“Ini dia nih, anak pembawa sial.” Baru saja menginjakkan kaki di rumahnya Anna sudah mendengar kalimat yang menyakitkan.Dan di sanalah Anna melihat sang Nenek sedang duduk di sofa. Sudah lama rasanya Anna tidak melihat Neneknya itu. Karena hampir setiap pertemuan keluarga Anna tidak hadir dan sekarang malah Neneknya yang datang ke rumah.
Anna berjalan mendekat ke arah Neneknya, mengulurkan tangan hendak salim. Namun dengan kasar sang Nenek malah menepis tangan Anna.
“nggak usah sentuh saya, saya malah takut nanti kena sial,”
“Ibu, kok ngomongnya gitu.” Ucap Amel yang datang dengan nampan berisi minuman serta beberapa makanan ringan.
“Lho, emang bener kan? Dia ini pembawa sial, karena dia juga kamu sama Bayu kecelakaan,” Lastri—sang Nenek menatap sinis ke arah.
“Semua ini nggak ada sangkut pautnya sama Anna, Bu” Amel tetap membala Anna yang memang tidak bersalah.
“Terus saja kamu membela anak pembawa sial itu,” Lastri menyeruput teh yang disediakan.
Anna terdiam, jika saja Lastri bukan orangtua sudah Anna pastikan jika wanita akan mendapat semprotan gadis itu. Anna mengepalkan tangannya menahan emosi.
Selalu saja Lastri menyalahkan Anna tanpa alasan yang jelas. Entah bagaimana caranya Anna harus menghilangkan kebencian Lasri padanya.
“Dulu dia membuat rumah tangga mu berantakan. Sekarang dia bikin kamu sama Bayu kecelakaan, harusnya dulu kamu biarkan saja dia di panti asuhan, Mel.”
“Semua yang udah terjadi bukan salah Rose, Bu. Semua ini salah Bayu,” semua mata memandang Bayu yang sedang menuruni anak tangga. Pria itu berjalan mendekat.
“Dan kecelakaan itu juga karena salah Bayu yang tidak hati-hati dalam berkendara.”
“Yaaa semua itu terjadi karena anak pembawa sial ini. Coba saja jika tidak ada anak itu pasti kalian juga akan baik-baik aja.” Mau bagaimanapun di penglihatan Lastri tetap Anna lah yang salah. “Menurut Ibu mending kamu kirim aja dia keluar negeri, Bayu. Agar kalian tetap aman,”
Bayu berjalan mendekati Anna, merengkuh pundak gadis itu sambil berujar, “Bagaimana bisa Ibu berbicara seperti itu. Mau bagaimana pun Anna tetap anak Bayu, Bu. Dan Bayu nggak suka jika Ibu terus saja menyalahkan Anna,”
“Kalian ini selalu saja membela gadis itu, entah pelet apa yang sudah dia kasih pada kalian.”
“Bu!” Amel kembali menegur Lastri.
Anna sudah sangat lelah mendengarkan semua ucapan Lastri hingga telinganya terasa seperti terbakar. Apapun yang dilakukan Anna pasti selalu salah di mata Lastri bahkan tidak melakukan apapun juga salah. Anna sangat yakin di mata Lastri ia nafas saja salah.
Akhirnya Anna ijin ke kamarnya tanpa mengatakan apapun tanpa berpamitan dengan Lastri. Dan hal itu kembali memitu ucapan pedas Lastri keluar yang mengatakan ia tidak sopan dan lain sebagainya.
***
Ternyata kesialan Anna tidak sampai di situ saja. Dia harus menerima kenyataan bahwa Lastri akan tinggal beberapa hari di rumahnya. Anna bahkan sampai harus beristighfar sambil menegelus dada berkali-kali. Bebebrapa jam melihat wajah Anna saja Lasti sudah seperti kebakaran jenggot apalagi jika sampai berhari-hari. Sudah tidak terbayang lagi bagaimana.
Anna jadi bingung harus bagaimana. Salah satu cara ialah ia yang harus mengalah. Dalam artian dia tidak tinggal di rumah sampai Lastri sudah tidak lagi di sana. Tapi dia mau kemana?
Aduhhh, pusing kepala Anna.
“Heh, lo kenapa sih?” Lisha menyenggol lengan Anna.
“Nggak pa-pa, lagi pusing aja.”

KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name Of Love 2
Teen FictionBeberapa orang mengatakan bahwa "Mempertahankan jauh lebih sulit daripada mendapatkan." Lalu, apa jadinya jika Annabela Roselani dihadapkan kenyataan seperti itu? Sanggupkan Anna mempertahankan cintanya? Bukan hanya cinta Kenziano melainkan juga cin...