19. Kesempatan itu

22 4 0
                                    

Sore ini cuacanya sangat cerah dan bahkan peluh yang mengalir di dahinya sedikit mengganggu Angga. Angga benar-benar merasa kegerahan sekarang. Rasanya ingin sekali ia pulang, membersihkan diri, dan tidur dengan AC yang dibiarkan menyala.

Namun, akan selalu ada tapi jika itu berkaitan dengan Alkha. Sosok penganggu yang sialnya sulit sekali bagi Angga mengabaikan titisan mangga itu.

Selain karena Alkha itu sahabatnya, Angga juga sudah menganggap bocah gorila yang kalau makan suka ngabisin itu sebagai keluarganya.

Ya, keluarga. Tanpa ikatan darah, hubungan, atau semacamnya. Angga hanya menganggap Alkha sebagai kelurga yang akhirnya ia temukan.

Tidak lebih.

Beberapa menit yang lalu, sebelum Angga berniat pulang setelah seharian mengerjakan tugas di rumah temannya. Alkha si bocah gorila yang merangkap menjadi penggangu itu menelpon Angga dan meminta untuk membelikan sesuatu di kedai yang letaknya tidak jauh dari kampus.

Sekali lagi kampus mereka. Bukan rumah teman Angga yang dijadikan tempat mengerjakan tugas kelompok. Bukan juga dekat rumah Angga. Dan hei, dari rumah teman Angga ke kampus itu jauh. Sangat jauh.

Ibaratnya rumah temen Angga, sebut aja si Wonu ke kampus mereka itu harus melewati kecamatan, kabupaten, yang berbeda. Dan kalau dibuat denah. Rumah wonu, kampus, dan rumah Angga. Akan membentuk segitiga.

Belum lagi Angga harus ke rumah Alkha yang jelas-jelas berada di arah yang berlawanan.

Memang kurang ajar tuh bocah kw. Bisa-bisanya dia nyuruh-nyuruh Angga dan Angga juga kenapa nurut-nurut aja si.

Sepertinya selain titisan omah mangga, Alkha juga titisan emak-emak.

Angga memarkir mobilnya dan ia keluar sambil mengipas-ngipas wajahnya. Berharap sedikit mengurangi panas dan rasa gerahnya.

Ia membaca pesan dari Alkha dan menyebutkan pesanan bocah itu. Dan Angga tak sadar seseorang sedang memerhatikannya dari arah lain.

Entah karena Angga terbiasa diperhatikan atau ia memang tidak menyadarinya. Entahlah. Yang jelas ketika pesanannya sudah selesai dibuat dan membayarnya kemudian, Angga tak sengaja menatap sepasang mata indah yang juga tengah menatapnya.

Angga tak mungkin lupa dengan pemilik sepasang mata itu. Apalagi beberapa bulan lalu ia juga pernah bertemu dengan dia.

Waktu itu, ketika bertemu lagi untuk pertama kalinya. Angga berniat memperbaiki semuanya. Namun gadis itu, sang pemilik bola mata indah yang kini menatapnya dalam diam tak memberikan kesempatan.

Sebenarnya Angga bisa saja tak memedulikan larangan si gadis dan berjuang untuk memperbaiki kesalahan di masa lalunya. Namun jika itu benar terjadi, Angga tak yakin sekarang ia akan kembali bertemu dengan gadis itu di kota dan negara yang sama.

Ya, Angga tau bagaimana sifat gadis itu. Keras kepala, sama seperti kakaknya.

Angga tau ketika akhirnya ia kembali dipertemukan dengan gadis di masa lalunya itu, ia tak akan pernah bisa menjadi Angga yang orang-orang lain lihat.

Untuk kali ini biarkan saja Angga menikmati perannya menjadi si bucin yang gagal move on.

"Dhipa..." Angga memanggil namanya. Pelan. Sangat pelan. "Kamu apa kabar?" Angga benci ketika orang lain ada yang bertanya demikian padanya. Namun kali ini Angga tak tau harus memulai sapaan dengan cara apa lagi. Selain bertanya kabar.

"Oh, ya?" Dhipa. Cewek dengan apron biru laut itu nampak tergagap di tempatnya. Mungkin sama seperti Angga yang merasa tak tau harus bagaimana, Dhipa pun demikian. "Aku baik. Sangat baik." Jawabnya penuh keyakinan.

Harusnya Angga tau bahwa gadis mungil yang jelita di hadapannya baik-baik aja. Mungkin teramat baik. Ya, tentu saja berbeda dengan Angga yang berpura-pura terlihat baik. Namun kenyataannya berbanding terbalik.

Tak ada yang tau bagaimana kondisi Angga sebenarnya. Angga yang selalu merasa gagal. Angga yang selalu merasa takut kehilangan dan hal-hal lain yang selalu menghantui Angga.

Sekali pun Alkha selalu menjadi teman yang baik, sahabat yang selalu ada. Alkha sebenarnya tidak pernah tau kejadian sebenarnya. Alkha hanya memosisikan dirinya sebagai sahabat yang selalu ada.

Dan itu sudah lebih dari cukup buat Angga.

Angga mengangguk dan tersenyum, membuat Dhipa terpaku sebentar.

"Aku senang kalau kamu baik-baik aja." Kata Angga dan sesekali ia memergoki Dhipa yang menatap ke sembarang arah. Tidak membiarkan Angga melihat dengan jelas apa yang ada di dalam matanya. "Dhip, aku boleh minta satu hal sama kamu?" Angga bertanya dan ia sendiri cukup terkejut dengan apa yang barusan keluar dari mulutnya.

Dhipa menoleh dan kali ini benar-benar menatap Angga sepenuhnya. Dahinya berkerut, mungkin merasa bingung.

"Maksudnya?"

Angga berdeham sebentar, "aku mau minta waktu sehari aja."

Ketika Dhipa hendak membuka mulutnya, Angga memotong dengan mengatakan "Tolong kasih aku kesempatan sehari aja. Kamu jelas tau bagaimana kacaunya aku selama ini." Angga berusaha meyakinkan gadis dihadapannya. Berharap Dhipa mau memberinya kesempatan kali ini.

Dhipa nampak menghela nafasnya, "aku kan udah bilang sama kamu, kalau kita udah selesai. Lagian untuk apa dibicarakan lagi?"

"Please...." Angga menatap Dhipa dengan tatapan memohon.

Pada akhirnya usaha tidak akan mengkhianati hasil. Dan Angga tau setidaknya jika bukan waktu itu Dhipa mrmberi kesempatam. Maka sekarang mungkin saatnya ia diberi kesempatan itu.

>>•<<

Selamat Pagi?

Masih ada yang baca gak?

Kasih semangat lagi dong

Pengen cepat nyelesain cerita ini, mau buat yang bau hehehe

Nanti kalian mampir ya, komen dan ramein juga boleh

Jaga kesehatan kalian dan tunggu kelanjutannya

See u sadaya

19/07/20

DUO KAMPRET (DanOng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang