[23] Sesuatu yang Tersembunyi

496 126 142
                                    

Shivera terpaku. Sekelebat ia rasakan tatapan Profesor Kenji menghujamnya dalam. Sementara kepala Shivera mencerna apa yang baru saja terjadi. Jiwanya dihantam oleh kenyataan bahwa dirinya sudah melukai Hideki. Dan itu ia lakukan secara sadar!

Bagaimana pintu ruangan tertutup, bagaimana emosinya mulai bergejolak karena terjebak dengan orang asing, bagaimana ia mulai merasakan hormon adrenalinya meningkat, lalu sesuatu menguasai tubuh dan pikirannya.

Apa yang gue lakukan?

Tangan Shivera gemetar, terutama saat akhirnya Profesor Kenji melangkah untuk mendekat. Tiba-tiba tangan Hideki menyambar pundak Shivera, menarik cewek itu untuk berdiri. Meski pucat tetapi wajah Hideki terlihat tenang.

"Saya nggak apa-apa, terima kasih sudah khawatir. "

Shivera tambah kebingungan.

"Kenapa kamu bisa jatuh seperti itu?" tatapan Profesor Kenji beralih pada Hideki.

"Ceroboh Prof. saya terpeleset," Hideki berusaha menahan sesak. Sebenarnya tidak ada gunanya berbohong pada Sang Ayah. Hideki tahu itu. Ia yakin Profesor Kenji lebih mengerti kenapa suhu di laboraturium sains bisa turun drastis. Juga soal gelombang dingin yang menghantamnya barusan. Kalau Hideki tak salah terka, gelombang itu datang dari arah Shivera. Pertanyaan demi pertanyaan timbul dalam benak Hideki. Tapi tentu ia tidak bisa bertanya dalam keadaan seperti ini.

Shivera sendiri diam seribu bahasa. Selama ia bersekolah di MHS, ia tidak pernah benar-benar berinteraksi dengan Profesor Kenji. Ada aura yang membuat Shivera tidak berani mendekatinya. Berhadapan dengan beliau sekarang membuat Shivera lebih mengerti soal  jarak usia. Shivera merasakan dirinya menciut dihadapan orang tua bertubuh tegap dengan uban sedikit itu.

"Hari ini ekskul sains diliburkan, kamu bisa kembali ke kelas Shivera," ucap Profesor Kenji setelah memperhatikan Hideki dengan sorot observasinya yang khas. Salah satu sebab Profesor Kenji begitu ditakuti adalah karena pandangan matanya yang seolah menguliti. Melihat kepada objek bicara seperti observer yang siap mengupas dari segala sisi.

"Oh ya, juga tentang saudara kembarmu memaksa untuk ikut ke kelas sains. Bilang padanya kalau ia diizinkan ikut, dengan syarat dia harus menyelesaikan esai variabilitas iklim alami Jakarta dua tahun kebelakang," lanjut Profesor Kenji dengan nada lebih ramah. Meski tak ada senyum yang tercetak namun nada itu mengurangi sedikit ketegangan yang Shivera rasakan.

"B-baik Prof.," jawab Shivera dengan suara kecil. Dengan ragu kakinya melangkah hendak keluar dari ruangan, Hideki hendak mengikuti Shivera namun suara berat Profesor Kenji terdengar,

"Hideki, bantu aku mencari dokumen."

Shivera menatap Hideki khawatir. Ia tidak tahu seberapa besar gelombang dingin yang menghantam tubuh Hideki. Laki-laki itu barusan juga nampak kesakitan, namun kini ia pura-pura gagah dan berdiri. Kenyataan itu membuat Shivera ingin mengatakan, apa lo baik-baik aja? Maaf gue udah melakukan hal yang jahat, maaf gue udah menciderai lo.

Namun tatapan Hideki mengisyaratkan pada Shivera untuk tetap bungkam. Bahkan menyuruh gadis itu untuk pergi segera. Tanpa ragu lagi, Shivera angkat kaki. Hideki akan baik-baik saja, ada Profesor Kenji di sini. Justru yang harus ia khawatirkan sekarang adalah tentang dirinya sendiri. Tentang hasrat yang tiba-tiba muncul saat tahu kalau kekuatannya bisa dilepas tanpa batas. Tentang godaan untuk membuat semua hal berada di suhu yang sama seperti dirinya. Tentang kenyataan bahwa dirinya akan terus merasa nyaman jika seluruh dunia... membeku.

oOo

"Saya tahu, Prof. tahu sesuatu tentang si kembar, siapa mereka? Kenapa Prof. bersikeras menyuruh saya untuk lebih dekat sama mereka?" Hideki kembali protes ketika lagi-lagi, Sang Ayah, menempelkan beberapa perangkat ke tubuh Hideki. Setelah selesai, Profesor Kenji mulai mengoperasikan alat yang Hideki tahu adalah pemantau hemodinamik.

"Nanti kamu juga akan mengerti," Profesor Kenji sibuk dengan alat pemantau, berusaha untuk membuat interprestasinya. Hideki mendesah—yang mana hal itu membuat beberapa bagian tubuhnya terasa sakit. Efek pukulan gelombang itu benar-benar hebat. Cukup mampu membuat Profesor Kenji memaksa Hideki memakai baju pasien dan diperiksa dengan pemantau secara cermat.

Gelombang serangan itu benaran ada. Hideki berasumsi semua terjadi karena Shivera. Jika ayahnya tidak mau repot untuk memberikan informasi, terpaksa Hideki harus cari tahu sendiri. Ia berjanji pada dirinya sendiri, ia pasti akan mengungkapkan semuanya, mengungkap semua yang tersembunyi.

oOo

Nanti Kita Tahu Akhir Kisah IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang