Tidak mudah mengikhlaskan, tidak mudah menerima rasa sakit. Tidak mudah juga untuk jatuh cinta secara mulus.
•••Pagi harinya Gita sudah sibuk sendiri, ia mengecek kembali barang bawaannya. Setelah itu meminum obatnya dengan cepat, sebelum Daffa datang dan melihatnya meminum obat.
Dering ponselnya yang sedang ia charger membuat Gita tersentak, nama Daffa muncul di layar ponsel. Gita menggeser tombol berwarna hijau untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Halo Daff."
"Gue udah di depan kostan lo."
"Oke tunggu, gue udah siap kok."
"Oke."
Sambungan kembali dimatikan oleh Daffa, Gita menghela napas pelan. Ia mengangkat tas berisi beberapa baju dan slingbagnya. Mengunci pintu kostan dan berlari keluar dari menghampiri Daffa.
Dilihatnya Daffa yang menyandarkan tubuhnya pada kap mobil, ia melangkah santai seraya tersenyum manis.
"Daff."
Daffa tersentak, "udah?"
Gita menganggukan kepalanya, "taruh mana tas gue."
Daffa mengambil alih tas yang dibawa oleh Gita, membuka pintu bagian tengah mobil dan menaruhnya di sana.
"Ayo naik."
Gita mengangguk, ia segera naik ke dalam mobil. Memasang sealbelt dan menyandarkan tubuhnya.
"Daff."
"Hm."
"Lo beneran gak sibuk kan? Gue takutnya lo ngebatalin beberapa rencana karena mau ke Bogor."
Daffa tersenyum tipis, ia menggelengkan kepalanya, "gak kok, santai aja sama gue."
Gita menghembuskan napasnya pelan, "oke."
Daffa melirik ke arah Gita, "udah sarapan?"
"Udah, lo sendiri?"
"Minum kopi."
Gita mengerutkan dahinya, "pagi-pagi?"
"Hm."
Gita berdecak, "gak baik Daff, nanti lo sakit gimana?!"
"Kan ada lo yang bisa rawat gue." Dan juga Nada.
Gita berdecak, ia mengalihkan tatapannya ke luar jendela. Menyembunyikan pipinya yang memerah.
"Daff."
"Kenapa?"
"Gue ada beberapa keinginan pas kita ada di Bogor."
"Apa?"
"Kan ini judulnya seneng-seneng, gimana kalau kita gak pegang ponsel satu sama lain."
Daffa tersentak, "maksudnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis
Teen Fiction[COMPLETED] Pertengkaran hebat antara hati dan logika tidaklah mudah, memunculkan egois yang terus bergerak meronta dalam diri. Melangkah dengan kaki penuh luka di atas jalan berduri, memeluk kepastian dengan kesakitan yang terdalam. Menarik raga ya...