[22] Terjerat

476 132 239
                                    

Shivera membuka pintu terlebih dulu. Kepalanya menjulur ke dalam ruang laboratorium sebelum kakinya melangkah masuk. Tidak ada orang. Ruangan itu kosong melompong.

Kepala Shivera menoleh pada Hideki yang tadi berdiri di belakangnya dengan tatapan bertanya.

"Buruan masuk. Kamu nggak lihat saya bawa barang?"

Hideki mendorong Shivera dengan kotak raksasa yang dipeganginya. Spontan Shivera terdorong selangkah dan masuklah dia ke dalam ruangan kosong itu.

Sementara Hideki meletakkan benda yang sedari tadi dibawanya, mata Shivera meneliti ke sekeliling ruangan. Masuk ke ruangan ini harus melewati lift khusus yang terletak di celah sempit di belakang ruangan kepala sekolah. Dari situ Hideki dan Shivera dibawa menuju ke bawah tanah. Ada lorong dengan beberapa ruangan. Dan Hideki tadi menunjuk salah satunya.

"Ruangan ini berapa meter di bawah tanah?"

"Saya nggak punya waktu buat mengukur."

Jawaban diplomatis untuk memulai niat terselubung. "Ruangan ini kedap suara?" Shivera meneguk ludah karena antisipasi jawabannya jelas dia tahu.

"Saya tidak pernah mencoba teriak-teriak dan meminta Luca mendengarkannya dari sebelah ruangan kepala sekolah."

Shivera meremas ujung roknya. Pikirannya bergerilya ke mana-mana. Jangan-jangan Hideki sengaja ngajak ke lab bawah buat ngerjain gue? Dia mau ngurung gue di sini semalaman?

"Hideki, dengerin gue. Apapun masalah lo sama gue, kita bisa nyeleseikan ini baik-baik. Oke?"

Hideki yang sibuk mengutak-atik benda yang tadi dibawanya mengangkat kepala dengan tatapan bertanya. Dia bergerak mendekati Shivera yang hanya beberapa langkah di depan pintu yang setengah terbuka.

"Jangan mendekat!" Shivera menjulurkan tangan sambil berjalan mundur. Hideki mendekat pasti mau berjalan ke pintu, terus dia menyelinap keluar, terus dia mau mengunci pintu dan membiarkan Shivera di dalam sendirian.

"Kamu ken—"

Shivera masih berjalan mundur. Tangan kirinya menjulur ke belakang untuk menjangkau daun pintu. Dia harus berhasil keluar duluan daripada Hideki. Alih-alih berhasil meraih ganggang pintu, Shivera malah terjengkang ke belakang karena lantai yang tak rata.

Hideki mempercepat langkahnya. Tangannya menjulur sambil berusaha mengatakan, "Pintunya jangan ditut—"

Terlambat, Shivera menabrak pintu itu sampai menutup. Suara berdebum keras dari pintu yang tertutup membuat Shivera berbalik ke pintu dengan wajah ketakutan.

Hideki mendesah. Bahunya langsung melorot.

Dilanda panik, Shivera meraih daun pintu dan menarik-nariknya, tapi pintu itu tidak terbuka sedikit pun. "Buka pintunya! Buka! Siapapun tolong!" Shivera benar-benar drama. Dia menggedor-gedor pintu dengan panik. Berpikir ini mirip adegan film-film yang ditontonnya.

"Baru saya mau bilang pintunya jangan ditutup," Hideki mendesis dengan tatapan kesal. Dia bergerak menjulurkan tangannya pada Shivera yang masih tersungkur sambil menggedor pintu dengan heboh. Kenapa mesti seheboh itu, sebentar lagi Prof. Kenji juga datang.

Begitu merasakan jari Hideki menyentuh punggung tangannya, Shivera berbalik dengan tatapan menghujam. "Lo coba-coba ngunci gue di sini ya?"

"Jangan konyol!" Hideki tersenyum sinis tapi juga geli. "Kamu pikir saya—"

"Mundur!" Shivera menatap lebih tajam. Senyum Hideki ditangkapnya sebagai sebuah ancaman. Sementara detak jantungnya memacu, insting untuk mempertahankan dirinya bergerak. Peristiwa hari ini pasti merupakan titik balik dari sikap ketus Hideki yang berubah baik dengan mengijinkan dia masuk club Robotic dan Sains. Kebaikan itu membuat Shivera lengah, dan kelengahan itu dimanfaatkan Hideki untuk pura-pura mengajaknya masuk klub sains. Bertempat di bawah tanah? Yang benar saja! Entah apapun alasan Hideki membencinya, cowok itu pasti sudah gila. Shivera tidak akan membiarkan Hideki menyentuh daun pintu dan keluar dari tempat ini.

Sekuat tenaga, Shivera berusaha berkonsentrasi dan menetralisir emosinya yang meletup-letup. Dia tidak bisa mengendalikan kekuatannya kalau tidak fokus.

"Gue bilang mundur!" Mata Shivera membulat menatap Hideki yang bergeming. Seiring dengan gelombang suara yang menggema dan menghantam dinding-dinding ruangan, gelombang dingin bergulung-gulung menyeruak.

Situasi aneh itu membuat Hideki mundur dari Shivera untuk melihat termometer yang terpasang di dinding mendadak mengalami penurunan suhu drastis.

Tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi disebabkan Shivera, Hideki malah bertanya, "Shiv ... Kamu ngerasain hal aneh?" Dia mengecek panel-panel rumit di dinding. "Prof. Kenji melakukan ujicoba berbagai macam sains technologi di sini. Tidak semuanya saya pahami. Mungkin ada sesuatu yang salah?" Tangannya sibuk menelusuri keterangan yang ada di panel.

Shivera terkejut dengan apa yang baru saja dialaminya. Kenapa tiba-tiba begini? Matanya nyalang menatap sekeliling dan dia mendapati udara mulai dilapisi serabut salju. Apa yang barusan gue? Kenapa tiba-tiba?

Kepala Shivera menggeleng-geleng. Tidak biasanya begini. Bahkan secara sadar saja, gue nggak mampu melepakan kekuatan sebesar ini. Apa yang terjadi? Shivera diserang kepanikan dan ketakutan atas apa yang terjadi. Tubuhnya gemetar.

"Jangan cuma diam! Bantu saya menemukan tombol atau kontrol apapun!" Hideki sama sekali tidak memandang Shivera. Suhu udara yang bergerak semakin dingin membuatnya panik. Tangannya merogoh ponsel tapi sinyal di ruangan ini hilang. "Shiv!"

Shivera tidak menyahut karena sibuk dengan kekalutan pikirannya sendiri. Gelombang dingin semakin pekat. Ruangan rasanya semakin sesak dan sulit bernapas. Shivera mulai gemetar ketakutan.

Tidak kunjung mendapat jawaban Shivera, Hideki akhirnya menoleh dan mendapati cewek itu gemetar luar biasa. Berpikir bahwa Shivera kedinginan, Hideki melepas jas sekolahnya sambil bergerak cepat ke arah Shivera.

Shivera membelalak menatap Hideki berjalan gegas ke arahnya. Kekuatannya tidak terkontrol sekarang. Hideki tidak boleh ada di sini, Hideki tidak boleh mendekat. "Jangan mendekat!" Semakin dekat langkah Hideki, semakin Shivera didera kepanikan dan ketakutan. "SETOP! JANGAN KE SINI!!!"

Siapa sangka, peringatan keras untuk melindungi Hideki itu justru menghasilkan gelombang es yang menghantam tubuh Hideki hingga cowok itu terjerembab. Hideki mengerang sambil memegangi dadanya.

"Hideki!" Shivera kehilangan sisa energinya. Dia jatuh berlutut memandangi Hideki yang setengah berbaring. Air mata langsung meluncur jatuh. "Hideki maaf."

Hideki menggeleng. Bibirnya menahan rasa dingin dan menghujam jantungnya. Bahkan menahan napas saja begitu menyesakkan. "Pakai jas saya."

Shivera yang mulai menangis ketakutan, mengerjap bingung.

"Pakai jas saya, Shivera!"

Ulangan perintah itu membuat Shivera mengerjap. Dia gagal mengontrol kekuatan dan tindakannya potensial membunuh orang lain.

"Bertahanlah. Kita nggak boleh mati di sini!" Suara Hideki melemah. Tangannya masih memegangi dadanya.

Sesaat kemudian, pintu ruangan terbuka. Prof Kenji baru masuk tapi matanya sudah melebar.

oOo


Aya's note

Sudah saatnya move on dari Ash-Mas Bimo. Nih lagi pada aktif lanjutin ini. Simak dolooo...

Love

Aya


Nanti Kita Tahu Akhir Kisah IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang