Ayat 12. Jagal

7K 567 84
                                    

dukung cerita ini dengan vote dan komen, juga follow akun @Jaya_Suporno dan JayaSuporno

______________________________________

Upacara pemakaman itu dilakukan tanpa Jenazah. Kelam dan hanya menyisakan ayat-ayat yang dibaca dalam muram. Tujuh hari tujuh malam tim pencari dikerahkan menyisir hutan dan lereng-lereng gunung yang mengelilingi desa kecil itu, hanya untuk menemukan Kinanti -ataukah potongan tübüh yang tersisa dari anak itu. Namun nihil, tak secuil ujung kuku pun yang tertinggal, seolah jasad Kinanti benar-benar diserap ke alam lain, seperti Almarhumah Kanjeng Budhe, seperti Almarhum Eyang Buyutnya.

Adiknya belum mati, Kirana yakin itu. Sejelas ia bisa merasakan bayang-bayang samar di tengkuk yang menghilang ketika ia menolehkan kepala. Aroma tübüh Kinanti yang hadir bersama harum melati itu rasanya terlalu nyata untuk bisa dianggap sebagai angan-angan hampa. Seolah adiknya ikut hadir malam itu di antara kerabat dan teman-teman sekelasnya yang mendėrȧs Yasin bagi Almarhumah.

Kinanti adalah anak yang periang, tak ada yang tak sedih karena kepergian gadis manis itu yang terlalu tiba-tiba. Malang betul nasibnya, terdengar kasak-kusuk teman sekelasnya, padahal sebentar lagi ia lulus SMA, tapi menjadi tumbal bagi dedemit peliharaan turun-temurun? bahkan itu terdengar terlalu kejam sebagai ajal anak sepolos Kinanti.

Ada kemarahan yang tiba-tiba timbul di hati Kirana, entah kenapa. Kenapa harus Kinanti? Bukankah ia selalu memunajatkan doanya? Memohon agar Allah sudi melindungi adik kesayangannya itu? Inna sholati wanusuki wamahyaya wa mamati, Tidakkah semua itu cukup, Ya Allah?!

Tahlil itu kini terasa banal di ujung lidah. Kirana bahkan tak lagi yakin arwah Kinanti berada di alam Barzah atau bisa naik ke Pintu Surga.

Pita suaranya terasa kelu.

Doa-doa itu kini terdengar sia-sia.

= = = = = = = = = = = = = = = = = = =

Ada kalanya engkau memohon bukan kepada Tuhan. Bahkan, Kirana tak tahu lagi kemana ia harus meminta pertolongan, mungkin kepada Setan? Kirana tertawa sinis menyadari betapa pikirannya bisa juga menjadi sarkas.

"Adikku tidak mati, orang-orang bisa menganggap Kinanti mati, tapi tidak aku," tegas Kirana ketika Lintang mencoba menghiburnya.

"Aku tahu. Orang-orang banyak yang mengatakan Kinanti Moksa. Tapi aku terpaksa tidak bersependapat. Moksa adalah pencapaiaan tertinggi dalam perjalanan menuju Tuhan. Diambil sebagai Tumbal oleh Sang Mbaurekso adalah satu hal yang berbeda. Kau tak akan pernah tahu apa yang terjadi pada Kinanti. Sama seperti pendaki-pendaki yang menghilang di Gunung Lawu, tersesat dalam terowongan Einstein-Rosen selamanya."

"Dan Sendang itu adalah semacam Portal menuju dunia lain, kau hendak bilang seperti itu?"

Lintang tersenyum simpati. "Sekarang permasalahannya sejauh mana kau mau mengambil resiko untuk menolong Kinanti? Kau tahu, Kinanti diambil untuk 'satu alasan', untuk mengembalikannya kau memerlukan bayaran yang setara."

"Tumbal," desis Kirana ngeri.

Gemuruh panjang terdengar. Langit muram dan memendam jutaan titik air yang menghalangi jatuh cahaya. Mendung menyepuhkan gelap pada candi berbentuk punden berundak, bentuk yang kurang lazim ditemui di daerah itu.

Di tempat inilah ia melihat adiknya direnggut, menghilang di kedalaman kolam mata air. Warga desa dan penyelam dari Kotamadya diturunkan untuk mencari jasad Kinanti tapi hasilnya nihil, seolah Kinanti 'mati' hanya untuk hidup di sisi satunya.

Semayam ™Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang