20

1.4K 123 114
                                    


"Kami akan bacakan tuntutan dan memutuskan hukuman teruntuk calon napi saudara Park Jimin.” Suara hakim di depan sana memenuhi ruangan.

"Atas kasus penculikan keluarga Tuan Kim,” Lanjutnya melihat berkas di tangannya.

"Kasus menghilangnya Tuan Kim beserta suruhan tangannya, Tuan Ahn. Dengan segala bukti yang tidak meninggalkan jejak, juga sang pelaku yang tidak membuka suara dimana letak persembunyiannya." Ungkapnya membaca kasus Jimin dari yang pertama.

"Kasus pembunuhan pada putra sulung Tuan Kim, yakni Kim Seokjin. Dengan ditemukan bukti bahwa ada bekas suntikan cairan terakhir yang berada di dekat sang pelaku, juga bukti kuat sidik jarinya. Sehingga putra sulung tuan Kim meninggal di tempat dengan keadaan masih terikat,” Ungkap sang hakim tersebut melanjutkan.

"Kasus penganiayaan pada putra kedua Tuan Kim, yakni Kim Namjoon. Dengan ditemukannya sebuah balok yang menghantam telak pahanya, sesaat saat sang korban melakukan perlawanan pada punggung sang pelaku. Sehingga sang korban dinyatakan koma,” Seluruh ruangan hening. Fokus pada pernyataan yang dipaparkan oleh sang hakim.

Luka-luka Jimin dianggap sebagai perlawanan dari sang korban. Sehingga keadaannya tidak dapat meringankan tuntutan apapun.

"Kasus teror yang terjadi di kediaman Tuan Kim, dengan menghancurkan seisi rumah hingga tak bersisa. Juga teror pada putra bungsu Tuan Kim, Kim Taehyung. Dengan menggunakan ponsel Kim Seokjin, memberikan segala bualan yang diajukan kepada si korban.”

Sang hakim menatap Jimin yang tepat berada di tengah-tengah ruangan tersebut. "Apakah anda ingin menyebut seseorang yang bersekongkol atas segala tindakan anda, Tuan Park?" Tanya sang hakim, setelah membaca beberapa kasus atas calon napi di hadapannya.

Lidah Jimin kelu, tenggorokannya terasa kering, air matanya pun sudah tidak dapat keluar kembali. Wajahnya yang pucat, juga tubuhnya seakan bergetar tidak karuan mengingat situasi keadaannya. Jangan lupakan penyakit yang Jimin miliki, mengingat diagnosa yang dokter Min selidiki tempo hari.

Tuan Park Jimin.
Ya. Memang benar.
Calon napi tersebut Park Jimin.

Yang seluruh kehidupannya sudah hancur melebur berhamburan. Yang seluruh kebahagiaan dirinya terenggut tanpa ada perlawanan. Kehidupan yang tidak diinginkan juga tidak dijanjikan. Kehidupan yang tidak ada seorangpun ingin mencobanya.

Namun, takdir memihak pada satu orang.

Takdir tersebut lebih memilih seorang Park Jimin untuk mengecam semuanya. Menelan dan merasakannya.

Dada Jimin kembali bergemuruh saat beberapa kasus dinyatakan tanpa ada pembelaan dari dirinya. Kepalanya bahkan sudah pening saat mendengarnya, lalu bagaimana caranya ia membuka suara untuk memberi pembelaan terhadap segala bukti yang mengarah padanya.

Jimin tetap menatap kosong mikrofon di hadapannya.

Mengabaikan segala presensi hanya untuk menanti jawaban dari suara kecilnya. Tatapan hina dari seluruh orang yang hadir dalam ruangan tersebut, juga mengabaikan segala cacian yang menyela tentang seberapa cela dirinya.

"Baiklah! Jika sang pelaku enggan membuka suara, berarti dirinya memang bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukannya tanpa menyeret seseorang untuk membela ataupun menjadi teman seperjuangan didalam sel nanti.” Hakim tersebut lalu membaca sejenak berkasnya, dan fokus menatap seluruh orang yang berada di dalam ruangan tersebut.

"Teruntuk segala tuntutan, juga segala ajuan dan beberapa kasus dari segala bukti, Tuan Park Jimin dijatuhkan hukuman di penjara seumur hidup!” Putusnya sembari mengetuk palu.

Tok.. Tok.. Tok..



(Alur suasana di dalam sidang, hanya ide dari penulis. 100% tidak sesuai dengan alur sidang sesungguhnya)




Gomawo✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang