7

1.9K 150 28
                                        

Ketika surat itu berisi—

Jimin-ah…
Jika kamu memilih untuk membaca surat ini pertama, Eomma sangat bersyukur atas pilihanmu.
Tetapi, jika kamu membaca surat ini setelah surat sebelumnya, Eomma mohon maaf karena tidak memberitahumu yang sebenarnya.

Eomma tahu..
Kasih sayang Appa-mu padamu selama Eomma hidup hanyalah sandiwara belaka. Sandiwaranya semakin nyata saat Eomma mengetahui identitasmu yang sebenarnya.

Kehadiranmu memang tidak pernah diharapkan. Dengan adanya kamu, itu sudah menjadi sebuah kesalahan.
Semenjak kamu hadir, Appa-mu sudah menaruh saham dengan kamu sebagai jaminannya, Jimin-ah..

Kamu hanya akan menjadi bonekanya.
Kamu dijadikan alat agar perusahaan Appa-mu maju dan berkembang pesat.
Semua tuntutan dan perintahnya selama ini adalah salah satu syarat yang bisa ditukar dengan kemahiran kamu dalam dunia bisnis.

Mianhae..
Setelah Eomma mengetahui semuanya. Presensimu Eomma lupakan. Kehadiranmu terasa menyakitkan. Senyumanmu terlihat menyedihkan. Eomma tidak bisa menanggung dosa sepertimu, Jimin-ah.

Maafkan Eomma memilih pergi daripada melihat itu semua selama sisa hidup Eomma. Maafkan Eomma yang ingin lekas menyusul anak kandung Eomma.

Mianhae..
Eomma tahu kamu pasti bisa, Jimin-ah.
Kamu pasti kuat!


Jimin tergugu dalam tangisnya.
Jimin tercengang menatap dalam surat digenggamannya.
Jimin tertampar keras oleh kenyataan kehidupannya.

Jimin terdiam begitu lama. Terlalu banyak hal yang ia ketahui pagi ini. Pikirannya penuh. Kepalanya terasa akan meledak mengingat segala kenyataan yang menampar telak dirinya. Melempar jauh harapan dan impiannya selama ini.

Eomma tidak bisa menanggung dosa sepertimu, Jimin-ah.

Eomma tidak bisa menanggung dosa sepertimu, Jimin-ah.

Eomma tidak bisa menanggung dosa sepertimu, Jimin-ah.

Jika ibunya saja memilih untuk pergi daripada menanggung dosa bagi pendosa.
Jika ibunya memilih menyerah daripada merawat dirinya yang terlampau hina.
Lantas, bagaimana dengan dirinya?

Jimin seketika merasa ragu untuk membuka kertas selanjutnya.

Apakah Jimin akan siap dengan kenyataan selanjutnya? Apakah ia siap dengan kenyataan pahit hidupnya? Apakah ia harus membaca kelanjutan kenyataan perih kehidupannya kembali?

Tetapi bagaimana jika kertas itu berisi kebahagiaan? Bagaimana jika kertas itu menjanjikan harapan yang lain? Bagaimana jika kertas itu membawa secercah cahaya yang berbeda?

Jimin lelah dengan kehidupannya yang terombang-ambing diatas perahu yang rusak ini. Kehidupannya berputar melebihi 360 derajat. Berubah dan tertampar dengan berbagai pernyataan kenyataan yang membuat dirinya tercengang tidak percaya.

Ingin menangisi alur kehidupannya, tetapi ceritanya terlampau lucu untuk ditangisi.

Jimin ingin sekali pergi. Seperti yang dilakukan ibunya.

Pergi sejauh mungkin seperti impiannya saat melukis di lengannya. Pergi setinggi mungkin seperti harapannya saat kembali mendapatkan tinta merah yang perih di punggungnya. Pergi kemana saja seperti tujuannya saat menghadapi beribu kertas dan materi tentang kepemimpinan perusahaan yang selama ini selalu ia pelajari.

Jimin ingin sekali mengambil tindakan tersebut.

Tetapi, Jimin selalu ingat bagaimana tatapan khawatir Taehyung. Jimin selalu teringat dengan suara khas teman dan sahabatnya itu. Jimin tidak sampai hati meninggalkannya tanpa salam perpisahan yang pas.

Jimin masih tergugu ditempat dengan gulungan kertas digenggamannya. Jimin tetap terdiam dengan isi kepalanya yang berkecamuk tidak menentu.

-

"Jadi, tolong bebaskan putraku. Biarkan dia hidup bersama ibu kandungnya, Tuan Park Yang Terhormat!"

Setelah larut dalam keheningan masing-masing. Setelah saling bungkam atas kenyataan masing-masing. Saling mendiami antara satu dengan yang lain.

Wanita itu membuka suara. Mengakhiri perdebatan mereka pagi hari ini.

Tuan Park hanya menunduk, tidak menjawab atau sekedar menatap wanita di depannya. Dia tetap kukuh berdiri dengan egonya sendiri.

"Melihat dari tindakanmu, aku sudah mengetahuinya jika kamu tidak memberi izin. Jadi, izinkan aku menjenguknya besok, lusa, dan seterusnya karena aku juga berhak terhadapnya."

Ketus wanita itu mengakhiri tegangnya percakapan hari ini, mengakhiri debat panas mereka pagi hari ini.

Pergi meninggalkan presensi tuan rumah, yang tetap tidak mau beranjak dari tempatnya semula.
Pergi meninggalkan istana neraka bagi putra kandungnya sendiri.

Setelah beberapa saat.
Seakan sadar dari lamunannya, seakan teringat dengan kekuasaannya.
Tatapan tuan Park menajam.
"Tidak akan pernah berubah, dan tidak akan ada yang perlu dirubah."

Ia berjalan tergesa menuju kamarnya guna berkemas pergi ke rapat penting tentang pengembangan kekuasaannya.

Melupakan kejadian tadi pagi. Mengesampingkan kejadian yang sebenarnya berdampak besar bagi salah satu penghuni istananya. Berdampak besar bagi boneka kesayangannya.
















Gomawo✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang