31-IKHLAS

191 20 0
                                    

"Sus pasien atas nama Yuli?"

"Ada di ruang operasi"

Setelah mendapat jawaban, gadis ini lari tergesa gesa yang bahkan sampai mengalihkan atensi para orang orang didalam rumah sakit. Bagaimana tidak? Pakaian dia yang lusuh dan sedikit kotor juga rambut yang acak acak an, mungkin orang lain bisa menyimpulkan kalau gadis ini pasien penyakit jiwa yang salah rumah sakit.

"Permisi tolong permisi bunda saya sedang kritis" ucap gadis itu pada salah satu pasien yang mengobrol di tengah jalan

"BUNDAAAAAAA" Teriak gadis itu sambil berlari menuju ruang operasi, bahkan kakinya yang sudah ia gunakan untuk berlari dari sekolahan sampai ruang operasi pun seperti mati rasa waktu melihat keadaan ibunya di dalam ruang operasi sialan ini

Matanya terpejam, badannya langsung merosot ke bawah dengan tangan yang digunakan untuk menutupi wajahnya, kembarannya, Farel dengan sigap menghampiri Rani dan memberikan pelukan agar adiknya ini sedikit tenang

"Kok lo ga ngasih tau ke gue sih?!" Bentak sang adik

"Lo masih bahas donor darah Ran, gue gaberani manggil"

Gadis itu melepas pelukannya dan memandang Farel tak suka "REL!" bentaknya

Plak!

Satu tamparan mendarat mulus di pipi Farel, Rani tersenyum remeh "Disaat kaya gini lo masih mikir? Lo takut bunda bakal ga sayang lagi ke lo? Lo takut lo ga disanjung sanjung lagi sama bunda kalo ada gue disini?"

"Ga gitu Ran, gue gamau gang-"

Plak!

Bahkan belum selesai berbicara, Farel sudah mendapat tamparan lagi pada pipinya yang bahkan sampai mengeluarkan sedikit darah pada ujung bibirnya. Tenaga gadis ini tidak bisa dibuat main main mengingat dia sangat lihai dalam bela diri

Rani berdiri dan meludah tepat di samping Farel,"Bunda punya anak kembar. Lo jangan egois!" Ucapnya lalu beralih menemui ayahnya di kursi tunggu

"Bapak gamau cerita sama Rani?"

Pria itu menghela nafas sebentar, mengambil pasokan udara sebelum menceritakan semuanya kepada gadis kecilnya ini

"Bunda kecelakaan, waktu di lampu merah ada sopir truk yang ga taat peraturan, Bunda jalan waktu udah lampu ijo, si sopir truk ternyata nerobos lampu merah. Dan kaya gini" ujarnya sambil menahan air mata

Rani tersentak, dirinya tiba tiba melamun. Ini alasan kenapa dirinya sangat tidak ingin keluar rumah dalam keadaan jalan raya yang ramai, kalu terpaksa keluar pun dia akan memilih jalan kaki. Tapi seluruh keluarganya selalu membantah dengan alasan membuang buang waktu. Dan sekarang? Semua kekhawatirannya terjadi.

Dan kenapa harus keluarganya? Kenapa harus orang tuanya? Kenapa harus bundanya yang bahkan sampai sekarang belum sepenuhnya menyayangi Rani?

Pintu terbuka, menampilkan dokter dengan masker dan keringat yang membanjiri dahinya, beliau melepas masker dan melihat beberapa orang di ruang tunggu "keluarga pasien?"

Semua orang yang berada di ruang tunggu dengan sigap berdiri dan bertanya bertubi tubi kepada dokter, bagaimana keadaannya, apakah ada yang parah, dan lain sebagainya.

Dokter menatap orang didepannya ini khawatir "akibat kecelakaan parah, membuat tangan kanan dan kaki kiri pasien patah, akibat benturan pada kepala mengakibatkan gagar otak ringan, beliau mengeluarkan banyak darah, stok darah di rumah sakit menipis mengingat darah beliau cukup langka. AB+"

"Dan akibat kecelakaan dengan truk pada posisi depan, membuat ginjal pasien rusak akibat benturan yang sangat keras"

"Kita perlu pendonor segera, keadaan pasien kritis, saya tidak bisa yakin akan keselamatan pasien"

Putih Abu-Abu(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang