[5] Akrab

757 171 151
                                    

"Gimana rasanya jadi kembar?"

Quivera ingat betul pertanyaan yang pertama kali Yolanda lemparkan padanya. Bukan seperti kebanyakan gadis yang bertanya mainstream, 'hai, nama kamu siapa?' atau 'oh, saudaranya Shivera ya?'. Yolanda memberi pertanyaan yang berhasil membuat Quivera berpikir.

Gimana rasanya jadi kembar? Gue pengen banget punya saudara kembar. Lebih bagus kalo bisa melakukan telepati. Jadi kalo manggil nggak perlu buka mulut. Quivera nyengir sendiri kalau ingat kata-kata konyol gadis itu.

"Dor!"

Mendadak seseorang menepuk pundak Quivera dari belakang. Membuat cowok itu sedikit tesentak kaget. Baru saja ingatannya melayang pada saat pertama kali bertemu dengan Yolanda, eh sekarang gadis itu muncul ke hadapannya.

"Lo nggak boleh ngagetin orang yang lagi serius di perpustakaan," Quiv berusaha menutupi debaran jantungnya yang mulai tak kauran. Kenyataannya mereka memang sedang di perpustakaan, ada esai yang harus Quivera setorkan ke guru Bahasa Indonesia sore ini. Rencananya esai itu akan dilombakan di Festival Literasi Siswa DKI Jakarta. Bukannya fokus otak Quivera malah pergi ke masa lalu.
"Lo serius ngapain? Baca nggak, nulis nggak. Malah bengong aja." Yolanda mengambil posisi duduk di sebelah Quivera. Gadis itu sedikit terkekeh, membuat Quivera menyadari betapa bersahajanya gadis berambut panjang sepunggung ini. Ia nampak membawa tempat pensil, beberapa buku pelajaran dan lembar tugas.

"Gue lagi nulis esai," Quivera segera berpaling pada esainya. Cowok itu takut kalau lama-lama menatap Yolanda nanti dia kena Diabetes.

"Oh, buat Festival Literasi ya? Shivera cerita. Keren banget lo bisa bikin tulisan dan bisa sampai dilombain," komentar Yolanda sembari mengeluarkan pulpen, membuka buku pelajaran dan mulai mengerjakan soal-soal yang ada.

"Iya," sahut Quiv sembari memperhatikan apa yang Yolanda lakukan. Gadis itu selalu ceria dan sama gilanya seperti saudari kembarnya, Shivera. Tingkahnya tidak tertebak. Di suatu waktu dia bisa meledek Quiv dan di waktu yang lain ia bisa memuji cowok itu dengan sangat mudah.

"Ah, sori udah ngajak ngobrol. Lo bisa lanjut nulis esainya," Yolanda menyadari kalau Quiv tidak berhenti menatapnya. Quivera kembali memalingkan wajah, 'Lo berhasil bikin konsentrasi gue hilang,' sahut Quivera dalam hati. "Lo lagi ngerjain apa?" sebagai gantinya cowok itu bertanya.

"Ini... tugas sejarah sama biologi. Kemarin habis izin untuk English Debate Competition. Karena gue itu gue nggak ikutan kuis. Cuma gurunya ngasih tugas supaya gue bisa tetep ada nilai."

"Oh, mau gue bantuin?" Quivera menawarkan, berusaha keras untuk membuat nada bicaranya tetap kasual.

"Lo bukannya lagi bikin esai?" Yolanda keheranan ketika Quivera mulai merapikan perangkat penunjang pembuatan esainya. Sebagai balasan pertanyaan Yolanda, cowok itu tersenyum tipis dan berkata,
"gampang."

oOo

Baru beberapa menit Quiv menjelaskan bagaimana cara kerja sel jaringan tubuh manusia, Shivera mendadak datang. Saudari kembar tak identiknya itu memakai seragam olahraga. Wajahnya nampak seperti orang yang habis kejedot tembok. Yolanda sampai tercengang dibuatnya,

"Lo kenapa, Shiv?"

"Paling Hideki," Quivera bahkan tidak menoleh pada saudarinya dan terus berfokus pada lembar soal milik Yolanda.

"Lo diapain sama Hideki?" Yolanda khawatir, ingat kejadian tadi pagi. Orang awam kalau melihat keduanya, pasti memiliki pandangan seolah sang putri diselamatkan pangeran. Tapi kenyataannya, Hideki justru memberi Shivera tatapan mengintimidasi, mencemooh. Tatapan yang seolah mengatakan, 'kalo jalan tuh, matakakinya dipake!'.

Yolanda menjadi saksi hidup saat Shivera mencoret buku pelajarannya dengan kesal; 'Hideki sialan, matakaki gue ketutup kaos kaki!'

"Gara-gara lo! Sodara nggak berperi kesodaraan! Lo kan yang bikin 'jebakan' supaya gue kepleset tadi pagi." Shivera menyambar telinga Quivera, menjewernya sampai cowok itu mengaduh. Tentu saja Quiv segera menarik kepalanya, tidak mengizinkan Shivera berbuat semena-mena. Tapi kemudian badannya membeku beberapa detik, Shivera menggunakan kekuatannya. Kalau saja Yolanda tidak melerai, tentu Quivera akan tetap membeku dan pasrah saja telinganya dijepit jari tajam Shivera.

Memang! Punya kakak perempuan itu adalah hal yang menyebalkan!

oOo

Nanti Kita Tahu Akhir Kisah IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang