada satu pesanpun dari Farel. Tapi ya sama saja, di situasi seperti ini Rani adalah pihak bersalah, bukannya korban.

Putra yang tadi sempat 'terusir' pun mengurungkan niatnya untuk pergi dari sana karena mendengar kegaduhan dari dalam. Waktu dia sampai di ruang tengah orang pertama yang dia temui adalah Rani yang berlari dengan tangan kirinya yang mulai berubah menjadi kemerahan. Dia pasti sudah mengetahui keadaan farel sekarang, tapi kenapa dengan tangannya?

Kalaupun sempat bertanya dia akan bertanya, tapi waktu ini tidak tepat dan otaknya berfikir untuk menyusul langkah kaki Rani menuju ke lantai atas. Dia yakin kalau Rani akan menemui Farel, dan tebakannya benar. Putra hanya berani menunggu dan 'sedikit' menguping dari pintu luar, tanpa berniat masuk atau apa. Menurutnya ini masalah pribadi antara adik dan kakak, jadi mungkin kehadiran Putra disini sebagai penengah apabila terjadi pertengkaran kecil.
.
.
.
.
.

'BRAKK'

Pintu dibuka dengan kencang oleh Rani dengan wajah yang marah,sedih,dan tentunya khawatir. Farel yang sedang terbaring terlonjak kaget, untung saja dia tidak terjatuh dari tempat tidur. Putra yang sedang berjalan dibelakangnya pun sama kagetnya dengan Farel. Padahal waktu sekolah Rani disuruh menggangkat kursi saja sudah mengeluh gakuat ini itu, tapi membuka pintu jati yang amat kuat dan keras tentunya, dia bisa. Benar benar berkepribadian ganda.

"Rel, lo gapapa?tangan lo? Muka? Kaki? Punggung? Mana yang sakit rel?"
"Rel kan gw udah nge WA, gw juga nyuruh lo balik duluan, gw mau main bentar sama Dimas. Dan lo juga udah ngebaca chat dari gw, bahkan langsung lo read. Kenapa lo malah nyariin gw sih? Gimana sih ceritanya duh ribet amat"

Khawatir? Jelas. Apalagi ini kakak kandungnya sendiri, dia menatap kasian dengan tubuh Farel. Hampir semuanya luka, dari mulai pelipis, tangan, kaki, bahkan salah satu kuku kakinya ada yang terlepas.

"Rel maap ya kalo gw sering nyusahin lo, nanti motornya gw ganti deh tapi nabung dulu, bulan depan gw beliin baru"

Setelah mengucapkan itu Rani menundukkan kepalanya, ia begitu takut. Gimana kalau Farel marah? Gimana kalo Farel juga nyiram air panas? Atau melakukan hal yang sama yang sekarang diterima Farel? Dibunuh? Dikunci di kamar mandi?. Ga ga ga, itu gamungkin. Kembarannya yang satu ini bukan orang pshyco, kalaupun marah mentok Farel akan mendiaminya selama beberapa hari. Tapi kalau tebakan Rani salah satunya benar?

Hhh, mau gimana lagi, kalau ini konsekuensinya ya Rani terima. Dengan berat hati tentunya. Dan tidak ikhlas.

Apa yang Rani fikirkan justru berbanding terbalik dengan apa yang sekarang terjadi. Bukannya marah Farel malah tertawa sedikit kencang dan sesekali mencubit pipi gembul adiknya. Tapi raut mukanya seketika berubah, dahinya berkerut melihat tangan kiri Rani yang melepuh. Dia menatap manik mata Rani penuh selidik, tanpa ditanya pun Rani sudah tau apa isi otak Farel. Dia pasti ingin bertanya tentang tangannya. Bodohnya juga kenapa tadi Rani tidak menyembunyikan terlebih dahulu tangan nakalnya ini.

"Tangan? Kenapa?"

"Tadi ngga sengaja numpahin pop mi, udahlah luka kecil doang, sekarang tu gimana ceritanya lo bisa jatoh dan ga ati ati. Cepet ceritain!"

Bohong. Ini mungkin pertama kalinya Rani herbohong kepada Farel. Mau jujur pun sedikit kemungkinan kalau Farel akan percaya, ini satu satunya jalan agar semuanya agar tidak rumit. Sekarang yang terpenting itu kesehatan Farel, bukan Rani.

Tatapan selidik yang diberikan kepada Farel belum dihilangkan dan Rani menjadi sedikit menjauh takut takut kalau Farel kemasukkan setan kecelakaan. Kan agak ngeri kalau Farel si anak ganteng tiba tiba teriak aing maung, amit amit deh

"Makanya jangan ceroboh, lain kali ati ati"

"Ck,iya. Udah ceritain itu gimana bisa jatoh?"

Farel membuang nafasnya lalu menatap miris tangan kanannya yang dibalut perban. "Tadi waktu lo keluar kelas gw panik setengah mati,pikiran gw selalu mengarah kalo lo bakal bunuh diri, ya agak gila sih, cuma lo kan orangnya nekat" Jelasnya sambil tertawa. "Nah waktu gw mau nyariin lo nih, si Dimas nyuruh gw buat urusin serli sama Putra dulu, yaudah kan Dimas nyariin lo, gw urus bocah bocah tadi dikelas. Waktu mau latian poli gw dapet wa dari lo, gw udah baca tapi karna disuruh buruburu sama Zidan jadi langsung gw masukin aja. Nah waktu pulang gw ingetnya lo ga nge wa gw, jadi kan gw nyari nyari lo sampe sana sini. Waktu dirumahnya si Azizah gw baru nyadar kalo lo tadi nge wa gw, sumpah gw udah abis 2 liter pertalite nyariin lo. Gwnya sendiri juga yang gampang lupa. Nah terus sampe perempatan smp 1 itu ada bocah mau belok tapi ga nge sent terus yaudah disitu gw bawanya juga ngebut. Jadi ya gasengaja gw tabrak. Lagian itu bocah udah tau rame belok kaga nge sent mana lewat tengah tengah. Untung disitu gw yang bener dia yang salah"

"Terus itu bocah yang nguping depan pintu kenapa bisa kesini?"

Farel beralih menatap pintu yang dibelakangnya jelas jelas terlihat sedikit wajah Putra. Ia terkekeh melihat tingkat konyol temannya. "HEH NGAPAIN LO NGINTIP, MASUK GE TINGGAL MASUK" Teriaknya lantang

"Hehe" ujarnya malu,"Gw pulang deh, makasih ya" lanjutnya setelah itu Putra meninggalkan pintu kamar tersebut, akan tetapi dia ingin kembali lagi untuk mengintip namun ia urungkan karena mendapat pelototan mata dari Rani.

Kepo sekali, dasar lelaki.

"Tadi Putra yang bawa gw pulang,untungnya dia tadi waktu pulang lewat sini jadi ya gitu deh"
"Udahlah gausah urusin Sherly, gw setuju kok kalo lo pacaran sama Putra"

"Apasih anjing ngada ngada"
.
.
.
.
.

Voment gais!!!

Putih Abu-Abu(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang