[8] Kamu Terlalu Baik

586 155 216
                                    

"Kita putus saja." Quivera melepaskan diri dari cekalan cewek di depannya. Susah payah dia mengontrol emosi. Lengah sedikit saja, cewek ini bakal jadi es batu gara-gara sentuhannya.

Cewek itu berkeras menahan tangan Quivera agar tetap dalam jangkauannya. "Kita baru mulai jalan. Ketidakcocokan di antara kita pasti bisa diatasi seiring berjalannya waktu.

Quivera mengatupkan rahang menahan emosi, tapi bibirnya membentuk senyum penuh pengertian. Matanya menyorot penuh permohonan. Dia mendesah seolah dirinya cowok paling teraniaya di dunia. "Kita terlalu berbeda dalam banyak hal. Kamu terlalu baik, sedangkan aku ini burik. Setiap kita jalan, orang memandang kita kayak Beauty and the Burik."

Merendah untuk meroket. Siapa sih, yang nggak kenal karisma Quivera? Mana mungkin orang memandangnya seperti jurik. Ini cuma cara bagi Quivera ketika dia ingin mengakhiri sebuah hubungan. Trik supaya cewek-cewek yang menempel padanya melepas dengan ikhlas.

"Aku nggak peduli kata orang!" Cewek itu semakin erat mencekal tangan Quivera, tapi tiba-tiba hawa dingin menyengat tangannya. Cewek itu tersentak kaget dan melepaskan tangan Quivera.

Sial, gue lost control. Quivera memaki dalam hati. Dia menarik napas dan kembali mengulas senyum. "Aku nggak mau kamu dipandang sebelah mata sama orang lain. Masih banyak cowok di luar sana yang bisa bikin kamu bahagia." Dengan mata bening yang menyorot lembut, Quivera menatap cewek itu tepat di kedua matanya yang berkaca. Ditangkupnya tangan cewek itu lalu digenggamnya erat. "Cukup aku yang dicela, jangan sampai kamu juga dihina."

Quivera berbalik dengan dramatis. Dia tidak menoleh meski tahu bahwa cewek yang ditinggalkannya berharap begitu. Dengan gaya cool dan irama slow motion yang bersenandung dalam kepalanya, Quivera berjalan menjauh. Tapi gaya berjalan sok keren itu nggak bertahan lama waktu melihat saudari kembarnya berjalan tertatih di kejauhan. Quivera setengah berlari menyongsong Shivera.

"Kenapa kaki lo?" Quivera mengamati kaki kakaknya baik-baik.

"Dikerjain sama Aragani."

"Wah, itu cewek bener-bener ya. Besok gue balasin dendam lo, gue patahin dia." Quivera mengalungkan tangan Shivera ke leher lalu membantunya berjalan menuju kantin.

"Jangan aneh-aneh mau matahin orang segala. Mau diceramahi Pak Sarno lagi?"

"Ini patah yang nggak bisa dilihat secara fisik dan nggak bisa diobatin di rumah sakit." Quivera nyengir.

Shivera mendengkus mencium bau ketidakwarasan saudaranya.

"Karena yang gue patahin itu hatinya." Tangan Quivera menepuk dada dengan jemawa.

Shivera menyentil kening Quivera dengan jengkel, tapi cowok itu malah tertawa. Quivera mengulurkan tangan, berusaha menepuk kaki saudarinya tapi ditepis Shivera.

"Apa lo pegang-pegang?! Sakit tahu!" teriak Shivera galak.

"Mau gue kompres, nyet! Heran deh, negting melulu sama gue." Kesal, Quivera malah menepuk kaki saudarinya keras-keras. Membuat cewek itu mengaduh.

Quivera buru-buru pergi mengambil dua teh botol demi menghindari kemarahan Shivera. Benar saja, begitu balik badan Shivera sudah memandanginya dengan sorot penuh dendam. Quivera sigap mengangkat kedua botol teh yang nggak dingin ke titik fokus mata Shivera. Botol itu langsung berembun karena dingin. Quivera cengengesan untuk meledek kegagalan serangan Shivera.

"Nah, ada gunanya juga kekuatan lo. Buka counter minuman dingin aja apa kita?" Quivera mengedip rese.

Shivera mengacuhkan godaan saudaranya karena matanya kini tertuju pada Hideki dan Aragani yang baru memasuki kantin. "Tuh, yang mau lo patahin hatinya udah jalan duluan sama cowok lain." Shivera menyesap teh botol tapi matanya nggak lepas dari dua orang itu. "Belum-belum udah patah hati duluan kan, lo?"

"Quivera? Patah hati? HA-HA-HA." Sengaja Quivera tertawa dibuat-buat. "Belum pernah ada sejarahnya."

"Belum ada sejarahnya juga kan, lo matahin hati cowok?" Shivera mengulurkan tangan untuk mencomot gorengan di atas meja, "Daripada matahin hati Aragani, gimana kalau matahin Hideki?"

"Najis, Shiv! Gue normal!"

oOo

Nanti Kita Tahu Akhir Kisah IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang