Untuk kali ini semesta membiarkan perasaan ini menjadi egois. Hanya ada aku dan kamu. Bukan aku, kamu, dan dia.
•••Pagi harinya Gita sudah siap dengan segala barang bawaannya, ia memakan roti bakar yang sudah disiapkan oleh Kintan. Sesekali matanya melirik ke arah ponselnya, menunggu pesan masuk dari Daffa.
"Roti bakar Mama bikin dua, nasi goreng juga Mama bikin dua." Kintan memasukkan empat kotak makan ke dalam guidebag berwarna biru.
"Kok banyak banget Mah?" Gita menatap keempat tempat makan tersebut dengan bingung.
"Buat Daffa, kasian kalau dia gak bawa bekal."
"Kalau ternyata dia bawa gimana?"
"Ya kamu abisin aja."
Gita mendengus, ia kembali melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda. Ponsel milik Gita berbunyi, membuat Kintan menghentikan kegiatannya.
"Daffa?"
Gita menganggukan kepalanya, "udah di depan."
"Biar Mama aja, dia harus ikut sarapan di sini." Kintan melangkah keluar dari rumah untuk menemui Daffa.
Gita mengedikkan bahunya tak acuh, ia kembali makan roti bakarnya yang masih banyak.
"Gakpapa ikut sarapan aja, lagian ini masih pagi."
"Tapi Tan--"
"Gak ada tapi-tapian, ayo ikut sarapan."
Daffa menganggukan kepalanya seraya tersenyum canggung.
"Santai aja, jangan tegang."
"Iya Tante."
Gita meringis menatap Daffa yang nampak pasrah.
"Tante buat roti bakar banyak." Kintan menaruh sepiring roti bakar di hadapan Daffa. "Abisin ya."
"Iya Tante."
Daffa menatap Gita yang juga sedang menatapnya.
"Abisin aja," ucap Gita pelan.
Daffa menghela napas, ia langsung memotong roti bakar buatan Kintan.
"Daffa."
"Iya Tante."
Kintan duduk di kursi sebelah Daffa, memberikan ponselnya pada pemuda tersebut, "Tante boleh minta nomor kamu? Buat nanya-nanya nantinya, kan kalau ada apa-apa gampang."
Daffa menganggukan kepalanya pelan, "iya Tante."
"Oya nanti kamu bawel-bawelin Gita aja ya, dia anaknya susah diatur."
"Mah." Gita menatap Kintan dengan tatapan tidak terima.
Kintan tertawa kecil, "abisin, jangan nyisa," ucapnya ke arah Gita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis
Teen Fiction[COMPLETED] Pertengkaran hebat antara hati dan logika tidaklah mudah, memunculkan egois yang terus bergerak meronta dalam diri. Melangkah dengan kaki penuh luka di atas jalan berduri, memeluk kepastian dengan kesakitan yang terdalam. Menarik raga ya...