[14] Kakak

525 138 207
                                    


Sejulid-julidnya Quivera, cowok itu tidak bisa membiarkan saudarinya kesakitan. Berbagi rahim membuat keduanya punya ikatan yang tidak bisa dijelaskan. Shivera bisa saja jatuh berulang kali, tapi selama gadis itu berdiri, Quiv akan diam. Tetapi kalau sampai Shivera menangis, Quivera akan melakukan apapun supaya gadis itu dapat kembali merasa nyaman.

Seperti sekarang ini, Quivera yang biasanya julid bisa berbesar hati membawa Shivera dipunggungnya.

Agenda melampiaskan kekuatan berakhir dengan lecetnya Shivera. Ditambah dengan rusaknya mood gadis itu lantaran kenyataan; ia tak bisa ikut marathon. Shivera suka lari. Cita-citanya di SMA tentu saja ingin bisa ikut serta dalam lomba marathon. Menikmati hembusan angin yang mengelus pipi, menjadi orang pertama yang menyentuh garis finish kemudian dapat piala dan hadiah.

Sayangnya Aragani berhasil menjegal langkahnya untuk ikut dalam lomba itu. Quivera sudah berbaik hati membujuk guru supaya Shiv bisa ikut. Yah, meskipun hanya di kursi cadangan, Shivera tidak keberatan. Tapi kini, karena kecerobohannya sendiri, Shivera harus mengikhlaskan kursi cadangan itu. Penyesalan membuat dadanya melesak. Bahkan lebih sakit ketimbang kalah dari Aragani atau Hideki.

Meski begitu Shivera sadar, bahwa mungkin yang paling kecewa dari tingkahnya hari ini adalah Sang Saudara Kembar.

"Quiv..." gumam Shivera. Kepalanya merebah di pundak sang saudara kembar. "Gue ini nyebelin banget pasti ya."

Iya, emang. Sahut Quiv dalam hati.

"Quiv. Lo gemblok gue begini, berat nggak?"

Quivera menarik nafas dan menghentak sedikit, membenarkan posisi Shivera yang ada dipunggungnya, "lo sengaja aja kan, biar pulang nggak jalan kaki."

Shivera terkekeh, melingkarkan lengannya di sekitar leher Quivera. "Gue pengen banget bisa main Ice Skating. Lo kan suka banget ngebekuin lantai, tapi setiap lo melakukan itu, gue harus duduk diem dan konsentrasi supaya bikin suhu nggak tambah dingin. Atau supaya orang-orang di sekitar kita nggak gemeter atau menggigil."

Shivera terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "sekarang gue udah cukup mampu ngendaliin kekuatan gue. Jadi gue mau main-main sedikit."

"Lo udah mampu ngendaliin kekuatan lo, tapi nggak mampu ngejaga diri lo tetap aman," Quivera tidak berkata dengan nada menyudutkan. Namun itu yang membuat Shivera seakan menciut. Kata ibu mereka, Quivera lahir belakangan. Kalau menurut urutan lahir, berarti Shivera yang jadi kakak. Sebaliknya, menurut mitos lokal, yang lahir belakangan justru jadi kakak. Karena rela membiarkan sang adik keluar duluan melihat dunia.

Shivera merasa mungkin itu benar. Ada beberapa hal dalam diri Quiv yang kadang tidak bisa ia bantah.

"Maaf," gumam Shivera dengan suara yang sangat kecil. Hampir-hampir tidak terdengar sama sekali. Tetapi karena Shivera sedang digemblok, Quivera bisa mendengarnya. Cowok itu menyunggingkan senyum kecil.

"Lo beneran mau masuk ke ekskul robotic?" tanya Quivera kemudian.

"Ya!" Shivera langsung merubah posisi tangannya menjadi memegang pundak saudara kembarnya. Itu gestur pertahanan. Bukti bahwa keputusannya tidak bisa diganggu gugat. Quivera menghela nafas, paham betul betapa keras kepala saudarinya yang satu ini. Sekali sudah memutuskan sesuatu, Shivera akan sulit diubah pendiriannya. Terutama jika itu berkaitan dengan kekuatan mereka berdua. Kenapa mereka bisa punya kekuatan aneh? Hanya karena nama? Jangan bercanda.

Sama seperti Shivera, sebenarnya Quivera juga penasaran dengan asal kekuatan mereka. Karena itulah ia masuk ekskul Robotic duluan. Tapi sampai sekarang penelitiannya tidak banyak membuahkan hasil. Membuat Quivera berpikir praktis. Mungkin saja eksistensi Mutan itu benar. Mungkin saja ia dan Shivera adalah salah satunya.

"Jangan sampai kejadian kayak di pabrik tadi terulang."

"Nggak lah! Nggak akan. Gue akan hati-hati soalnya ada Hideki dan yang lainnya di sana."

"Lo mesti janji sama gue, se-excitednya lo, lo nggak boleh kelepasan. Melakukan hal-hal konyol di sana, eksperimen nggak jelas dan lain-lain. Seenggaknya jangan lakukan tanpa gue."

Shivera memukul pundak Quivera kencang, "dibanding sama lo, gue tuh lebih minim gunain kekuatan di sekolah. Coba, kemarin aja lo udah ngebekuin rambut dan lantai supaya bikin gue kepeleset."

Quivera menoleh sekilas, "kepleset apaan?"

"Kepleset es! Yang waktu akhirnya gue ditangkep sama Hideki!"

"Ah nggak kok, gue ngapain nyakitin lo secara fisik? Yang ada elo kali jewerin gue mulu."

Shivera lantas berpikir. Wajahnya bingung. Ia ingat jelas kok, kalau yang membuat kakinya terpleset itu adalah kubangan air yang dibekukan. Kalau bukan Quivera yang melakukannya? Terus siapa? Disela-sela berpikir itu, kaki Shivera kembali nyeri.

Ia meringis, "...duh..."

"Jangan ngeluh, bentar lagi sampai rumah. Kalo Mama tanya, jelasin sendiri."

oOo

Author's note
Virus masuk Indonesia, jangan cuma panik tapi jaga kesehatan dengan pola makan dan kebersihan ya guys. Stop sebar berita yg belum tentu kebenarannya

We love you
naomi-leon Kanala01 aya

Nanti Kita Tahu Akhir Kisah IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang