"Seokjin-ah!” Panggil tuan Kim memecah kecanggungan.
"Nde, Appa?"
"Kalian berangkatlah duluan. Aku masih perlu bertemu dengan para petinggi yang lain." Ujarnya beranjak.
"Tapi Taehyungie, ottoke?" Tanya Namjoon disebelah tuan Kim.
"Sepertinya adik kalian punya urusan tersendiri, biasanya dia tidak pernah telat dari tenggat waktu yang selama ini aku berikan. Biasanya satu jam lebih awal dia pasti akan datang, namun hingga kurang lima belas menit seperti ini masih belum datang. Dia akan berangkat denganku besok pagi jika tak ada kendala" Jawab tuan Kim yang hafal dengan anak bungsunya itu. Maka dari itu, tadi tuan Kim menghubungi Taehyung takut jika anaknya itu lupa.
Entah mengapa Jimin merasa dadanya melega, seperti sebagian beban dilepaskan. Karena dirinya juga sebenarnya belum siap bersitatap dengan sahabatnya itu.
Namun kekhawatiran kembali menyelimutinya.
Walau takdir memperlambat pertemuan mereka, tidak memungkinkan bahwa dia pasti akan bertemu dengan sahabatnya.Ah, bukan. Saudara barunya?
"Lalu bagaimana dengan koper-koper Taehyung ini, Appa?" tanya Seokjin kemudian.
"Bawakan saja pada Ahn Ahjussi!"
“Jika berangkat dengan Ahn Ahjussi, siapa yang akan mengurus keperluan Appa selama disini?"
Sambung Namjoon khawatir."Aish, mengapa kalian cerewet sekali, eoh? Appa sudah kepala tiga namun kalian masih saja mengoceh tentang keadaanku,” ucap tuan Kim yang diiringi kekehan di akhir kalimatnya.
"Bukan seperti itu, Appa. Mengapa kau geer sekali. Aku hanya berjaga-jaga agar kejadian yang menimpa pada Eomma tidak terjadi lagi," Sanggah Seokjin.
Apakah yang dimaksud Seokjin Hyung tadi mengenai kejadian ibunya yang meninggal di tangan bawahannya sendiri seperti yang diceritakan Taehyung saat itu? tanya Jimin dalam hati.
"Hahaha! Itu tidak akan terjadi, Seokjin-ah. Appa akan berjaga diri, lagi pula ada Taehyung nantinya. Mungkin saja dia yang akan menjagaku," tawa tuan Kim menggelegar.
"YAK!! Apakah appa berniat membuat Taehyung menjadi tameng, eoh? Kalau begitu kami tak jadi berangkat sekarang," Oceh Namjoon, menanggapi candaan ayahnya dengan serius.
Untuk penumpang penerbangan ke Jepang, harap segera bersiap.
"Kau dengar itu, kalian bersiaplah! Jiminnie kau akan aman bersama Seokjin dan Namjoon, lagi pula ada Ahn Ahjussi yang yang menjaga kalian. Kalian berjaga diri, eoh." Ucap tuan Kim sembari beranjak meninggalkan mereka.
Hati Jimin sedikit menghangat.
Inikah arti kebahagiaan sebuah keluarga?
Apakah inilah makna hakikat kekeluargaan?Namun Jimin menarik senyumnya kembali, menampik bahwa keluarga yang memberi kehangatan dan kebahagiaan yang ia dambakan adalah keluarga sahabatnya sendiri.
"Kajja, Jimin-ah! Ahn Ahjussi sudah menunggu," ajak Namjoon.
"Ah, Nde Hyung" jawab Jimin kikuk
Mereka berjalan menuju antrian dan Ahn ahjussi menyambutnya hangat.
“Segera masukkan barang-barang kalian, Ahjussi akan menunggu di pintu sana, nde?" jelas Ahn ahjussi.
"Nde, Baiklah Ahjussi." jawab Seokjin.
"Oh, ya Jiminnie. Bisakah kau menemaniku disana?" tawar Ahn ahjussi.
Jimin kelabakan. Ia segera menoleh pada Seokjin. "ba.. bagaimana dengan barang bawaanku?" tanya Jimin terbata.
"Hahaha.. Santai saja, Jim! Kami saudaramu. Temanilah Ahn Ahjussi, dia sudah tua butuh pendamping," celah Namjoon.
"Astaga! Beruntunglah kalian Tuan Muda. Aku masih waras tidak belok, eoh," jawab Ahn ahjussi membantah.
Tawa mereka bertiga membuncah. Bibir Jimin sedikit tertarik.
Mungkin ini kehidupan barunya."Nde, Baik Ahjussi."
"Kajja! Seokjin-ah, Namjoon-ah! Aku dan Jimin akan menunggu disana." Ujar Ahn ahjussi menunjuk tempat yang dimaksud.
"Baik, Ahjussi!" jawab Seokjin dan Namjoon serempak.
-
CKITT....!!!
Taehyung segera memarkirkan mobilnya. Ia berjalan tergesa menuju lobi rumah sakit. Bukan. Dirinya bukan lekas sampai ke bandara seperti tujuan awalnya. Taehyung merubah tujuannya, percaya pada prediksinya yang sedari tadi ia pikirkan ketika dirumah Jimin.
Sudah berapa panggilan tak terjawab yang Taehyung abaikan demi mengejar waktu. Yang penting, ia harus berpamitan dengan Jimin sebelum ia pindah ke Jepang.
Taehyung berlari di sepanjang koridor, hingga ia tidak menyadari bahwa ia menabrak salah seorang dokter di rumah sakit tersebut.
"Ah, mianhae! Ak… aku tidak sengaja, Mian!" Ujar Taehyung menunduk. Meminta maaf atas kecerobohannya.
"Taehyung?"
Taehyung terkejut, lantas ia mendongak. Mengapa orang yang ditabrak nya mengetahui namanya.
"Dok.. Dokter?" Kejut Taehyung tidak percaya. Dokter ini merupakan dokter terakhir yang mengurus Jimin dan yang memperingatinya tadi pagi.
"Ah, Nde. Beruntunglah kau ada disini!” Ungkap dokter tersebut dengan senyum tipisnya.
"Ha? Nde? " Tanya Taehyung tidak mengerti.
"Kau menabrakku dan maafku tidak semudah yang kau kira. Kau paham kan?" tanya balik dokter tersebut.
“Ah, benar. Apa yang kau inginkan?"
Tanya Taehyung kikuk."Hahaha.. Aku tidak akan memeras uangmu, Anak Muda! Uangku terlampau cukup, bahkan mampu membeli wajah jelekmu yang seperti bertemu hantu itu.” Sindir dokter tersebut.
"Ja.. Jadi apa yang harus kulakukan?” Tanya Taehyung kembali.
"Kau tunggu di ruanganku, aku akan segera menyusul,” Ucap dokter tersebut lalu melenggang pergi.
Taehyung melongo ditempat.
Apa-apaan ini?
Bukankah seharusnya aku bertemu jimin?
Bukannya bertemu dengan dokter semenyebalkan seperti dia.
Ah, Ottoke? Taehyung mengacak rambutnya. Dirinya menggigit bibirnya. Waktunya sungguh tidak banyak, tetapi dokter tadi memintanya untuk menunggu di ruangannya.
Tunggu.
Menunggu di ruangannya?
Taehyung seketika membeku.Aishhh... AKU TIDAK TAU RUANGANNYA!!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Gomawo✔️
FanfictionSuatu hal yang tak pernah terlintas di pikiranku dan tidak pernah aku bayangkan. Kejadian yang berakhir begitu saja tanpa ada perlawanan. Aku mengakui itu_pjm Mungkin agak membosankan membaca alurnya bab 1 - bab 10, but i hope you like it until the...