Jadi, bagaimana Shivera akan menghadapi Hideki besok?
Masih ada satu hari lagi sebelum mereka bertemu akhir minggu.
Atau Shivera bolos saja?
"Aaaahk!" Shivera mengacak-acak rambutnya sendiri. Untung saja ia sedang berada di atap rumah. Tempat paling aman untuk berpikir tentang berbagai hal rahasia. Rumah di belakang pabrik es yang disewakan untuk si kembar memiliki atap datar. Biasanya atap itu digunakan Mama untuk bersantai sambil menunggu jemuran kering. Duduk di dipan bambu sembari ditemani jus buah dengan es segi enam buatan Quivera.
Kalau malam, tempat ini kadang diisi si kembar yang sedang stress. Jika Quivera habis dibombardir nilai ulangan yang jelek, atau habis diputusin, dia akan meratapi nasib. Membawa beberapa lembar selimut dan berbaring di dipan bambu tempat Mama biasa ngaso. Lelaki tanggung itu akan tidur tenang sampai pagi menjelang. Setidaknya sebelum Mama menyusul naik dan menjewer kupingnya lagi--kenapa juga harus tidur di luar cuma karena galau?
Shivera sendiri jarang pergi ke atap. Ia akan naik jika merasa benar-benar butuh sendiri atau harus menerawang jauh. Ia akan merebah di bawah langit bertabur bintang dan mencoba untuk berpikir dalam-dalam. Seperti saat ini.
Shivera yakin selama ini emosinya berhasil terkontrol dengan baik. Walau ia harus menghadapi Quivera terus dan terus bersikap menyebalkan, Aragani yang tingkahnya kadang diluar nalar, juga ada duo Hideki-Luca yang kadang membuatnya ingin meninju Quivera, namun Shivera bisa menahan semua bentuk emosi itu. Ia tidak pernah merasakan letupan emosi yang bisa membuatnya kehilangan kendali.
Lalu kenapa hari ini ia jadi begitu bodoh?
Belum lagi soal Quivera yang mencari-cari Shiv dengan panik tadi sore. Kemudian soal ceritanya tentang masa kecil Shivera yang pernah lepas kendali. Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Dari dulu, Shivera memang mencari tahu. Kenapa ia dan Quiv diberi kekuatan untuk mendinginkan sesuatu.
Untuk jadi pahlawan super? Shivera mengerutkan alis, yang bener aja.
Shivera sudah punya beberapa teori. Misalnya, ia dan Quiv--ketika kecil, tak sengaja tercemplung ke dalam bak berisi cairan elixir es. Atau ia dan Quiv ketika di kandungan pernah terpapar sinar gamma sehingga gen mereka tersusun secara aneh. Tapi semua teori itu tentu harus dibuktikan, bukan? Untuk itulah ia masuk ke klub sains. Sekarang semuanya kacau.
"Shiv," seseorang memanggilnya dari belakang.
Shivera menoleh dan melihat saudara kembarnya datang membawa setabung potato chips. Quivera berdiri mematung di ujung dipan. Shivera biasanya tidak ingin diganggu saat sedang berpikir. Namun, diluar dugaan, Shivere mengulurkan tangannya, menepuk-nepuk dipan, memberi kode pada Quiv untuk duduk di sampingnya.
"Lo masih nggak mau cerita sama gue?" tanya Quiv sembari menawarkan potato chips pada Shivera. Gadis itu terdiam sejenak, menatap dalam-dalam pada potato chips sebelum akhirnya mengambil beberapa tumpuk.
"Gue kehilangan kendali di depan Hideki."
"Hah?!" Quivera terperangah.
"Ya-ya! Gue tahu gue salah, ceroboh, nggak hati-hati! Lo bisa nyalahin gue sesuka lo, tapi sumpah! Gue pun nggak ngerti kenapa gue bisa kayak gitu."
Ujung-ujung alis Quivera mengerut turun. "Gue harap, lo nggak berubah jadi kayak gitu lagi."
"Maksud lo saat mata gue berubah jadi perak terus ngundang hujan es dan bikin Mama panik?"
Quivera mengangguk dengan wajah super serius. Shivera menarik nafas, memasang wajah yang sama seriusnya seperti milik Quivera, memutar posisi duduknya agar bisa menghadap pada sang saudara kembar.
"I don't get it. Gue nggak inget kejadian itu."
"Di kepala gue, kejadian itu kayak baru kemarin," Quivera menyela.
"Terus kenapa selama ini lo nggak pernah cerita?!" Shivera protes, suaranya naik satu oktaf.
"Karena itu terlalu menakutkan! Lo kayak bukan lo dan ada sesuatu yang menekan diri gue dari ujung rambut sampe ujung kaki! Gue takut Shiv!" Quivera tak kalah frustasi.
"Kenapa lo mesti takut? Harusnya lo ceritain ini ke gue supaya kita bisa neliti itu lebih jauh! Gue harus tahu apa yang terjadi sama diri gue sendiri!"
Quivera menggeleng kuat-kuat, "nggak... nggak!"
"Kenapa nggak?!" Shivera memaksa.
"Gue takut Shiv!"
"Takut apa?! Jangan jadi pengecut, Quiv!"
"Gue takut kehilangan sodara!"
Hening sejenak sebelum suara dering ponsel menyerobot masuk ke perdebatan si kembar. Ponsel pintar milik Shivera melantunkan lagu Let's Kill This Love sambil bergetar-getar tak karuan. Shivera merogoh kantung jaketnya dengan kasar, melihat ke layar ponsel dan tersentak melihat nomor siapa yang muncul di sana.
Hideki.
oOo
Baru saja Shivera sibuk membuat rencana untuk mangkir dari pertemua dengan Hideki. Tapi nyatanya lelaki itu sekarang malah sedang berdiri di hadapannya dengan tatapan ala polisi. Siap menginterogasi. Namun sudah hampir sepuluh menit mereka berhadap-hadapan, Hideki tidak mengucapkan sepatah katapun. Padahal Shivera sampai minta Quivera untuk bekerjasama, menyelundupkan gadis itu supaya bisa keluar dari rumah malam-malam.
"Kalo nggak ada yang mau lo omongin, mending lo pulang," suara Shivera agak bergetar. Ia sebenarnya sangat gugup sekarang. Ia benar-benar tidak ingin bertemu Hideki dulu, setidaknya sampai ia bisa menenangkan jiwanya sendiri. Tetapi Hideki membawa senjata yang sangat ampuh. Shivera tidak bisa menolak permintaannya.
"Gelombang energi itu tepat menghantam saya di sini," Hideki menunjuk area di bagian perut dan dadanya. Akhirnya ia bicara.
"M-maksud lo?" kaki kanan Shivera mundur sedikit, bergerak defensif.
"Bertahun-tahun saya masuk ke lab dan saya nggak pernah merasakan anomali itu. Saya tahu Lab bukan tempat yang 'normal' buat kebanyakan orang, tapi hantaman itu lebih dari kata 'abnormal'. Dia asing, bukan berasal dari eksperimen yang biasa Prof. lakukan. Menurut kamu, itu karena apa?"
"Nggak tahu!" tandas Shivera, kontras dengan pelipisnya yang sudah mengeluarkan keringat sebesar biji jagung.
"Saya merasa dingin. Hawa itu juga asing," tambah Hideki, ekspresinya masih tenang, matanya masih menatap tajam.
"Dek, please, bisa tolong lupain aja semuanya?" Shivera hampir-hampir memohon.
"Nggak, saya nggak mau. Kejadian hari ini nggak bisa seenaknya dilupain. Kamu berhutang jawaban."
"Gue pun nggak tahu apa yang terjadi Dek! Sumpah!" ya, secara teori Shivera memang tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ia saja masih melakukan penyelidikan dengan susah payah. Tetapi Hideki tidak bisa serta merta menerima alasan Shivera.
"Kalo gitu, kita harus menyelidikinya."
"Kita?" Sebelah alis mata Shivera terangkat, merasa keberatan.
"Ya, kita." Hideki berkata mantap. Kalau Shivera tidak bisa memberi jawaban, Hideki akan menemani gadis itu sampai menemukan jawaban. Apapun cara yang harus ia tempuh, Hideki tidak akan membiarkan wajah seringai Shivera muncul lagi dan mengacaukan pikirannya.
oOoAya Kanala01 naomi-leon
HUALOOOO Selamat Ramadhan semua. Semoga senantiasa diberkahi dan bencana di bumi segera berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanti Kita Tahu Akhir Kisah Ini
Novela JuvenilDalam rangka cinta segitiga di antara kami bertiga, para author keturunan anak sultan, terimalah persembahan kami sebuah cerita bertajuk "NANTI KITA TAHU AKHIR KISAH INI" Kenapa kok judulnya kaya gini? Kami bertiga berikrar tuk membuat project menul...