Ini sudah hari kesepuluh dari pertemuan tidak sengaja dengan orang di masa lalunya. Namun, entah mengapa bayangan tentang laki-laki itu seolah enggan beranjak dari pikiran Dhipa.
Dhipa duduk di sudut kiri kafe, menatap keluar jendela. Pejalan kaki berlalu lalang, kendaraan melaju saling berlawanan arah.
Satu sudut bibirnya terangkat, tersenyum miris. Jika boleh memutar waktu, Dipha hanya ingin menjadi anak kecil. Menangis hanya karena dilarang main hujan-hujanan atau tidak boleh makan yang manis-manis. Iya, dia hanya ingin hidupnya sesimpel dan sesederhana itu.
Akan tetapi, harapan hanyalah akan menjadi angan-angan. Karena pada kenyataannya, realita kadang seolah menampar dan menertawakan hidupnya.
Pintu kafe baru saja dibuka dari arah luar, membuat Dhipa sadar dan kemudian berdiri untuk menyapa pelanggan pertamanya.
Namun, gadis mungil itu terbelalak ketika netra berwarna cokelat gelap itu menemukan seorang laki-laki -dengan sweater bertuliksan 'K.SWISS' berwarna campuran biru dongker, putih, dan merah- berdiri di hadapannya.
"Hi, kamu Nala kan?" Itu jelas bukan suara Dhipa, bagaimana pun sebagai perempuan ia punya suara yang lembut dan sudah jelas jika suara berat tadi berasal dari laki-laki dihadapannya.
Demi kesopanan, Dhipa hanya merespon dengan senyum, lantas menanyakan pesanan laki-laki tampan itu.
"Kamu inget aku nggak, si?" pemuda itu kembali bertanya dengan senyum yang tak pernah lepas.
Sekali lagi Dhipa bertanya sopan dan berharap pemuda tampan di hadapnnya sadar bahwa kini mereka ada di kafe. Tempat Dhipa bekerja dan sudah sepatutnya, gadis itu melayani pelanggan.
"Ah, maaf." Pemuda itu meminta maaf dan menyadari kebodohannya. Lantas, memesan minuman dan beberapa cemilan untuk menemani paginya yang berat.
Bagaimana tidak berat, tadi pagi ketika ia menyalakan ponsel seorang dosen yang mengajar mata kuliah umum mengatakan bahwa tugasnya harus dikumpulkan tepat jam 5 sore. Jika lebih, maka jangan berharap dapat nilai bagus. Tidak mengulang di semester berikutnya pun, harusnya sudah untung.
Pesanan datang, pemuda yang memiliki senyum manis itu berterima kasih dan kali ini membiarkan Dhipa kembali ke tempatnya.
"Kalau tadi aku ngajak Angga pasti anak itu sekarang lagi ngadain konser dadakan." pemuda yang tak lain adalah Alkhalifi Manggala, kini sedang fokus dengan laptop yang menampilkan aplikasi Microsoft Word. Iya, tugasnya buat jurnal.
Dan hei, orang bodoh mana yang baru mengerjakan tugas di hari-H. Tentu saja Alkha bukan orang orang bodoh yang dimaksud. Lagian nih, ya, kata guru matematika di SMP bilang ke Alkha 'Alif, kamu harus tau di dunia ini tidak pernah ada orang bodoh, yang ada hanyalah orang males berpura-pura dirinya bodoh'.
Kata-katanya memang tidak sampai berparagraf, namun cukup menohok. Iya, Alkha memang bukan orang pintar dari lahir ataupun murid rajin kesayangan guru. Alkha hanya manusia biasa yang tak sempurna dan murid yang sebenarnya biasa saja. Ia hanya pemuda beruntung yang dibekali keahlian diluar teori-teori yang diajarkan baik guru ataupun dosennya di kampus sekarang.
Selain itu, tentu saja Alkha bersyukur dengan paras yang dianugerahi Tuhan kepadanya. Banyak yang bilang Alkha punya kharisma tersendiri. Kalau ada yang muji, Alkha si cuman bisa pasrah dan melempar senyum manis andalannya.
>>•<<
By the way, aku mau bilang sama kalian kalau ada yang mau revisi cara penulisanku aku sangat berterima kasih. Karena makin kesini bukannya membaik, malah semakin kacau.Kalau boleh tau, pembaca cerita DanOng dari daerah mana, nih?
(kayak ada yang baca aja si, Dro)Semoga ada yang mau mampir ya, biar aku semangat nyelesain tulisan di cerita ini.
Semoga kalian selalu diberikan kesehatan
Dan, see you...
KAMU SEDANG MEMBACA
DUO KAMPRET (DanOng)
FanfictionIni bukan kisah Kang Daniel dengan Ong Seong Wu. Ini hanya kisah Alkha dan Angga yang tidak saling berkaitan. Ah, atau mungkin belum. Start : 2018 Finish : 25 Februari 2022 Copy right • 2018 By damra