Kita sama-sama sakit, karena aku butuh teman. Kamu tidak bisa bahagia begitu saja, sedangkan aku di sini merasakan sakit karena cinta.
•••Gita menelungkupkan kepalanya, membiarkan Viola mengetikkan ending dari cerpennya di laptop miliknya. Viola bernapas lega, cerpen yang ia buat selesai. Matanya melirik ke arah Gita yang tampak tidak bersemangat.
"Kenapa lo?"
"Gara-gara sibuk sama perlombaan ini, gue jadi gak ketemu Daffa."
Viola menghela napas, "gue liat dia beberapa kali, mukanya kacau banget. Kayanya karena masalah akun Instagram lo itu deh."
"Biarin," ucap Gita pelan. Ia beranjak dari kursinya, membuat Viola menatapnya bingung.
"Mau kemana?"
"Kantin."
"Ikut."
"Ayo." Gita melangkah terlebih dahulu keluar dari kelas, meninggalkan Viola begitu saja.
Viola menggaruk kepalanya, menutup laptop Gita dengan asal dan segera berlari menyusul langkah Gita.
"Gita tungguin!!!"
"Lama."
Viola mendengus, "nyebelin."
"Gue lagi gak mood Vi."
"Terus?"
"Gakpapa."
Viola menghentikan langkahnya di pintu masuk kantin, "Git."
"Hm." Gita menatap stand-stand yang berada di kantin, berpikir ingin memakan apa hari ini.
"Ada Daffa tuh, sama Gibran sama Andy juga."
Gita mengalihkan tatapannya, ia menghela napas. Kakinya ia langkahkan menuju tempat Daffa dan kedua temannya.
"Daffa."
Daffa tersentak, ia menatap Gita dengan bingung, "lo... Udah sembuh?"
Gita mengerutkan dahinya, bingung dengan Daffa yang menggunakan lo-gue daripada aku-kamu. Ia menganggukan kepalanya mengerti saat melihat Andy, Gibran, dan juga Viola.
"Iya."
Gita duduk di samping Daffa, matanya melirik ke arah Daffa sekilas.
"Daff."
"Ya?"
"Akun itu... Punya siapa?"
Viola yang mendengar ucapan Gita hanya bisa tercengang, dalam benaknya ia yakin jika Gita sedang bersandiwara di depan Daffa. Pura-pura juga menjadi korban, padahal perempuan itu sendiri pelakunya.
Daffa menghela napas, "lo udah liat?"
Gita menganggukan kepalanya pelan, ia melirik sekitar kantin. Tak sedikit yang melihat ke arah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis
Teen Fiction[COMPLETED] Pertengkaran hebat antara hati dan logika tidaklah mudah, memunculkan egois yang terus bergerak meronta dalam diri. Melangkah dengan kaki penuh luka di atas jalan berduri, memeluk kepastian dengan kesakitan yang terdalam. Menarik raga ya...