[16]

2.6K 208 5
                                    

SESAMPAINYA di rumah sakit, aku langsung turun dan menggendong tubuh mungil Ten memasuki rumah sakit tersebut. Beberapa petugas rumah sakit dan suster menghampiriku dengan mendorong ranjang pasien. Aku menidurkan tubuhnya pada ranjang tersebut, dengan cepat mereka membawa Ten masuk ke ruang Instalasi Gawat Darurat dan diikuti beberapa dokter.

Aku dan Eomma disarankan oleh suster untuk menunggu di luar ruangan tersebut. Aku tidak bisa tenang, air mataku terus mengalir keluar dengan sendirinya dari pelupuk mataku.
Aku berjalan mondar mandir di depan ruangan itu. Eomma menghampiri dan memeluk pundakku dengan lembut.

"Tenanglah, dia sudah ditangani oleh dokter dengan baik..." Kata Eomma padaku. Tetapi rasa takutku masih mendera diriku.

"Bagaimana kalau dia tidak selamat Eomma? Bagaimana kalau dia meninggalkanku? bagaimana kalau-" Kata-kataku terputus saat Eomma memeluk tubuhku yang bergetar menangis.

Ini baru pertama kalinya Eomma melihatku menangis seperti ini.

"Yakinlah.. Dia pasti bisa melalui semua ini...Kau harus yakin.." Ucap Eomma kembali meyakinkanku. Ia pun menangis melihatku seperti ini.

Tak lama, segerombolan suster dan petugas itu membawa ranjang Ten menuju lift ke lantai 3. Aku dan Eomma mengikuti mereka. Setelah sampai di lantai 3 itu, mereka membawa Pete ke sebuah ruang operasi.

Aku dan Eomma tertegun di depan ruangan itu menyelami pikiran masing-masing. Rasa cemas dan khawatir semakin menjadi di dalam diriku.

'Kumohon bertahanlah untukku....kumohon...' batinku.

Tungkai kakiku tiba-tiba lemah, aku terduduk di lantai koridor rumah sakit tersebut. Aku terisak menangisi kebodohanku. Eomma langsung menghampiri dan memeluk tubuhku.

"Bersabarlah, Eomma mohon jangan seperti ini.." Isak Eomma sambil memelukku.

"Aku.. Takut.. Dia pergi meninggalkanku... Aku takut.." Ucapku sambil menangis.

"Dokter akan melakukan yang terbaik sayang, jadi bersabarlah..." Bujuk Eomma padaku.

"Betapa bodohnya aku membiarkan Ten menderita seperti ini, aku hanya memikirkan egoku! Aku sangat egois! Bodoh.. bodoh.. bodoh.." Kata-kata runtukanku sambil menangis dan memukul-mukul dadaku yang terasa sesak.

"Tidak Jaehyun, kau hanya tidak tahu. Jangan salahkan dirimu sendiri." Pelukan Eomma semakin erat padaku.

"Aku mencintainya! Aku sangat mencintainya.. Aku ingin dia kembali padaku..." isakku.

Penyesalan menggerogoti hatiku, membuatku lemah seperti ini. Kembali teringat saat Ten menangis karena kata-kataku. Ya Tuhan, betapa berdosanya aku membuat dirinya seperti itu. Aku meninggalkannya saat ia terisak menangisi kata-kataku yang menyakiti perasaannya.

•••

Eomma terus menerus menenangkanku sampai akhirnya aku tidak lagi terisak seperti tadi. Ia lebih bisa menguasai dirinya kali ini.

Aku dan Eomma duduk di kursi berjejer di koridor depan ruangan tersebut cukup lama hampir 2 jam. Tidak ada seorang dokter ataupun suster yang keluar dari ruangan tesebut.

"Kenapa mereka lama sekali Eomma?" Aku mulai kesal.

"Sabar Jaehyun, kita serahkan semuanya pada mereka. Lebih baik kau bersihkan dirimu dulu, kau penuh dengan darah nak..." Tutur Eomma padaku.

Tapi aku menggeleng, aku tidak ingin kemana-mana saat ini. Aku ingin menunggu dan aku tidak ingin membersihkan darah Ten sebelum aku tahu keadaan Ten setelah ini.



~Save Me~


Tak lama, seorang lelaki berusia 40 tahun keluar dari ruangan tersebut. Pria itu berseragam putih lengkap dengan baju biru dan sarung tangan karet serta tutup kepala khas dokter bedah pada umumnya.

[END] Save Me || TaeTen & JaeTen .ver✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang