Aku tau apa itu mengikhlaskan, sesuatu belum tentu menjadi milik kita. Memaksakan hati pun tidak akan baik ujungnya. Semuanya seperti serba salah, semua mata angin memiliki rintangannya masing-masing.
•••Tujuh hari spesial
1. Jalan-jalan ✓
2. Makan malem romantis ✓
3. Selalu berdua ✓
4. Main musik bareng ✓
5. Melakukan hal romantis ✓
6. Rayain ulang tahun untuk kedua kalinya ✓
7. Belikan hadiah ✓
8. Nonton bioskop ✓
9. Berangkat dan pulang bareng ✓
10. Aku-kamu bukan lo-gue ✓
11. Foto berdua ✓
12. Selalu kasih kejutan ✓
13. Lakukan hal yang manis (apa aja) ✓
14. Lupain semuanyaTangan Daffa terhenti, menatap keinginan Gita yang terakhir membuat dirinya ragu. Ia merutuki dirinya sendiri yang tidak menahan Gita untuk pergi.
Daffa menghela napas, ia melirik ke arah ponselnya yang mati. Biasanya jam segini Gita akan terus mengiriminya pesan, hanya pesan tidak jelas atau menanyakan dirinya sudah makan apa belum.
Kejadian tadi benar-benar sangat cepat, Daffa pun tidak tau harus bagaimana tadi. Ia hanya mengikuti alurnya, padahal sedari tadi ia ingin mengucapkan jika dirinya putus dengan Nada.
Ia sudah menemukan sesuatu dari perasaannya, Nada dan kedua temannya benar. Dirinya sudah tidak mencintai Nada, nama Nada sudah menghilang perlahan entah sejak kapan.
Daffa memejamkan matanya sekilas, tangannya mengerutkan keningnya yang terasa sakit.
Gita Gita Gita.
Satu nama yang membuat dirinya tidak berkutik, perempuan yang sudah ia kenali sejak duduk di bangku SMP. Perempuan galak pada situasi tertentu, dan perempuan yang tidak pedulian pada sekitar.
Ia menghela napas, mencoba menjernihkan pikirannya. Semuanya seperti berlalu begitu saja dengan cepat, tidak memberikan celah untuk Daffa menghentikan semuanya.
•••
Kintan menatap Gita dan Viola bergantian, menatap bingung Gita yang sedari tadi diam."Gita? Kamu kenapa?"
Viola melirik ke arah Gita yang masih terdiam, tidak mendengarkan panggilan dari Kintan.
"Gita?"
Di bawah meja, kaki Viola menendang kecil kaki Gita agar sadar. Gita tersentak kaget, ia menatap Viola dengan kening berkerut.
"Gita?"
Gita kembali tersentak kaget, ia menatap Kintan dengan tatapan bingung, "apa Mah?"
"Kamu kenapa?"
"Aku?" Gita terdiam, ia tersenyum kecil lalu menggelengkan kepalanya. "Aku gakpapa."
"Beneran?"
Gita menganggukan kepalanya yakin, "iya gakpapa."
Kintan menggelengkan kepalanya pelan, menaruh piring berisi sandwich dengan taburan keju di atasnya.
"Di kulkas kue siapa Mah?" Fikri datang dari arah dapur dengan segelas kopi di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis
Dla nastolatków[COMPLETED] Pertengkaran hebat antara hati dan logika tidaklah mudah, memunculkan egois yang terus bergerak meronta dalam diri. Melangkah dengan kaki penuh luka di atas jalan berduri, memeluk kepastian dengan kesakitan yang terdalam. Menarik raga ya...