3. Pegi pagi

112 12 0
                                    

Sekitar pukul setengah lima pagi Alkha terbangun dan karena merasa matahari belum muncul untuk menyapanya, ia pun kembali tidur dan menarik selimut yang terasa berbeda dari miliknya. Ah, mungkin ini hanya perasaannya saja.

Tapi tunggu, mengapa gulingnya pun juga terasa beda —yang ini lebih panjang dan aneh.

Kembali membuka matanya dan seketika ia terperanjat. Kedua bola matanya membelalak menemukan sosok lain yang berbaring tenang tanpa merasa terganggu sedikit pun.

Alkha mengembuskan nafas lega, masih untung ia ingat bahwa dirinya tengah menginap di apartemen sahabatnya. Jika tidak, mungkin dirinya sudah mendorong manusia di sebelahnya dan memaki seperti biasa yang ia lakukan.

Karena sudah telanjur bangun, dengan malas ia melangkah menuju kamar mandi untuk membasuh muka dan menggosok gigi.

Setelah selesai, Alkha pun kembali menghampiri tempat tidur dan hendak membangunkan Angga yang ternyata sudah mengubah posisinya menjadi telungkup.

Alkha berdecak, kemudian ekor matanya tak sengaja menangkap benda berbentuk gajah di atas nakas. Senyum seindah bulan sabit itu berhasil terbit, ketika ide brilian terlintas di kepalanya.

Sementara itu, Angga yang masih berada dalam dunia mimpinya tidak pernah menduga bahwa Alkha akan merencanakan sesuatu.

Dengan bermodalkan smartphone milik Angga, akhirnya ia bisa membangunkan sahabatnya itu tanpa harus bersusah payah.

Entah sehebat apa efek lagu daerah yang berasal dari Jawa Barat tersebut. Tetapi, Alkha sangat yakin bahwa itu bukan hanya sekadar lagu daerah, ada arti lain yang tidak Alkha ketahui.

Panon Hideung

Jujur, Alkha tidak mengerti arti dari dua kata tersebut. Karena ia tidak menguasai bahasa dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.

Kembali lagi ke Angga, kini pemuda dengan piama putih bermotif Toy Story itu berguling memutar tubuhnya. Lantas terduduk, matanya mengerjap, dan sesekali ia menguceknya. Seperti anak kecil.

Melihat Angga seperti itu, hampir saja tawa Alkha menyembur, jika saja ia tidak cepat-cepat mengatupkan bibir tipisnya.

Hal pertama yang Angga lakukan setelah kesadarannya benar-benar pulih adalah merebut ponsel di tangan sahabat kurang ajarnya itu.

"Siniin hapeku!" Angga bangkit, kemudian menghampiri Alkha yang berdiri tidak jauh darinya dan merebut benda pipih yang semula berada di genggaman pemuda sipit yang malah menampakkan raut tidak bersalahnya.

Angga semakin sebal saja ketika Alkha malah terkikik seperti Oma kunti. Dasar menyebalkan, tak bisakah sebentar saja sahabatnya itu membiarkan Angga bahagia. Ya, walaupun hanya di dalam mimpi.

"Kamu ngapain bangunin aku di pagi buta begini? Pakai nyetel lagu itu segala. Aku kan masih ngantuk. Ngeselin banget sih, jadi orang." Angga terus menggerutu, membuat Alkha memutar bola matanya.

"Tadi aku ke bangun...."

"Terus urusannya sama aku apa?" Angga memotong dengan seenak jidat.

"Aku nggak ada temen dan perutku juga keroncongan. Aku lapar."

"Ya, kalau lapar makanlah. Malah curhat. Dasar aneh!"

"Aku kan tamu, kata orang tamu itu raja." Alkha berkata dengan cengiran yang tak lepas dari wajah tampannya.

"Giliran kayak gini aja kamu ngaku tamu, padahal masuk aja nggak pernah ngetuk pintu."

"Iyalah, ngapain ngetuk pintu kalau ada bel."

"Bel... belakangan deh pencet belnya. Taulah tabiat kamu mah, Kha." Walau sebal, Angga tetap melangkah menuju dapur untuk menyiapkan makanan untuk si Mangga asem sialan itu.

>>•<<

Helu? Apa kabar selirnya DanOng?
Pada sehatkah?

Udah sebulan nggak update? Ada yang bogoshipo ta'?

15/08/18

DUO KAMPRET (DanOng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang