Epilog

215 12 0
                                    

Adiba Asila pov

"Siapa diluar bu?" tanyaku penasaran.

"Temanmu nak!" jawab ibuku dan memberikanku ruang untuk melihat keluar.

"Assalamualaikum adiba!" ujarnya lelaki yang sudah tidak kutemui hampir 4 bulan lebih.

"Oh iya, ada apa dimas?" tanyaku bingung dengan kehadirannya bahkan dia sampai membawa keluarganya.

"Kamu suruh masuk dulu nak!" potong ibuku.

"Oh iya, maaf masuk dimas, bu!" ajakku setelah mendapatkan teguran dari ibuku.

"Kak aumnes mah begitu, fatimah tidak di suruh masuk?" rajuk fatimah kepadaku.

"Padahal ketika di Aceh yang menemani kakak kan fatimah!" ujarnya lagi tidak terima.

"Maaf, ayo masuk fatimah!" ujarku lagi.

"Fatimah sejak kapan kamu dekat sampai berani merajuk dengan kak aumnes?" tanya dimas bingung.

"Aku kan sering chatingan dengan kak aumnes!" ujarnya bangga.

"Benar asila?" tanyaku memastikan.

"Iya, semenjak aku balik dari Aceh aku sering berkomunikasi via whatsaap dengannya!" ujarku dengan wajah kikuk.

"Berarti sudah lama!" ucap dimas sambil berfikir.

"Kenapa tidak pernah bilang?" tanya dimas.

"Kamu tidak bertanya." ujarku bingung.

"Kamu dimas, sudah seperti suami yang melihat istrinya membalas pesan lelaki yang lain!" goda ibunya.

"Tidak bu..." bantahnya.

"Biasanya dia cerita!".

"Aumnes ambil aor dulu ya bu!" ujarku menghentikan perdebatan ini.

"Oh iya nak!" jawab ibu dimas.

"Kenapa dimas kesini?" tanyaku bingung.

"Kenapa bersama ibunya?".

"Bukankah ibunya tidak menyukaiku dan menyuruhku menjauhi dimas?".

"Aumnes..." panggil seseorang dari belakangku.

"Loh ibu kenapa masuk dapur?" tanyaku kaget dengan kehadiran orangtua dimas.

"Bisa kita duduk disana sebentar?" tanya ibu dimas kepadaku.

"Iya bu..." jawabku sedikit sungkan.

"Kamu sakit hati dengan perkataan ibu kemarin?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Ma..maksud ibu apa ya?" tanyaku kaku.

"Ibu minta maaf, ternyata pilihan ibu tidak sesuai dengan apa yang telah kami bayangkan!" ujarnya yang semakin membuatku bingung.

"Maksud ibu apa ya?" tanyaku sambil terkekeh hambar.

"ternyata wanita yang ibu pilihlan tidak sebaik wanita pilihan dimas!" jawab ibu dimas.

"Memang dimas memiliki pilihannya sendiri buk?" tanyaku bingung.

"Iya..." jawabnya dan tersenyum lembut.

"Dan kami berencana untuk melamarnya hari ini!" sambunya lagi dan itu sukses membuat hatiku sedikit perih.

"Ternyata rasa ini belum juga padam!" kataku dengan diriku sendiri.

"Aumnes..." pangilnya lagi.

"Oh.. Iya buk.." jawabku kikuk.

"Ibu dengar dari dimas kamu telah merubah namamu ya?" tanya ibu dimas kepadaku.

"I..iya bu, adiba asila!" jawabku gugup.

"Nama yang indah, sama dengan penampilanmu sekarang!" puji ibu dimas membuatku tersipu malu.

"Yasudah ibu kedepan lebih dulu, kamu silahkan lanjut membuat minumnya!" imbuhnya lagi.

"Oh baik buk!" kataku dan kembali kr pekerjaanku semula.

"Tadi yang dimaksud dengan ibud imas tadi?" batinku bingung.

MHBA

Dimas pov

"Maaf merepotkan!" ujarku ketika asila meletakkan secangkir teh di depan kami.

"Tidak merepotkan sama sekali!" jawab asila sambil tersenyum.

"Jadi begini buk, maksud kedatangan saya dan keluarga saya kesini kali ini ingin melamar anak ibu!" ujarku tanpa basa-basi.

"Dimas jangan bercanda!" ujarnya asila spontan, bisa kulihat raut terkejutnya.

"Saya serius asila!" ujarku tegas.

"Bagaimana bu?" tanyaku lagi mengarahkan hadapanku kearah ibunya asilaku, sudah bolehkah aku mengatakan dia milikku?

"Ibu tidak dapat memberikan jawaban apapun!" jawab ibunya.

"Semuanya ada pada asila, ibu hanya bisa memberinya restu, tidak kurang dan lebih!".

"Baiklah, bagaimana jawabanmu adiba asila?" tanyaku dengan memanggil nama lengkapnya.

"A..akuu..!" jawabnya kikuk.

"Saya menerimanya!" imbuhnya sambil menunduk.

"Oh ya sebelumnya asila, apa tujuanmu masuk islam?" tanya ibuku tiba-tiba.

"Ibu jangan bicara yang tidak-tidak!" peringatku kepada ibunya.

"Apa untuk menarik perhatian anak saya?" tanya ibuku membuatnya tersentak kaget.

"Tidak, anak saya memang tertarik dengan islam dari senior high school!" jawab ibunya dengan tegas.

"Ibu tau?" tanya asila melebihi kata kaget mendengar perkataan ibunya.

"Walau bagaimanapun, ibu ini ibumu, ibu tau apa yang kamu lakukan dan pikirkan diluar sana!" jawab ibunya sambil tersenyum hangat.

"Begini ibu, saya masuk islam because Allah, bukan karna ingin menarik perhatian dimas!" ujarnya menjelaskan.

"Seperti jawaban ibu saya tadi, saya memang sudah tertarik dengan islam dati SMA!".

"Segala sesuatu itu dimulai dengan niat, niat untuk dunia atau akhirat, dan saya memilih untuk akhirat karna seperti janji allah siapa yang memilih akhirat maka dia akan mendapatkan keduanya dunia dan akhirat.".

"Jadi hijrahku karna allah, bukan karna manusia atau apapun itu!".

****
Bersambung (end)

20 02 2020

My Hijrah Because Allah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang