Shivera masih agak tertatih memasuki kelasnya. Rasanya ia ingin sekali mendatangi Aragani ke kelasnya dan menyiraminya dengan bongkahan es batu dengan kibasan jemari. Instagramable banget kan keliatannya, ala-ala Elsa pas ngedamprat Gustof. Setelah itu Shiv bisa ngakak puas ala villain. But no, kalau sampai Pak Sarno tahu, Shiv sudah bisa membayangkan ia diseret ke ruang Pak Kepsek untuk dihukum.
"Mau sekolah di sini atau di kamp tentara?" Begitu selalu Pak Sarno menguliahi si kembar sebelum mereka masuk ke MSH dengan beasiswa penuh. Entah bagaimana Pak Sarno sendiri yang menegosiasikan beasiswa itu dengan Pak Kepsek.
"Kalau mau sekolah di sekolah biasa jangan aneh-aneh, masih bagus kalian diterima di sini."
Shiv dan Quiv hanya saling melirik, kaki menggesek lantai, tangan saling menjalin di belakang punggung.
"Mungkin buat kalian kekuatan ini adalah istimewa, spesial, keren, mungkin kalian kepingin pamer sedikitlah... wajar, wajar." Pak Sarno memutari mereka sambil mengangguk. "Kalian kan masih muda, belum paham kalau kekuatan kalian ini nggak biasa, bisa bikin orang takut, bisa bikin kalian dijauhi teman-teman..."
Quiv nyeletuk duluan. "Siapa juga yang mau temenan sama mereka."
"Quivera..." tegur Pak Sarno.
"Ditempel cewek tukang ngiler satu ini aja udah ngerepotin ngapain juga ditempelin banyak temen." Quiv malah nambahin sambil mendorong bahu Shiv. Shiv balik melotot, satu tangan balas menampar punggung Quiv.
"Oke udah, udah," Pak Sarno melerai. "Pokoknya kalau sampai ada laporan kalian pakai kekuatan kalian di sekolah, Bapak akan bilang ke Pak Kepsek tentang siapa kalian sebenarnya. Paham kan?"
Shivera dan Quivera yang sekarang sibuk saling menjambak rambut menjawab kompak persis paduan suara, "Paham Paaa...kkk!"
Muka Pak Sarno kelihatan pasrah.
Shivera kembali teralihkan oleh rasa sakit di lututnya. Ia celingukan mencari kursi panjang yang biasanya ada di lorong atau teras kelas, spot nongkrong anak-anak yang suka galau makanan jajanan sambil ngeliatin lapangan.
Ia mendudukkan dirinya, menyilangkan kakinya dan membiarkan sesuatu seperti asap kebiruan tipis menguar dari telapak tangannya. Asap itu melingkupi lututnya, mendinginkan nyeri di lututnya bagaikan dilapisi es.
Tiba-tiba Shiv mendengar suara beberapa cewek yang akan berbelok dan menuju ke arahnya. Buru-buru Shiv melenyapkan kekuatannya.
Ada dua orang siswi yang saling menunjuk layar ponsel masing-masing. Pandangan mereka lekat ke layar sambil cekikikan. Ciri-ciri fangirling akut.
"Ah gila tadi liat yang ini nih, ganteng banget, candid gw dapetnya. Pas dia mau mulai lari di trek."
"Mau dong mauuuu..."
"Ya ampun cool banget, Hidekiiii!"
Shiv langsung tepok jidat. Yaelah, ternyata lagi gibahin Hideki. Rugi banget Shiv dengernya. Huff, lututnya langsung terasa membara lagi.
"Eh, ssst! Ssstttt! Pak Kepsek!!!"
Shiv langsung menengadah. Pak Kepsek?! Dimana? Gadis itu memanjangkan lehernya, berusaha melihat lebih jelas. Oh, itu dia. Sosok tegap gagah, sekepala lebih tinggi dari hampir semua cowok di Meruya Sky High. Selalu terlihat perlente, kemeja panjang fit body, dan celana pantofel berpotongan lurus.
Pak Kepsek masih terlihat tampan bagai aktor meski rambut tebalnya sudah mulai memutih. Guru-guru yang lain bahkan sering Shiv dengar memanggil Pak Kepsek sebagai: Professor. Professor Kenji Hadikusuma.
oOo
Aya's NOTE
Jangan lupa tinggalkan jejak & follow juga fellow akoh Kanala01 naomi-leon
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanti Kita Tahu Akhir Kisah Ini
Roman pour AdolescentsDalam rangka cinta segitiga di antara kami bertiga, para author keturunan anak sultan, terimalah persembahan kami sebuah cerita bertajuk "NANTI KITA TAHU AKHIR KISAH INI" Kenapa kok judulnya kaya gini? Kami bertiga berikrar tuk membuat project menul...